Ki Hajar Dewantara dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional yang bisa menjadi tolak ukur pemerintah saat ini dalam mensukseskan suatu sistem pendidikan. Perjuangan yang telah dilakukan beliau dalam memajukan pendidikan di Indonesia memberi dampak yang berarti, salah satunya dengan membangun organisasi yakni Tamansiswa.
Melalui Tamansiswa yang didirikan pada tahun 1922 di Yogyakarta diharapkan dapat membangun konsep pendidikan yang sesuai dengan prinsip 'Tut Wuri Handayani' atau semboyan lengkapnya adalah 'Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani.'
Pendiri Tamansiswa tersebut menginginkan prinsip yang dipegang selama ini adanya realisasi yang baik secara nyata. Hingga saat ini, prinsip itu masih digunakan dalam sistem pendidikan di Indonesia.
Mengutip dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, filosofi yang ada di dalam sebuah konsep Merdeka Belajar memiliki keterkaitan dengan semboyan yang telah digagas oleh Ki Hajar Dewantara.
Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem pendidikan saat ini juga sama mengacu pada prinsip yang digunakan oleh organisasi pendidikan milik Ki Hajar Dewantara yaitu Tamansiswa, sehingga konsep Merdeka Belajar yang digaungkan oleh Nadiem Makarim masih sejalan.
Pada dasarnya, sistem among merupakan sistem yang sudah digunakan dalam pembelajaran siswa selama Kurikulum Merdeka Belajar. Hal itu sesuai dengan pelaksanaannya, di mana selama proses belajar lebih menekankan kasih sayang dan rasa simpati atau empati seorang guru dalam mengajar.
Berbeda dengan kurikulum sebelumnya walaupun memiliki persamaan dalam fokus pada penguatan karakter siswa di sekolah, implementasi yang terjadi tentu terdapat perbedaan dari salah satunya adalah penugasan yang diberikan oleh guru.
Contohnya yaitu siswa diharuskan untuk mengerjakan tugas yang diperoleh sesuai dengan arahan guru mata pelajaran, bila bentuk pengerjaannya berupa presentasi, maka semua siswa harus mengerjakan tugas pun dalam bentuk yang sama.
Cara yang dilakukan tersebut bisa menjadi suatu contoh yang bertentangan dengan sistem among, karena siswa seharusnya bisa berekspresi dan bebas memilih dalam mengerjakan bentuk penugasan yang diberikan, sehingga tak perlu semuanya sama dengan melakukan presentasi.
Meski begitu, ada pula beberapa penerapan yang sejalan dengan prinsip sistem among. Misalnya, pembelajaran lebih meningkatkan pada keaktifan dan kreativitas siswa. Poin penting ini yang sebenarnya ingin dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara dan pemerintah dalam sistem pendidikan.
Hanya saja, tidak semudah dengan yang dibayangkan. Pembelajaran berdiferensiasi dan kreatif di Kurikulum Merdeka akan sulit dilakukan oleh guru. Sebab mereka harus lebih jauh untuk berpikir kreatif dalam meningkatkan keaktifan dan kreativitas siswa saat belajar di kelas.
Sedangkan saat ini, gaji yang didapatkan dari seorang guru saja masih tergolong rendah. Adanya permasalahan ini memicu guru untuk malas mengajak siswa memiliki peran aktif dan kreatif di kelas. Akhirnya, pengajaran yang dilakukan hanya berpacu pada metode menulis di papan tulis dan presentasi.
Bayangkan jika seseorang memperoleh uang dari hasil pekerjaannya sehingga membuat keluarga bahagia dan sejahtera hingga kebutuhannya tercukupi, tentunya akan menjadikan hidup jauh lebih tenang.
Begitu juga sebaliknya, ketika bekerja memperoleh hasil yang biasa saja dan bahkan tidak mencukupi kebutuhan akan memberikan dampak yang signifikan. Menjadi seorang guru tidaklah mudah, mereka harus mengajar beberapa kelas dengan jumlah siswa yang begitu banyak dan cukup melelahkan.
Selain itu, ditemukan pula guru yang sudah menua masih mengajar. Seperti yang telah diketahui, sudah menjadi hal yang lumrah ketika orang sudah berumur akan terjadi penurunan daya imajinasi dan kreativitas.
Oleh karena itu, siswa menjadi cepat bosan selama belajar akibat terlalu monoton dan tidak ada perubahan dalam memberikan pengajaran. Melalui guru dan sekolah yang berkualitas dapat menjadi tolak ukur dalam keberhasilan pendidikan di Indonesia.
Kurikulum dan tujuan yang ada saat ini sudah sejalan dengan gagasan dan prinsip Ki Hajar Dewantara, tetapi ada beberapa hal yang perlu dibenahi yaitu terkait dengan sumber daya pengajar yang berkompeten sehingga bisa membangun hubungan baik dengan siswa.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Tag
Baca Juga
-
Fotografer Belum Bisa Buat Video, Tapi Videografer Jago Motret: Mengapa?
-
Purwakarta Run 5K 2025: Ribuan Pelari Padati Jalanan dan Alun-Alun Kota
-
Semarak Perlombaan dan Talenta Singa di Perayaan Hari Anak Nasional 2025 Karawang
-
Peduli Kebersihan! Aksi Ekologi Peserta MPLS di SMA Negeri 1 Purwakarta
-
Keren! Rizky Pratama Riyanto Sabet 5 Kali Juara Lomba Video di Karawang
Artikel Terkait
-
Profil Vika Kolesnaya Calon Istri Billy Syahputra: Kekayaan, Pendidikan dan Karier
-
Peduli Pendidikan Anak Jalanan, Luna Maya Menginspirasi Lewat Aksi Sosial di Bulan Ramadan
-
Helman Sitohang: Mantan CEO Credit Suisse yang Kini Jadi Penasihat Danantara
-
Latar Belakang Pendidikan Darius Sinathrya, Aktor yang Vokal Kritik Pemerintah
-
Gibran Dorong AI di Sekolah, Tapi Apakah Ini Langkah yang Tepat?
Kolom
-
Proyek Laptop Kemensos: Teknologi sebagai Tameng Pemborosan Anggaran?
-
Mundur demi Harga Diri: Langkah Joao Mota Bongkar Masalah Kronis BUMN
-
Ada Harga Mahal di Balik Citra Keluarga yang Tampak Harmonis di Luar
-
Paradoks Media Sosial: Semakin Lama Online, Ternyata Semakin Tidak Bahagia
-
Objektifikasi di Balik Akun Kampus Cantik: Siapa yang Diuntungkan?
Terkini
-
Mahasiswa KKN UMBY Dorong Pemuda Kalidadap 1 Bangun Branding dan Marketing
-
HOT! Esensi Lagu Justin Bieber Walking Away: Ada Komitmen Tersembunyi?
-
Publikasi Kisah Perjuangan jadi Ajang Bangun Eksistensi Petani Kopi Lanjan
-
5 Kontroversi Bupati Pati Sudewo yang Bikin Geger! Apa Saja yang Bikin Warga Ngamuk?
-
Satire Komikal yang Menyakitkan dalam Buku Lebih Senyap dari Bisikan