Aku menghela nafas dan berpikir panjang.
Hidup aku pertaruhkan lama di rumah ini.
Proses yang panjang aku gali di tempat ini pula.
Rumah juang, tempat aku banyak belajar arti kehidupan.
Di rumah juang, aku bersenda gurau dengan kawan seperjuangan.
Mengadu nasib bersama.
Bertahan hidup bersama.
Menyongsong hidup bersama.
Di rumah juang, aku temukan arti persaudaraan dan persatuan.
Di rumah juang, aku melihat Indonesia mini.
Di rumah juang, aku dapat menyaksikan kejamnya penindasan di negeri ini.
Disinilah aku makin sadar dan merasa masih banyak yang akan aku pelajari.
Sepanjang malam, mendiskusikan negeri tak pernah usai.
Rumah juang kadang menjadi wadah konsolidasi menyusun gerakan.
Menyusun untuk melawan penguasa negeri yang bejat.
Rumah juang, aku tak bisa membayar jasa atas apa yang kau berikan kepadaku.
Aku hanya berharap, engkau tetap kokoh dan terus berada di pihak yang lemah.
Baca Juga
-
Review ASUS Zenbook S16 OLED: Otak Einstein & Bodi Supermodel untuk Profesional
-
Generasi Z, UMKM, dan Era Digital: Kolaborasi yang Bikin Bisnis Naik Level
-
Bung Hatta, Ekonomi Kerakyatan, dan Misi Besar Membangun Kesejahteraan
-
Rengasdengklok: Peristiwa Penting Menuju Kemerdekaan Indonesia
-
Lopi Sandeq: Perahu Runcing yang Menjaga Napas Mandar
Artikel Terkait
Sastra
Terkini
-
Suara Kritis untuk Omnibus Law: Di Balik Janji Manis Ada Kemunduran Hijau
-
Ulasan Novel A Farewell To Arms: Kisah Tentang Perang, Cinta, dan Kesetiaan
-
Manakah Lore yang Lebih Kaya Antara Lord of the Mysteries dan One Piece?
-
Dari Hutan hingga Laut, Bagaimana Kekayaan Biodiversitas Bisa Jadi Sumber Ekonomi Berkelanjutan?
-
Bagaimana Terobosan Ini Bisa Bikin Tenaga Surya Kini Jadi Energi Termurah?