Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Ina Barina
Ilustrasi Jalanan. (Pixabay)

Ada cerita yang belum terselesaikan,

Ada cerita yang belum usai dengan benar,

Namun aku menutupnya rapat dalam ingatan.

Ada cinta yang belum sempat terjalin,

Ada pula rasa yang belum terungkapkan,

Namun aku memilih untuk memendamnya jauh ke dalam relung hati.

Cerita tentang aku dan kamu yang nyaris menjadi kita,

Cintaku padamu yang nyaris terbalaskan, begitu pula dengan cintamu padaku.

Cerita cinta kita yang belum sempat dimulai,

Namun pada akhirnya, ego kita sendirilah yang memilih untuk mengakhiri semuanya.

Cerita tentang kebersamaan yang begitu indah,

Segala warna rasa yang selalu menghiasi hari – hari dulunya,

Segala tawa bahagia hingga menitikkan airmata haru,

Pada akhirnya aku memilih untuk meninggalkan semua itu.

Bukan karena aku tidak lagi cinta,

Bukan pula karena aku lelah untuk setia.

Namun, aku telah tak mampu menghadapi egomu yang terlalu menuntut.

Segalanya harus sejalan dengan apa yang kamu mau, segalanya harus indah untukmu.

Seolah kisah ini hanya milikmu dan aku hanyalah sebuah boneka.

Kesabaranku di setiap kali aku bersamamu, tak pernah lagi kau hargai.

Kau terus saja berbuat semaumu, tanpa peduli bahwa sabarku telah habis.

Kelembutanku di setiap kali kebersamaan kita, justru kau jadikan tombak balik untukku.

Kau terus saja bersikap sekeras yang kau inginkan, tanpa peduli bahwa tangisku telah usai.

Hingga kini, kaupun masih tak mengerti.

Bahwa aku telah melangkah mundur, mengambil simpangan jalan di dekatku.

Bahwa aku telah berhenti menemanimu, aku telah usai dengan tugasku.

Tetaplah saja berjalan dengan lurus, wahai cintaku, pemilik ruang hatiku.

Renungkanlah dirimu dalam rasa sepimu,

Buatlah dirimu mengerti bahwa cinta tak akan pernah sama, cinta akan selalu berbeda.

Bahwa cinta itu milik berdua, bukan hanya milikmu seorang.

Aku melihatmu dari sini, dari kejauhan yang tak pernah mampu engkau ambah.

Aku mendoakan segala yang terbaik untukmu, mengirimnya melalui cahaya bulan yang selalu menemani malammu.

Aku mengajakmu berbicara dengan sajak – sajak tentangmu, melepasnya melalui udara yang selalu mengelilingimu.

Tenanglah cinta, tenanglah pemilik hatiku.

Mungkin kita tak lagi bersama, mungkin kita tak lagi sejalan.

Namun kenangan kita akan selalu terpatri dalam hatiku.

Begitupula rasa kita.

Ina Barina