Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Trismayarni Elen, SE., M.Si
Ilustrasi pertanian

Tanggal 5 Agustus 2020 BPS merilis angka pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II (April-Juni) untuk semua sektor. Secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II ini berada di titik -5,32 (y-on-y).

Angka minus di kuartal II ini menandakan ekonomi kita masuk ke zona merah krisis ekonomi. Kekhawatiran yang muncul adalah bagaimana kondisi ekonomi Indonesia tiga bulan ke depan bahkan hingga akhir tahun 2020. Bahkan prediksi yang ada adalah pintu gerbang resesi ekonomi pun akan terbuka bagi Indonesia.

Dan pada saat bersamaan banyak negara bahkan sudah memasuki masa resesi ekonomi, diantaranya Singapura, Korea Selatan, Hongkong, German, serta Amerika Serikat. Hal ini disebabkan memang sejak masuknya virus covid19, beberapa negara tersebut lebih dulu melakukan tindakan dengan membatasi serta menutup banyak aktifitas warga negaranya termasuk aktifitas bisnis.

Di balik kondisi porak porandanya ekonomi Indonesia juga dunia, ada hal menarik yang perlu kita cermati dari data yang dikeluarkan BPS tanggal 5 Agustus 2020. Meskipun secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi di angka minus 5,32 (y-on-y), namun, secara parsial ada 1 sektor yang seharusnya jadi kabar baik untuk Indonesia, yaitu sektor pertanian, kehutanan dan perikanan.

Kekuatan Bidang Pertanian

Jika dilihat dari Berita Rilis Statistik yang dikeluarkan BPS bahwa sektor pertanian di kuartal II tahun 2020 ini tumbuh sebesar 16,24 (q-to-q), yang memiliki maksud laju pertumbuhan kuartal II tahun 2020 terhadap kuartal I tahun 2020.

Sehingga pada masa pandemi ini dengan pertumbuhan ekonomi yang menukik tajam ke bawah dengan angka -5,32 di kuartal II haruslah dijadikan momentum untuk bangkitnya pertanian Indonesia. Karena terbukti sektor pertanian menunjukan imunitas yang baik bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada masa ini.

Seharusnya ini menjadi kabar baik untuk seluruh elemen masyarakat kita terutama penggerak pengusaha mikro dan kecil kita serta pemerintah, untuk terus memperhatikan perkembangan usaha di sektor pertanian ini dengan memenuhi kebutuhan dan permasalahan petani dalam mengolah lahan-lahan mereka.

Sayangnya, saat ini dari Kementerian Pertanian justru menghilangkan anggaran untuk pembukaan lahan baru untuk mencetak sawah. Meskipun alasan utamanya adalah pengalihan anggaran tersebut untuk penanganan covid19. Padahal ini moment yang tepat bagi pemerintah untuk menggiring anak muda kita untuk turun mengolah lahan pertanian, di saat banyak terjadi PHK dan pengangguran. Dari sisi pengusaha angka PHK bahkan diprediksi bisa tembus di angka 6 juta.

Bangkitkan Kembali Kejayaan Negeri Agragris

Indonesia pernah berjaya di bidang pertanian dengan swasembada berasnya hingga mencapai ketahan pangan yang baik. Sejak zaman kolonial Belanda pun, Indonesia sudah dikenal dengan negeri agraris. Ini menunjukan bahwa Indonesia sesungguhnya mempunyai potensi yang besar untuk pertumbuhan ekonomi di bidang pertanian.

Dengan luas dan suburnya tanah Indonesia, ditambah negara Indonesia yang dikelilingi oleh lautan yang menambah keyakinan betapa kaya Indonesia jika kita lihat dari sisi pertanian dan perikanan. Sehingga sangat mengherankan jika kita harus impor produk-produk hasil pertanian (termasuk perkebunan) dan perikanan (termasuk peternakan).

Seperti garam, jika melihat luasnya lautan kita, sangat mustahil jika produksi garam kita tidak bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri. Harus ada upaya yang kuat dari pemerintah dan seluruh elemen yang terkait untuk kita lepas dari impor kebutuhan pokok masyarakat yang bisa didapat dari hasil lahan pertanian dan perikanan dalam negeri.

Dari sisi pertanian untuk lahan sawah, semakin tahun lahan sawah ini semakin menyusut. Seperti di daerah Karawang yang sejak lama dikenal dengan lumbung padi. Wilayah Karawang banyak beralih fungsi untuk infrastruktur seperti jalan, perumahan hingga pabrik-pabrik industri dengan tanpa pembukaan lahan sawah yang baru, membuat lahan pertanian semakin berkurang, sehingga ketahanan pangan Indonesia menjadi melemah dan membuat alasan pemerintah untuk impor seperti beras.

Kita berharap data BPS kuartal II tahun ini menambah semangat anak-anak muda bangsa ini untuk mau turun lagi ke lahan-lahan pertanian dan perikanan. Kita berharap sarjana-sarjana pertanian kita mampu membuat bibit-bibit yang unggul untuk ditanam di tanah Indonesia.

Selain itu juga menghasilkan pupuk atau pakan yang berkualitas, sehingga kita juga bisa menghentikan impor bibit-bibit pertanian yang ada seperti saat ini, di mana petani kita masih banyak yang menggunakan bibit impor untuk buah dan sayur. Dari sisi peternakan pun kita masih banyak impor seperti dari Australia untuk sapi perah dan penggemukan sapi potong.

Di era teknologi digital ini, semoga semakin banyak sarjana-sarjana kita menemukan inovasi-inovasi teknologi untuk penggarapan lahan pertanian dan juga pengolahannya yang telah banyak dilakukan oleh negara-negara lain, sehingga menambah gairah generasi muda untuk ikut turun ke lahan pertanian serta perikanan.

Tidak ada kata terlambat bagi Indonesia sadar untuk terus membangkitkan sektor pertanian, membuka kembali lahan-lahan pertanian yang mati dan kosong, apalagi dari sisi permintaan konsumsi domestik untuk kebutuhan sehari-hari masih sangat tinggi.

Meskipun dari bisnis kuliner kita digempur dengan makanan-makanan dengan bahan baku modernnya yang berasal dari luar Indonesia, namun tidak melunturkan keinginan mayoritas masyarakat kita untuk tetap mengkonsumsi makanan tradisional dari olahan hasil pertanian dan perikanan, seperti beras, ikan, minyak, sayur mayur, buah-buahan serta telur.

Oleh: Trismayarni Elen S.E., M.Si / Praktisi dan Akademisi Akuntan

Trismayarni Elen, SE., M.Si