Berdasarkan laporan yang diterima Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ada laporan dugaan tindak korupsi sebanyak 2.707 kasus selama periode semester I pada tahun 2023. Hal tersebut telah membuktikan bahwa tindak korupsi di Indonesia telah menjadi hal yang lumrah di mata publik.
Tindak korupsi di Indonesia juga menjadi salah satu kasus terbanyak se-Asia Tenggara, menempati urutan pertama dengan skor 7,56 poin berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh IndexMundi. Hal ini dapat membuat pandangan bangsa luar terhadap Indonesia sebagai bangsa yang memiliki sumber daya manusia yang tidak kompeten dalam menjalankan suatu tanggung jawab.
Data tingginya tingkat korupsi di Indonesia telah menunjukkan bahwa adanya degradasi moral yang terjadi pada sebagian masyarakat Indonesia. Degradasi moral tidak terlepas kurangnya pemahaman dan kesadaran akan pentingnya menjaga integritas diri.
Sikap dan perilaku egois menjadikan pelaku korupsi tutup mata atas tindakan yang telah merugikan masyarakat. Maraknya kasus korupsi ini telah mampu berpengaruh terhadap kemajuan negara, solidaritas, hingga masa depan bangsa.
Korupsi berawal dari hal kecil yang disepelekan
Tindakan korupsi berangkat dari hal-hal terkecil yang biasa sering disepelekan. Aksi seperti memberikan suap berupa uang atau harta dengan tujuan mempermudah urusan, rendahnya rasa menghargai dan toleransi terhadap sesama, minimnya sikap disiplin terhadap waktu, meyontek saat ujian, dan masih banyak lagi.
Dalam bidang pendidikan terkhususnya pada pelajar, tindakan tersebut sering dianggap sepele justru menjadi akar tumbuhnya korupsi dalam kepribadian pelajar. Kerap kali hal tersebut disepelekan oleh guru maupun orang tua dan dianggap sebagai tindakan yang wajar. Hal tersebut justru menunjukkan adanya degradasi moral yang dialami oleh pelajar.
Tindakan tersebut perlahan-lahan mampu menggerus moral dan berujung untuk melakukan suatu aksi yang berdasarkan keinginan dan untuk keuntungan pribadi semata.
Pemberian teguran tidak selamanya memiliki dampak yang efektif untuk memutus pelajar melakukan aksi yang tidak terpuji. Seharusnya hal tersebut seimbang dengan pemberian sosialisasi bahayanya tindak kotor tersebut.
Misi sekolah dalam menanamkan nilai integritas
Tingginya tingkat korupsi di Indonesia mampu menjadi sinyal bagi lembaga-lembaga untuk menyuarakan tindak anti korupsi. Lembaga yang paling dekat sejak masih dini adalah sekolah. Sekolah merupakan tempat yang tepat untuk mampu membentuk generasi anti korupsi.
Dalam hal ini sekolah memiliki peran tidak hanya menyalurkan ilmu, namun juga menjadi tempat untuk mensosialisasikan dan menanamkan pentingnya nilai-nilai integritas, kejujuran, dan tanggung jawab dalam kehidupan pelajar sehari-hari.
Menurut Ippoh Santosa, integritas memiliki makna sebagai kesatuan antara pemikiran, perkataan, dan tindakan yang mampu menghasilkan kepercayaan yang utuh. Integritas menjadi hal dasar yang seharusnya ditanamkan dalam setiap kepribadian pelajar. Sikap tersebut dapat menjadikan seorang pelajar menjadi murid yang bertanggung jawab atas segala perbuatan dan keputusan yang telah dibuat.
Integritas dan korupsi memiliki korelasi yang kuat, pribadi yang memiliki integritas yang kuat mampu menangkal tindak korupsi karena setiap tindakannya didasari oleh moral yang sehat dan komitmen untuk bertindak sesuai norma yang benar.
Pembentukan pribadi anti korupsi melalui penanaman nilai integritas sudah seharusnya dilaksanakan sejak dini, dengan tujuan untuk mampu memperkuat akar etika yang baik sehingga tidak melanggar hak individu lain.
Sekolah sebaiknya menjadikan kasus dan dampak buruk tindakan korupsi sebagai cerminan bagi pelajar untuk menguatkan pendirian dan meningkatkan kesadaran bahaya korupsi, untuk terhindar dari tindak kotor tersebut.
Oleh karena itu, penting bagi sekolah untuk mampu menciptakan iklim anti korupsi untuk menekan angka korupsi di Indonesia. Selain itu, dengan terciptanya generasi anti korupsi mampu memberikan dampak positif untuk menciptakan generasi yang unggul baik secara moral maupun etika, sehingga terhindar untuk terjerumus ke dalam praktik penyelewengan di masa depan.
Baca Juga
-
Demam Clash Of Champions! Yuk Intip Strategi Peserta untuk Pecahkan Tantangan
-
Memerangi Bungkamnya Kasus Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan
-
Jangan Minder Pakai Baju Berulang-ulang, Ini Langkah Kecil Selamatkan Bumi
-
Dilema Masyarakat: Pembatasan Usia di Berbagai Bidang dan Dampaknya
-
FOMO Menjelang Kuliah: Menetapkan Pilihan Berdasarkan Minat Bukan Teman
Artikel Terkait
-
Wapres Gibran ke Mendikdasmen: Zonasi Sekolah Harus Dihilangkan!
-
Profil Sutikno, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta yang Usul Pajak Kantin Sekolah
-
Bisa Jadi Pemasukan Tambahan, Pemprov DKI Bakal Tarik Retribusi Kantin Sekolah
-
Anak-Anak Nia Ramadhani Sekolah di Mana? Uang Sakunya Tembus Jutaan Rupiah
-
Pendidikan Nissa Sabyan, Diduga Diam-Diam Sudah Nikah dengan Ayus
Kolom
-
Trend Lagu Viral, Bagaimana Gen Z Memengaruhi Industri Musik Kian Populer?
-
Usai Kemenangan Telak di Pilpres AS, Apa yang Diharapkan Pendukung Donald Trump?
-
Standar Nikah Muda dan Mengapa Angka Perceraian Semakin Tinggi?
-
Indonesia vs Arab Saudi: Mencoba Memahami Makna di Balik Selebrasi Seorang Marselino Ferdinan
-
Matematika Dasar yang Terabaikan: Mengapa Banyak Anak SMA Gagap Menghitung?
Terkini
-
Strategi Mengelola Waktu Bermain Gadget Anak sebagai Kunci Kesehatan Mental
-
Cetak 2 Gol, Bukti "Anak Emas" Tak Sekadar Julukan bagi Marselino Ferdinan
-
Nissa Sabyan dan Ayus Resmi Menikah Sejak Juli 2024, Mahar Emas 3 Gram dan Uang 200 Ribu
-
Ulasan Buku Sabar, Syukur, dan Ikhlas: Kunci Sukses Bahagia Dunia Akhirat
-
Spoiler! Hunter X Hunter Chapter 403: Balsamilco vs Pangeran Halkenburg