Mimpi Masa Silam adalah kumpulan cerita pendek terbaik hasil karya Ajip Rosidi (baca: Ayip Rosidi). Lima belas cerita pendek yang ada dalam buku ini, pernah terbit di sejumlah media massa rentang tahun 1950-an sampai dengan 1961. Lima belas cerpen dalam buku ini dikumpulkan oleh Henri Chambert Loir, pakar sastra Indonesia asal Prancis. Bahkan Henri pula yang memberi kata pengantar untuk buku ini.
Mimpi Masa Silam dikumpulkan dari cerita pendek Ajip yang awalnya dimuat di buku Tahun-tahun Kematian, Di Tengah Keluarga, Sebuah Rumah Buat Hari Tua, dan Pertemuan Kembali.
Buku-buku tersebut diterbitkan saat Ajip berusia 13 sampai dengan 20 tahun. Masih sangat muda. Memang Ajip mengawali karier kepengarangan di usia yang masih sangat belia. Ialah 13 tahun.
Di saat teman-temannya masih bermain lari ke sana kemarin, bermain sepak bola, layang-layang, atau gundu, pria kelahiran Jawa Barat ini malah sudah menulis di banyak media bereputasi nasional, bahkan internasional. Isi tulisannya pun bukan main-main. Dia kerap menyoroti perihal sosial kemasyarakatan serta kebudayaan dalam tulisan fiksi maupun nonfiksi yang dianggitnya.
Tidak cuma muatan isi tulisannya yang mengagumkan. Produktivitas Ajip pun menimbulkan decak kagum. Tak heran, di usia belasan, dia sudah punya penghasilan tetap sendiri, berasal dari honorarium berbagai surat kabar maupun majalah.
Cerita pendek karya Ajip dalam Mimpi Masa Silam, mengambil aneka ragam subjek dan latar belakang. Dari lima belas cerita di dalamnya, Ajip menggunakan sudut pandang familier, yakni Aku selaku orang pertama tunggal.
Lima belas cerita pendek di dalam buku ini menyiratkan kesulitan dalam menyelami total atau menyingkap watak juga jiwa orang lain. Misteri kesejatian watak manusia seakan-akan tidak mungkin terungkapkan.
Namun, tokoh-tokoh dalam buku kumpulan ino memiliki kepribadian yang tidak memberontak. Dalam menghadapi ragam kesukaran hidup, mereka tidak mengeluh, sebaliknya sumarah; menghadapi kesusahan dengan tawakal dan berserah.
Tema yang disoroti Ajip memang berasal dari kalangan rakyat Indonesia pada umumnya di era 1950-an yang dirundung kesukaran.
Baca Juga
-
Pelajaran Tekad dari Buku Cerita Anak 'Pippi Gadis Kecil dari Tepi Rel Kereta Api'
-
Cerita-Cerita yang Menghangatkan Hati dalam 'Kado untuk Ayah'
-
Suka Duka Hidup di Masa Pandemi Covid-19, Ulasan Novel 'Khofidah Bukan Covid'
-
Akulturasi Budaya Islam, Jawa, dan Hindu dalam Misteri Hilangnya Luwur Sunan
-
Pelajaran Cinta dan Iman di Negeri Tirai Bambu dalam "Lost in Ningxia"
Artikel Terkait
Ulasan
-
Review Film Pretty Crazy: Romansa Unik Bercampur Tawa dan Misteri Seru!
-
Ulasan Buku Little Birdies, Empat Burung Kecil dan Kakek yang Penyayang
-
Ulasan Novel The Bitter Tea: Hidup Tak Selalu Memberi Pengalaman Pahit
-
Review Film Went Up the Hill: Kala Duka Nggak Pernah Mau Pergi
-
Ulasan Never Have I Ever: Saat Cinta, Budaya dan Kekacauan Jadi Satu Kisah
Terkini
-
Frugal Living Bukan Sekadar Hemat, Tapi Upaya Sederhana untuk Menjaga Bumi
-
Drama Tes DNA Ridwan Kamil Berakhir: Begini Sikap Atalia Praratya Hadapi Badai di Keluarganya
-
Blake Lively Gabung di The Survival List, Jadi Pemain Sekaligus Produser
-
Bank Indonesia Pangkas Suku Bunga: Apa Artinya bagi Kredit dan Investasi?
-
Sinopsis Bakebake, Drama Jepang Terbaru Akari Takaishi dan Tommy Bastow