"Parade Hantu Siang Bolong" adalah kumpulan reportase jurnalistik-sastrawi karya Titah AW yang mengeksplorasi mitos, tradisi, dan fenomena lokal di Pulau Jawa. Memuat 16 tulisan yang awalnya diterbitkan di media seperti VICE Indonesia antara 2017–2020, buku setebal 247 halaman ini menyuguhkan hasil liputan “uncut” lengkap dengan foto dan ilustrasi pendukung.
Gaya penulisan Titah disebut sebagai jurnalisme sastrawi, sebuah perpaduan antara fakta jurnalistik dan keindahan prosa. Ia tidak hanya menyampaikan informasi secara to the point, tetapi juga menenun narasi yang mengalir dan imersif. Hal ini membuat laporan tentang mitos, ritual, atau tradisi seperti kesurupan massal di Banyumas, “Tinder ala Jawa”, dan konferensi alien terasa hidup dan hangat untuk dibaca.
Setiap tulisan dibangun melalui reportase lapangan, lengkap dengan wawancara narasumber lokal. Salah satunya adalah liputan tentang “Kampung Pitu” di puncak Langgeran, sebuah desa yang hanya dihuni tujuh keluarga. Titah menggambarkan bagaimana mitos bisa menjadi penjaga kelestarian, sekaligus mengundang refleksi atas eksodus anak muda ke kota.
Ada juga tema tentang “Sekolah Pagesangan” di Gunungkidul yang mengajarkan budaya tani subsisten, memberikan kritik terhadap dominasi paradigma pendidikan kota dan potensi lokalitas sebagai solusi pembangunan.
Salah satu aspek menarik buku ini adalah foto-foto dokumenter meskipun hitam-putih dan bervolume ringan yang melengkapi narasi. Foto ini membuat pembaca bisa merasakan atmosfer tempat dan ritual yang diceritakan, meski kualitas cetaknya kadang kabur. Visual ini menambah kedalaman serta memperkuat kredibilitas liputan jurnalistik Titah.
Penggunaan judul “Parade Hantu Siang Bolong” merujuk pada bab pertama yang mengisahkan kesurupan massal di Banyumas, suatu fenomena spiritual yang berlangsung di siang hari dan sangat kontras dengan stereotip hantu yang hanya muncul malam hari. Pergabungan antara ironi waktu dan keunikan lokalitas menjadi salah satu kekuatan naratif yang kuat.
Di garis besar, buku ini berhasil menghadirkan berbagai fenomena lokal, dari ritual pusaka leluhur, konferensi UFO seperti SETI, praktik “Golek Garwo” ala Jawa, hingga teror klitih di Yogyakarta pada malam hari. Tak hanya mengedukasi, setiap laporan menawarkan pandangan kritis terhadap cara masyarakat bereaksi terhadap mitos atau marginalisasi budaya.
Kritik sosial juga mencuat, seperti dalam kisah Sekolah Pagesangan yang memberi alternatif terhadap sistem pendidikan mainstream, atau perkampungan kecil yang menjaga keseimbangan ekologis dari ancaman besar seperti tambang. Pendekatan Titah terhadap isu ini tidak menghakimi, melainkan membuka ruang diskusi, menghormati cara berpikir dan nilai lokal masyarakat.
Format reportase ini sangat cocok bagi pembaca yang suka dengan cerita pendek, karena tiap bab relatif pendek namun padat akan makna. Format jurnalistik-sastrawi ini juga mendorong pembaca memahami budaya lokal melalui pengalaman langsung dan cerita personal.
Sebagai kesimpulan, "Parade Hantu Siang Bolong" menawarkan pengalaman membaca yang autentik, berwawasan, dan kaya estetika. Buku ini sukses menghadirkan lokalitas Jawa yang biasa terabaikan dengan cara yang segar dan penuh nuansa budaya serta spiritual. Dengan liminalitas antara fakta dan cerita, buku ini menjadi jendela untuk mengenal mitos, ritual, dan realitas masyarakat desa dan kota di Jawa.
Meskipun ada beberapa kekurangan seperti ruang lingkup yang belum luas dan beberapa penyajian cerita yang terasa kurang tuntas, keseluruhan buku ini tetap sangat direkomendasikan. Novel ini cocok bagi pembaca yang tertarik pada jurnalisme kreatif, antropologi budaya, dan masyarakat Indonesia.
Identitas Buku
Judul: Parade Hantu Siang Bolong
Penulis: Titah AW
Penerbit: Warning Books
Tanggal Terbit: 1 September 2020
Tebal: 247 Halaman
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Review Film Moonfall: CGI Mengesankan tapi Naskah Mengecewakan
-
Ulasan Novel Journal of Terror: Kisah Prana Bersama Roh-Roh Penasaran
-
Ulasan Novel Happiness Battle: Sisi Gelap Kehidupan Ibu-Ibu Sosialita
-
Ulasan Novel Great Big Beautiful Life:Ketika Romansa Tumbuh dari Persaingan
-
Ulasan Novel Built to Last: Pertemuan Dua Hati di Tengah Renovasi
Artikel Terkait
-
Jane Karya Rachel Givney: Cinta dan Pilihan Takdir di Antara Waktu
-
Review Novel Deessert, Masalah Cinta yang Belum Selesai
-
Ulasan Novel Journal of Terror: Kisah Prana Bersama Roh-Roh Penasaran
-
Ulasan Novel When Love Walked in: Dari Pacar Pura-Pura, Lalu Beneran Jatuh Cinta
-
Ulasan Novel Happiness Battle: Sisi Gelap Kehidupan Ibu-Ibu Sosialita
Ulasan
-
Jadi Ibu Itu Nggak Mudah! Rela Mati Demi Anak dalam Film Demi si Buah Hati
-
Jane Karya Rachel Givney: Cinta dan Pilihan Takdir di Antara Waktu
-
Review Novel Deessert, Masalah Cinta yang Belum Selesai
-
Pantai Mengiat, Tampilkan View Alam Indah dengan Hamparan Pasir Putih Luas
-
Ulasan Lovely Runner: Kisah Fans Fanatik yang Relate dan Bikin Iri
Terkini
-
Akui Bersalah, Taeil Eks-NCT Dituntut Penjara 7 Tahun atas Kasus Pemerkosaan
-
Pilih Kasih! Jika AFC Fair, Negara Mana yang Seharusnya Jadi Tuan Rumah Ronde Keempat Kualifikasi?
-
ZTE Resmi Rilis Red Magic Tablet 3 Pro, Performa Kelas Flagship dan RAM 24 GB
-
6 Rekomendasi Film Buat Kamu yang Sedang Merasa Gagal, Bikin Bangkit Lagi!
-
Icy Bby oleh Moon Byul: Bandingkan Perasaan Cinta dengan Segarnya Es Krim