Sebagai pembaca buku-buku terbitan Indiva Media Kreasi, sejak penerbit asal Solo ini belum berusia satu tahun, saya merasa amat bergembira manakala membaca Merapi Tak Pernah Ingkar Janji.
Bukan saja karena buku antologi berketebalan 128 halaman ini memuat delapan cerpen pemenang Lomba Menulis PECI 2016, tetapi juga karena tampilan fisik buku yang cantik lagi menarik. Tak ketinggalan, muatan isi buku, tentu saja, yang kian lama kian menawan.
Sekali lagi, saya kenal buku-buku terbitan Indiva sedari mula, dalam hal ini, buku-buku anaknya. Waktu itu, di masa-masa awal, buku-buku anak terbitan Indiva belum memiliki tata letak menarik, ilustrasi (baik cover maupun isi) pun belum terlalu ciamik.
Penting pula disebut, dulu, entah bagaimana, kertas cover buku-buku anak terbitan Indiva, tipis dan gampang sekali menggulung. Lalu pojok-pojok kertas cover juga gampang koyak.
Buku yang ditulis secara keroyokan oleh empat remaja laki-laki dan empat remaja perempuan ini, sudah jauh dari kondisi yang saya tulis tersebut.
Sekarang bicara soal muatan isi cerpen. Membaca cerpen-cerpen karya remaja laki-laki (Rahasia Sepatu Mely, Aku Bukan Penderita Epilepsi, Selamatkan Si Rambut Jingga, Cover Bukan Segalanya) dan karya remaja perempuan (Merapi Tak Pernah Ingkar Janji, Desimal, HP Jadul Ayah, Berkah Hutan Bakau) akan tampak benderang perbedaan keduanya.
Cerpen anggitan remaja laki-laki, dominan muatan petualangan, dibumbui adegan action atau laga. Sedangkan cerpen karya remaja perempuan, kental dengan muatan persahabatan, keluarga, dan kehangatan hubungan personal.
Penyebabnya, tak lain tak bukan, lantaran psikologi laki-laki dan perempuan yang berbeda. Kecenderungan dan topik yang disukai tentu berbeda pula.
Namun, ada satu benang merah yang menghubungkan kedelapan cerpen dalam buku ini, yakni perihal ekologi atau lingkungan hidup. Ada yang lantang bersuara soal flora fauna (Selamatkan Si Rambut Jingga dan Berkah Hutan Bakau), simbiosis mutualisme antar makhluk hidup (Merapi Tak Pernah Ingkar Janji), bijak memanfaatkan barang (Rahasia Sepatu Mely dan HP Jadul Ayah), kepedulian terhadap lingkungan sekitar (Aku Bukan Penderita Epilepsi, Cover Bukan Segalanya, dan Desimal).
Buku Merapi Tak Pernah Ingkar Janji, secara gamblang menunjukkan kepedulian para penulis muda usia terhadap isu-isu lingkungan hidup. Jika yang muda saja tanggap dan peduli, bagaimana dengan orang-orang berusia di atasnya?
Tag
Baca Juga
-
Pelajaran Tekad dari Buku Cerita Anak 'Pippi Gadis Kecil dari Tepi Rel Kereta Api'
-
Cerita-Cerita yang Menghangatkan Hati dalam 'Kado untuk Ayah'
-
Suka Duka Hidup di Masa Pandemi Covid-19, Ulasan Novel 'Khofidah Bukan Covid'
-
Akulturasi Budaya Islam, Jawa, dan Hindu dalam Misteri Hilangnya Luwur Sunan
-
Pelajaran Cinta dan Iman di Negeri Tirai Bambu dalam "Lost in Ningxia"
Artikel Terkait
Ulasan
-
Ulasan Novel Bumi Karya Tere Liye: Dunia Fantasi Tak Cuma Werewolf!
-
Ulasan 1 Kakak 7 Ponakan: Potret Generasi Sandwich yang Terjebak Jadi People Pleaser
-
Ulasan Novel The Last Bookshop: Kekuatan Buku yang Mengubah Hidup dan Takdir
-
Ulasan Novel People Like Us: Kehangatan Hubungan Antar Manusia
-
Serba-Serbi Kisah Cinta dan Nostalgia di Buku Kumpulan Cerpen Jeruk Kristal
Terkini
-
4 Face Mist Panthenol Ampuh Redakan Kulit Kemerahan Akibat Cuaca Panas!
-
Go! oleh Cortis: Raih Mimpi dengan Rasa Percaya Diri dan Energi yang Tinggi
-
Bertemu Kemenko Bapan, GEF SGP Indonesia Perkenalkan Pendekatan Inovatif untuk Ketahanan Pangan
-
Bukan Tentang Ayah, Ini Arti Lagu Usher "Daddy's Home" yang Viral di TikTok
-
Deretan Pemain Termahal Timnas Indonesia Usai Jay Idzes Gabung Sassuolo, Siapa Saja?