Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Rizky Pratama Riyanto
Ilustrasi pembelajaran (Pixabay/Tho-Ge)

Setiap menteri pendidikan berganti, maka kurikulum pun akan ikut berubah. Peristiwa ini memaksa pelaku pendidikan, baik sebagai guru atau siswa harus beradaptasi kembali dengan kebijakan kurikulum baru yang diterapkan dalam lingkungan pendidikan.

Kurikulum 2013 yang sebelumnya memberlakukan lebih banyak tekanan penjurusan kepada siswa yang memasuki kelas 11, sedangkan kurikulum merdeka terdapat beberapa paket mata pelajaran yang harus salah satunya dipilih oleh siswa dengan menyesuaikan jurusan perkuliahan yang akan ditempuh.

Paket mata pelajaran pilihan ini ditentukan oleh sekolah dengan melihat potensi sumber daya pengajar. Siswa diminta berdiskusi dengan orang tua untuk menentukan paket yang akan dipilih.

Biasanya paket yang dipilih oleh siswa akan memengaruhi arah dan pekerjaan yang akan dilakukan. Oleh karena itu, pemilihan paket ini harus berpikir secara matang agar tidak menimbulkan rasa bimbang.

Dalam pemilihan paket mata pelajaran, siswa dibimbing oleh guru untuk mengulik hobi dan bakat yang dimiliki serta memilih mata pelajaran yang sekiranya bisa diikuti oleh siswa.

Hal ini disebabkan nilai mata pelajaran pilihan yang telah ditentukan memiliki efek yang signifikan untuk masuk ke perguruan tinggi dibandingkan dengan mata pelajaran wajib.

Sekolah juga menyarankan siswa untuk tidak beralih paket, sebenarnya memang mata pelajaran pilihan sudah menyesuaikan dengan jurusan yang akan ditempuh di jenjang perkuliahan. 

Sayangnya, tidak semua siswa bisa masuk ke dalam paket mata pelajaran pilihan sesuai dengan keinginan masing-masing, sekolah tentu memiliki kuota kelas dan siswa pada setiap paket.

Proses yang dilakukan oleh sekolah dalam menentukan paket mata pelajaran pilihan yang diinginkan biasanya dengan melihat nilai rapor siswa per mata pelajaran.

Bila terdapat siswa yang ingin masuk ke dalam mata pelajaran pilihan biologi, maka nilai mata pelajaran biologi pada jenjang sebelumnya menjadi pertimbangan untuk masuk ke dalam paket tersebut. 

Siswa bisa saja terlempar ke paket yang lain bila kuota sudah mencukupi pada paket yang dipilih. Sebenarnya kejadian ini bisa saja terjadi jika peminat paket mata pelajaran pilihan tertentu terlalu banyak, sehingga sekolah melakukan beberapa evaluasi untuk memasukkan siswa ke dalam paket tersebut. 

Apabila siswa tidak masuk ke dalam paket yang diinginkan, ia akan dipindahkan pada paket mata pelajaran pilihan yang lain sesuai dengan pilihan paket kedua yang sudah dipilih, atau bisa saja ditentukan oleh sekolah menyesuaikan dengan bidang keahlian mata pelajaran yang dimiliki. 

Peristiwa tersebut bisa menimbulkan rasa kontroversial sebab ditakutkan siswa tidak fokus dalam pembelajaran dengan paket mata pelajaran pilihan yang bukan keinginannya.

Hal ini dapat berpengaruh ketika masuk ke dalam perguruan tinggi dengan jurusan yang diinginkan berbeda dengan mata pelajaran pilihan yang telah dipelajari di sekolah. 

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Rizky Pratama Riyanto