S. Rukiah, atau kadang disebut S. Rukiah Kertapati, adalah salah satu sastrawan terkemuka di awal Indonesia merdeka. Tulisan-tulisannya, baik fiksi maupun nonfiksi, deras berisi protes maupun kritik terhadap ketimpangan perlakuan terhadap perempuan. Ia juga concern dengan isu-isu sosial kemasyarakatan.
Tulisan-tulisannya kerap mendapat sorotan khalayak, lantaran substansinya yang kuat. Tulisan-tulisannya juga cukup sering memperoleh penghargaan. Umpamanya buku kumpulan puisi dan cerita pendek bertajuk Tandus. Karya ini diganjar hadiah sastra dari Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional tahun 1952. Penghargaan tersebut sekaligus menempatkannya sebagai perempuan pertama Indonesia yang mendapat hadiah bergengsi di bidang kesusastraan dari lembaga terkemuka.
Namun, karena aktivitas Rukiah dalam kepengurusan Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat), yang ditengarai turut serta dalam Peristiwa September Tiga Puluh, nama dan karya-karyanya dilenyapkan dari sejarah kesusastraan Indonesia modern.
Penerbit Ultimus Bandung mencoba mengangkat kembali ketokohan S. Rukiah melalui penerbitan karyatamanya, di antaranya Kejatuhan dan Hati ini.
Novel ini mengambil latar belakang saat pecahnya perang revolusi kemerdekaan. Dini, anak sulung dari dua bersaudara, semuanya perempuan, memutuskan kabur dari rumah. Ia memilih bergabung dengan kaum gerilyawan.
Sebabnya, ibu di rumah selalu mengolok-olok fisik dan perangainya yang dinilai tidak cukup perempuan. Tidak tampak feminin dan luwes macam Lina, adiknya.
Sikap ibu tersebut, membuat Dini bertekad, "Ah, aku tak bercita-cita buat kawin. Siapa yang akan mau kepada perempuan yang sekasar dan seburuk aku ini? Jika Lina mau kawin lebih dulu, kawinlah. Aku cuma mau kawin dengan cita-citaku yang ada di dalam diri." (halaman 7).
Demikianlah. Dini akhirnya hidup bergerilya bersama para pejuang revolusi kemerdekaan. Aneka rupa pengalaman dia dapatkan. Hingga jalinan nasib mencampakkan ia kepada garis yang telah ditentukan laki-laki secara sewenang-wenang: yakni menjadi perempuan "baik-baik" menurut kriteria masyarakat pada umumnya.
Novel ini secara jelas dan tegas menggambarkan perempuan-perempuan keras kepala. Perempuan-perempuan yang tidak ragu menunjukkan pendapat maupun jati dirinya. Namun akhirnya takluk dan terkapar juga di hadapan nilai-nilai patriarkhi.
Novel ini juga merekam pergulatan persoalan antara kaum tua yang mengukuhi nilai-nilai lama dengan golongan muda yang berpikiran terbuka serta progresif.
Baca Juga
-
Pelajaran Tekad dari Buku Cerita Anak 'Pippi Gadis Kecil dari Tepi Rel Kereta Api'
-
Cerita-Cerita yang Menghangatkan Hati dalam 'Kado untuk Ayah'
-
Suka Duka Hidup di Masa Pandemi Covid-19, Ulasan Novel 'Khofidah Bukan Covid'
-
Akulturasi Budaya Islam, Jawa, dan Hindu dalam Misteri Hilangnya Luwur Sunan
-
Pelajaran Cinta dan Iman di Negeri Tirai Bambu dalam "Lost in Ningxia"
Artikel Terkait
-
Ulasan Novel Persona: Kisah Remaja dalam Menghadapi Ekspektasi Sosial
-
Ulasan Buku High Value Woman: Menjadi Perempuan Berprinsip dan Percaya Diri
-
Perspektif Penyakit dan Perawatan dalam Buku "How to Tell When We Will Die"
-
Aboe Bakar PKS Pertanyakan Keberadaan KPK, Novel Baswedan: Mengonfirmasi DPR Lah Otak Pelemahan KPK
-
Ulasan Buku Seni Mewujudkan Mimpi Jadi Kenyataan Karya James Allen
Ulasan
-
Ulasan Novel Persona: Kisah Remaja dalam Menghadapi Ekspektasi Sosial
-
Ulasan Buku High Value Woman: Menjadi Perempuan Berprinsip dan Percaya Diri
-
Perspektif Penyakit dan Perawatan dalam Buku "How to Tell When We Will Die"
-
Ulasan Film Forbidden Dream, Kisah Sejarah Dua Pemimpi Hebat Era Joseon
-
Ulasan Buku Seni Mewujudkan Mimpi Jadi Kenyataan Karya James Allen
Terkini
-
3 Film Korea Bertema Sejarah yang Hadirkan Beragam Kisah Menggugah
-
Ada Pop Ballad, Irene Red Velvet Usung Beragam Genre di Album Like A Flower
-
Kenang Mendiang Aktor Song Jae Rim, Aktris Kim So Eun Tulis Pesan Menyentuh
-
Sehat ala Cinta Laura, 5 Tips Mudah yang Bisa Kamu Tiru!
-
ILLIT Rasakan Debaran Jantung yang Kencang di MV Lagu Terbaru 'Tick-Tack'