Bicara tentang nikmat Tuhan tentu tiada terhingga banyaknya. Rasanya sangat tak mungkin bila kita menghitungnya. Karenanya tak perlu kita sibuk menghitung berapa kenikmatannya, tetapi sibuklah mensyukuri setiap kenikmatan yang beragam tersebut. Bersyukur masih diberi kesehatan, bersyukur masih bisa bekerja, dan seterusnya. Jangan sampai kita menjadi hamba yang melupakan nikmat Tuhan dan enggan mensyukurinya.
Orang yang senantiasa bersyukur, insya Allah akan diberi tambahan kenikmatan oleh-Nya. Sebaliknya, mereka yang tidak pernah mau bersyukur, merasa diri masih kurang dan kurang alias tidak pernah merasa cukup dengan apa yang dimiliki, akan mendapat murka-Nya. Semoga kita semua dijauhkan dari sifat-sifat mengufuri nikmat-Nya.
Ada sebuah penjelasan menarik yang saya peroleh dalam Rubrik Tadabur, Majalah Sabili Nomor 10, Tahun XVIII (6/1/2011). Dalam rubrik yang diasuh oleh DR Mu’inudinillah Basri, MA tersebut dipaparkan ayat Al-Quran Surat an-Nahl ayat 112:
“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dulunya aman lagi tentram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.”
Menurut DR Mu’inudinillah, ayat di atas menerangkan konsep hidup yang indah. Pertama, pandangan orang beriman terhadap Al-Qur’an dan segala aturan, perintah, larangan, dan bimbingan yang ada di dalamnya, sebagai hal yang baik. Ketika orang bertakwa ditanya apa yang Rabb kalian turunkan, yang dimaksud adalah bagaimana pandangan kalian terhadap Al-Qur’an dan isinya? Mereka menjawab, baik. Artinya mereka memandang positif Al-Qur’an dan isinya. Pandangan yang positif ini membuat mereka bergerak untuk mengamalkannya. Maka Allah berkata, “Bagi yang berbuat baik di dunia mendapatkan kebaikan (di dunia).”
Inilah pandangan orang bertakwa, bahwa dalam mengamalkan Al-Qur’an dapat dirasakan manfaatnya di dunia: produktivitas tinggi, optimis, berbahagia dapat berbuat baik, dan membahagiakan orang lain. Orang bertakwa tidak harus menderita atau papa di dunia, melainkan dia mendapatkan kebaikan (halaman 96).
Penting dipahami bersama, bahwa berbuat baik itu adalah salah satu bentuk atau cara kita mensyukuri nikmat-Nya. Misalnya, dengan kesehatan dan harta yang kita miliki, kita berusaha membantu meringankan beban hidup orang lain.
***
Baca Juga
-
Buku Perjalanan ke Langit: Nasihat tentang Pentingnya Mengingat Kematian
-
Ulasan Buku Resep Kaya ala Orang Cina, Cara Menuju Kekayaan yang Berlimpah
-
Ulasan Buku "The Wisdom", Merenungi Kebijaksanaan Hidup
-
Tuhan Selalu Ada Bersama Kita dalam Buku "You Are Not Alone"
-
Ulasan Buku Setengah Jalan, Koleksi Esai Komedi untuk Para Calon Komika
Artikel Terkait
-
Lisa Mariana Dipolisikan, Ini 5 Fakta Terbaru Kasusnya dengan Ridwan Kamil
-
Balik ke Setelan Awal, Lisa Mariana Ternyata Sudah Punya Badan Berisi dari Dulu
-
Bedah Skema Judi Online di Balik Film China "No More Bets"
-
Ngakunya Cuma Sama Ridwan Kamil, Viral Lagi Video Lisa Mariana Sebut Pernah Nikah Siri
-
Ulasan Series 'Bad Guys': Saat Polisi Kerja Bareng Penjahat Lawan Penjahat
Ulasan
-
Ulasan Novel 1984: Distopia yang Semakin Relevan di Dunia Modern
-
Ulasan Novel Harga Teman: Ketika Hasil Kerja Tidak di Hargai oleh Klien
-
Review Film Warfare: Tunjukkan Perang dan Kekacauan dengan Utuh serta Jujur
-
Hidup dalam Empati, Gaya Hidup Reflektif dari Azimah: Derita Gadis Aleppo
-
KH. Hasyim Asy'ari: Tak Banyak Tercatat, Tapi Abadi di Hati Umat
Terkini
-
Asnawi Mangkualam Perkuat ASEAN All Stars, Erick Thohir Singgung Kluivert
-
Cinta dalam Balutan Hanbok, 4 Upcoming Drama Historical-Romance Tahun 2025
-
Emansipasi Tanpa Harus Menyerupai Laki-Laki
-
Stray Kids Raih Sertifikasi Gold Keempat di Prancis Lewat Album HOP
-
ASTRO & Friends 'Moon' Ungkapan Cinta dan Kerinduan untuk Mendiang Moonbin