Fenomena bullying di Indonesia terjadi bak gunung es, kasus terus terjadi semakin meningkat bukan berkurang. Perundungan atau bullying agaknya masih menghantui berbagai lingkungan, khususnya sekolah.
Terbaru, kasus bullying terjadi di SMPN 19 Tangerang Selatan (Tangsel), Banten, yang ramai disorot publik usai korbannya meninggal dunia.
Siswa berinisial MH (13) yang hanya ingin menimba ilmu di sekolah namun menanggung nestapa. Sejak masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS), ia mengalami bullying hingga harus mendapat penanganan rumah sakit dan berujung meninggal dunia.
Tak bisa dipungkiri, sekolah memang selalu dibayangkan sebagai ruang aman. Sekolah adalah lembaga pendidikan tempat anak dapat belajar, bertumbuh, dan menimba ilmu. Memang sudah seharusnya murid bisa mengenal dunia itu tanpa perlu rasa terancam.
Sekolah memang sudah harusnya dijanjikan sebagai lingkungan yang inklusif, ramah, dan mampu menopang perkembangan setiap murid, apa pun latar belakangnya.
Melihat kasus perundungan yang terjadi di lingkungan sekolah, tentu kita bisa menilai bahwa sekolah yang harusnya menjadi ruang aman justru gagal melindungi hak dasar muridnya. Kasus-kasus terus bertambah, namun tak sedikit sekolah yang nyatanya tidak responsif dalam menangani bullying yang terjadi.
Itulah yang menjadi persoalannya, kita terlalu fokus kepada bagaimana untuk menemukan pelakunnya, tanpa berpikir bahwa terdapat masalah kompleks lainya, sekolah yang digadang-gadang menjadi ruang aman justru tidak bisa menempatkan keamanan emosional sebagai prioritas.
Nyatanya banyak sekolah yang masih tidak mampu menyediakan sistem yang aman untuk korban bullying. Akibatnya, ruang yang seharusnya menjadi tempat paling aman bagi anak justru berubah menjadi ruang menakutkan.
Melihat permasalahan yang terjadi, maka penulis merasa penting untuk membedah masalah bullying bukan hanya dari sisi perilaku, tetapi dari kegagalan sistemik yang membuat kekerasan sosial ini terus berulang.
Duty of Care yang gagal diberlakukan oleh sekolah
Disadur dari nationalcollege, Duty of Care mengacu pada tingkat tanggung jawab suatu organisasi atau individu atau kelompok untuk memastikan keselamatan, kesejahteraan, dan perkembangan orang-orang yang mereka asuh dalam organisasi mereka.
Dari perspektif pendidikan, ini berarti siswa dan kolega yang berada di bawah pengawasan sekolah atau lingkungan pendidikan. Pendidik harus menciptakan lingkungan yang mendukung dan aman di mana siswa dapat berkembang secara sosial, emosional, dan akademis.
Yang menjadi masalah kemudian adalah saat ini sekolah-sekolah di Indonesia gagal untuk memberlakukan prinsip ini, padahal prinsip ini yang paling penting.
Aturan jelas, mekanisme tidak efektif
Dalam bentuk regulasi, pemerintah jelas telah membuat aturan yang konkrit untuk mencegah segala sesuatu bentuk kekerasan yang terjadi.
Pertama, ada UU Perlindungan Anak yang secara tegas menyatakan bahwa setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari segala bentuk kekerasan. Termasuk kekerasan yang dilakukan oleh sesama murid. Artinya, sekalipun pelakunya adalah siswa, tanggung jawab tetap berada pada sekolah sebagai institusi pengawasan.
Kedua, UU Sisdiknas yang tidak hanya mengatur tentang kurikulum atau proses belajar-mengajar, tetapi juga menegaskan bahwa sekolah wajib menyediakan lingkungan yang aman, nyaman, dan mendukung perkembangan peserta didik.
Mekanisme perlindungan yang tidak efektif
Dalam hal ini, berarti masalah yang terbesar adalah bukan ada aturan tetapi pada pedoman dan mekanismenya.
