Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Rico Andreano Fahreza
Ilustrasi Malam Hari Bertabur Salju. (pixabay.com)

Waktu malam hari itu bertaburan salju menjadi saksi kepergian kita berdua yang sangat menyesakkan batin. Kepergianmu menuju pijakan tempat nun jauh demi menggapai kebahagiaan bersama keluargamu. Keluargamu yang begitu menangis menanti kehadiranmu bersama. Akupun tak bisa memaksa untuk terus bersamaku. Kau pergi menjauh dariku demi dekapan keluargamu. Tangis haru yang berlinang membanjiri ragaku.

Aku merasa amat berat melepas kepergianmu. Namun aku tak bisa melepas haru saat kau harus menemui keluargamu yang begitu kau sayangi. Walau sedih bercampur tangisan aku pun harus melepas kepergianmu. Tangisan keluargamu yang menjerit memanggil namamu. Seruan panggilan mereka yang sangat tercinta yang amat bahagia kala kau bertemu langsung dengan mereka.

Kedatanganmu di malam hari menjadi saksi pertemuan kita yang sangat terakhir kalinya. Kau menghantarkan ucapan kepergian tuk bertatap raga dengan keluargamu di kampung. Rumahku menyaksikan kau menghantarkan kalimah kepergian menuju kampung. Suara keluarga yang bergaung amat jauh terasa dekat dalam telingamu. Sangat haru rasanya.

Terucap kata selamat tinggal yang kau hantarkan kepadaku. Melepaskan kepergianmu dalam harapan kau selalu bahagia bersama keluargamu. Kuhantarkan selamat jalan kepadamu yang begitu berarti bagi segala kehidupanku. Aku pun ingin berucap pesan kala kau telah tiba di kampung. Ku harap bisa bertemu jua dengan keluargamu yang sangat kau kasihi dan sayangi dengan setulus jiwa. 

Rico Andreano Fahreza