Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Ruslan Abdul Munir
Ilustrasi sedang membaca buku di perjalanan (Unsplash/patsanannnn)

Apakah kamu pernah mendapatkan pertanyaan seperti ini: "Loh, katanya sibuk, kok kamu bisa sih baca buku? Emang masih sempat?” Pasti sudah tidak asing di telinga orang yang gemar membaca buku.

Pertanyaan semacam ini mungkin pernah kamu dengar atau bahkan alami sendiri. Seolah-olah membaca adalah aktivitas mewah yang hanya bisa dilakukan oleh mereka yang hidupnya lengang, tak banyak beban, dan punya waktu kosong berjam-jam.

Padahal kenyataannya, banyak orang membaca justru bukan karena mereka punya banyak waktu luang dalam hidupnya, tapi karena tahu cara menyelipkan aktivitas membacanya di tengah-tengah kesibukan.

Membaca itu bukan soal waktu yang tersedia, tapi soal kemauan untuk menyempatkan. Sering kali kita membayangkan bahwa membaca hanya bisa dilakukan dalam suasana tenang sore hari di rumah.

Membaca dengan ditemani secangkir kopi, musik instrumental lembut, dan tubuh yang tidak lelah. Tapi hidup tak selalu memberi kita momen seperti itu bagi beberapa orang.

Kenyataannya, banyak pembaca rajin justru membaca di sela-sela aktivitas sehari-hari. Di dalam angkot, di kereta komuter, saat menunggu antrean di bank, bahkan di sela jam istirahat kerja.

Ada pula mereka yang menjadikan waktu sebelum tidur atau malam hari sebagai ritual membaca satu-dua halaman, sebagai penutup hari yang padat dan melelahkan.

Kadang, membaca juga bisa menjadi terapi kecil di tengah lelahnya kesibukan pekerjaan. Di saat pikiran penat oleh tumpukan tugas atau suasana kerja yang monoton, membuka halaman demi halaman buku bisa menjadi pelarian yang menenangkan.

Entah itu novel fiksi yang mengajak kita keluar sejenak dari realita, atau buku nonfiksi yang memberi perspektif baru, membaca menghadirkan ruang hening dalam riuhnya hari. Ia jadi jeda yang tidak hanya menyegarkan pikiran, tapi juga merawat kewarasan.

Ini soal kebiasaan kecil yang dibangun perlahan. Menyisipkan lima menit membaca dalam satu hari mungkin terdengar sederhana, tapi jika dilakukan rutin, hasilnya bisa mengejutkan.

Kamu bisa menyelesaikan puluhan buku dalam setahun, tanpa perlu merasa hidupmu lebih longgar dari orang lain. Justru kamu bisa menyempatkan membaca di tengah-tengah kesibukan adalah suatu tindakan yang luar biasa.

Sayangnya, membaca di ruang publik di Indonesia masih belum sepenuhnya menjadi kebiasaan yang dianggap umum. Di beberapa tempat, membaca buku di tempat umum masih dianggap aneh atau terlalu rajin.

Padahal, membaca di ruang publik perlu dinormalisasi. Ketika membaca menjadi hal yang biasa dilihat, di halte, di taman, di kafe, maka perlahan ia akan masuk ke dalam budaya kita sebagai bagian dari aktivitas harian, bukan aktivitas elit.

Bayangkan anak-anak yang melihat orang dewasa membaca buku di angkutan umum. Mereka akan menyerap bahwa membaca bukan hanya tugas sekolah, melainkan kegiatan yang bisa dilakukan siapa pun, kapan pun, dan di mana pun. Dan dari situ, mungkin tumbuh keingintahuan, lalu berkembang menjadi kebiasaan.

Maka dari itu, jangan tunggu waktu luang untuk membaca. Bawa bukumu ke mana-mana. Simpan satu buku di tas, unduh satu e-book di ponselmu. Baca satu halaman saat menunggu makanan datang. Baca dua halaman saat menunggu temanmu balas pesan.

Karena membaca bukan soal punya waktu, tapi soal memberi waktu. Bukan soal luangnya hidup, tapi soal prioritas yang kamu pilih. Dan jika kamu sudah memilih membaca sebagai bagian dari hidupmu, tak ada ruang yang terlalu sempit, tak ada waktu yang terlalu singkat.

Ruslan Abdul Munir