Biasanya permasalahan dalam sekolah yang terjadi adalah SOP anti bullying yang tidak berjalan; korban yang tak tahu harus lapor kemana;orang tua tidak diberi informasi; investigasi tidak independen; dan masih banyak lagi.
Pada kondisi inilah, baru kita dapat menyimpulkan bahwa permasalahan sistematik seperti ini yang menyebabkan korban menjadi sengsara karena bukan hanya tertekan dengan kasus bullying melainkan juga tertindas dengan sistem pendidikan yang tidak tegas.
Setelah menguraikan permasalahan yang terjadi dalam sistem pendidikan, banyaknya kasus Bullying di sekolah terjadi bukan hanya karena pelaku, tetapi karena sistem perlindungan yang tidak berjalan. Walaupun regulasi kita sudah lengkap, yakni, ada UU Perlindungan Anak dan UU Sisdiknas.
Atas dasar itu, sudah jelas mewajibkan sekolah menjamin keamanan murid. Ketika sistematik tidak berjalan dengan efektif, maka ruang aman akan selalu gagal tercipta.
Karena itu, lembaga pendidikan kita memang perlu berbenah. Sekolah harus mampu memastikan mekanisme perlindungan benar-benar berfungsi.
Tak hanya itu, sekolah juga harus memberikan akses pelaporan yang aman, serta menempatkan keselamatan siswa di atas reputasi. Hanya dengan komitmmen dan aksi yang baik, maka sekolah dapat kembali pada tujuan utamanya yakni, menjadi tempat belajar yang aman bagi semua.
Baca Juga
-
Curi Perhatian di Spirit Fingers, Ini Tiga Drama Lain dari Park Ji Hu
-
Ulasan Film Pipeline: Seo In Guk Jadi Tukang Bor Nyentrik yang Bikin Ngakak
-
Ulasan Film Pawn, Perjalanan Haru Jaminan dan Rentenir yang Jadi Keluarga
-
Tolak Pelaku Bullying Masuk Kampus: Siapkah Indonesia Tiru Korea Selatan?
-
Review Film The Cursed: Dead Mans Prey, Kisah Mayat Hidup Pembawa Dendam
Artikel Terkait
-
Seleksi PPPK Tendik Sekolah Rakyat Tahun 2025 Resmi Dibuka: Jadwal dan Penempatan
-
Bullying: Beda Sikap Guru Antar Generasi vs Pendekatan Pendidikan Modern
-
Pungli di Sekolah Negeri: Gejala Sistemik yang Tak Boleh Dianggap Normal
-
Safe Space: Mengapa Penting dan Bagaimana Kita Bisa Menjadi Ruang Aman
-
Perundungan Tak Kasat Mata: Saat Covert Bullying Menghancurkan Tanpa Suara
Kolom
-
Di Balik Gap Usia: Saat Roasting Antar Generasi Dinormalisasi
-
Cancel Culture dan Toxic Call-Out: Edukasi atau Bullying Berkedok Moral?
-
Bupati Tak Menyerah, tapi Sistem Penanganan Bencana Aceh Jelas Kewalahan
-
Bullying Subur Karena Kita Tak Pernah Menciptakan Safe Space, Benarkah?
-
Peran Strategis Sekolah: Ujung Tombak Utama Pencegahan Bullying
Terkini
-
Anne Hathaway Jadi Diva Misterius di Film Mother Mary, Begini Sinopsisnya!
-
Epy Kusnandar Tutup Usia: Ini Riwayat Penyakit yang Mengiringi Kepergiannya
-
Kecewa Imbas Gagal, Malaysia Justru akan Lebih Sakit Jika Berhasil Lolos ke AFC U-17! Kok Bisa?
-
Review Film Riba: Teror Riba yang Merenggut Nyawa Keluarga!
-
Hell's Paradise S2 Tayang Januari 2026, MAPPA Janjikan Aksi Lebih Intens