Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Nilam Alfa Salmah
Cantik Itu Luka (Instagram/@gramediaexhibitionsampit)

Belakangan ini kata-kata Cegil (Cewe Gila) sering ditemukan dalam media sosial. Cegil yang kita ketahui singkatan dari cewe gila. Kata cewe gila ini bukan berarti menunjukkan seorang perempuan yang gangguan jiwa atau kehilangan akal melainkan perempuan yang memiliki tingkah laku tidak biasa, di luar dugaan bahkan terlalu berani.

Dalam konteks di media sosial sering kali kata cegil untuk bahan candaan dan label ini sering ditunjukkan pada perempuan yang suka mengejar laki-laki. Sering kita temui kata-kata ‘mencintai secara ugal-ugalan’ dalam media sosial yang mana biasanya laki-laki yang mengejar perempuan untuk dijadikan kekasih. Namun, cegil ini kebalikannya yang biasanya dilakukan laki-laki justru perempuan yang mengejar. 

Namun, untuk kata cegil tergantung konteks dan sesuai pandangan orang-orang. Karena, kita tak bisa berpatokan kata cegil label yang diperuntukkan perempuan yang suka mengejar-ngejar laki-laki bahkan bisa saja cegil label untuk perempuan yang berani atau yang memilki sifat pemberani.

Bisa dianggap label positif atau negatif tergantung pada perspektif individu ataupun masyarakat. Selain tingkah laku perempuan yang ada di media sosial, kita bisa melihat perempuan yang cocok dipanggil cegil dalam karya sastra. Seperti halnya tokoh Dewi Ayu dalam novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan.

Dewi Ayu salah satu tokoh utama dalam novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan yang memiliki sifat pemberani. Dan menurut saya, Dewi Ayu cocok sebagai cegil karena tokoh tersebut memiliki sifat dan tingkah laku yang menunjukkan bahwa dia seorang pemberani.

Berani menurut KBBI adalah mempunyai hati yang mantap dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan, dan sebagainya. Berikut beberapa kutipan yang menunjukkan kegilaan dan keberanian tokoh Dewi Ayu dalam novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan:

“Malam ini juga, seseorang harus menculik seorang lelaki tua bernama Ma Gedik di perkampungan daerah rawa-rawa,” katanya. “Sebab esok pagi aku akan kawin dengannya.”(Cantik Itu Luka, 52).

Ia sering memergoki mata yang mengintip dari celah anyaman. Ia akan balas mengintip dan berteriak, “Oh Tuhan, kecil sekali punyamu!”Mereka biasanya akan sangat malu dan segera berlalu dari kamar ganti (Cantik Itu Luka, 63).

“Bukan lintah yang kita makan, tapi darah sapi,” kata Dewi Ayu lagi menjelaskan. Ia membelah lintah-lintah tersebut dengan pisau kecil, mengeluarkan gumpalan darah sapi di dalamnya, menusuknya dengan ujung pisau dan melahapnya (Cantik Itu Luka, 66).

Gadis ini sangat cantik, masih berumur tujuh atau delapan belas tahun, mungkin masih perawan, memberikan tubuhnya untuk seorang lelaki tua hanya untuk obat demam dan dokter (Cantik Itu Luka, 71).

Dewi Ayu dengan satu kenekatan yang ia sendiri tak bayangkan membunuh anak buaya itu dengan menusuk matanya yang satu lagi, dan kemudian perutnya (Cantik Itu Luka, 73).

Dari beberapa kutipan di atas, menunjukkan bahwa tokoh Dewi Ayu memiliki keberanian dalam tingkahnya. Keberaniannya dapat dimasukkan pada kegilaan yang luar biasa karena tingkahnya yang di luar dugaan bahkan perempuan lain jarang yang bisa melakukan seperti Dewi Ayu. Dan dalam cerita novel tersebut juga keberanian Dewi Ayu juga untuk bertahan hidup dalam masa penjajahan. Karena, dalam cerita novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan berkaitan dengan masa penjajahan. 

Semua orang memiliki keberanian dalam dirinya namun ada porsinya masing-masing. Maka sifat berani pun tidak akan buruk bila keberanian yang kita tunjukkan adalah suatu hal yang akan berdampak baik, maka lakukan dengan sebaik mungkin. Jangan jadikan sifat pemberani untuk memojokkan atau merendahkan orang lain.

Nilam Alfa Salmah