Pertarungan adalah novel Hanna Rambe yang pernah dimuat sebagi cerita bersambung di koran Suara Pembaruan, 1995. Setelah habis masa pemuatannya, Hanna mencoba mengirimkan naskah ini ke penerbit. Namun upayanya itu gagal. Sebab karya ini tidak mengandung adegan ranjang, tidak menampilkan hantu. Pendek kata, muatan novel ini tidak sesuai selera pasar sehingga tidak marketable. Barulah di tahun 2002, penerbit Indonesia Tera berkenan menerbitkan novel ekologi ini.
Secara ringkas, novel Pertarungan menceritakan kehidupan orang-orang di kawasan Sumatra Selatan. Adalah Agus, pegawai pemerintah yang dengan akses dan kewenangannya justru menipu Suku Cici, penghuni belantara, untuk membantunya meracun gajah-gajah. Agus butuh gading gajah untuk dijual guna membiayai perkawinannya.
Di sisi lain, ada Teja Sumirat, biasa dipanggil Ted, berasal dari keluarga konglomerat ibukota. Sikapnya selalu seenaknya sendiri, termasuk dalam memperlakukan orang lain hingga mengakitkan kematian.
Bersama kawan-kawan borjuisnya, Ted masuk hutan, hendak memburu gajah, semata-mata untuk berfoto di atas bangkainya saja. Manfaatnya? Hanya agar terlihat keren. Itu saja alasan snobisnya!
Sama seperti Agus, dalam melancarkan aksinya, Ted dan kawan-kawan menjalankan berbagai keburukan. Rangkaian keburukan keburukan dua pihak tersebut justru menjelma bumerang yang menghancurkan mereka sendiri dan merusak lingkungan, macam kebakaran hutan, serangan satwa ke penduduk tak bersalah.
Novel ini menggambarkan betapa rendah penghargaan manusia modern terhadap hutan dan lingkungan hidup. Betapa mindset manusia kapitalis yang tamak senantiasa berpikir dan berupaya bagaimana cara mengeksploitasi kekayaan alam sebanyak-banyaknya demi kemakmuran mereka? Demi dahaga uang yang tak kunjung habis!
Gerson Poyk, sastrawan ternama Indonesia, menyebutkan bahwa novel ini dengan gamblang menunjukkan pertarungan antara kaum biofilis (pecinta kehidupan) versus kaum nekrofilis (pecinta kematian). Jika kaum biofilis jumlahnya sedikit, demikian pula kemampuan finansialnya, kaum nekrofilis jumlahnya terus bertambah. Sama halnya dukungan materi yang tak habis-habis. Membuat pertarungan tak seimbang dan sudah dapat ditebak siapa pemenangnya.
Isi novel ini adalah gambaran lengkap dan asli tentang akibat nyata dari keserakahan manusia dalam mengeksploitasi habis-habisan hutan beserta lingkungan hidup lain. Membacanya, melahirkan perasaan miris lagi tragis.
Baca Juga
-
Pelajaran Tekad dari Buku Cerita Anak 'Pippi Gadis Kecil dari Tepi Rel Kereta Api'
-
Cerita-Cerita yang Menghangatkan Hati dalam 'Kado untuk Ayah'
-
Suka Duka Hidup di Masa Pandemi Covid-19, Ulasan Novel 'Khofidah Bukan Covid'
-
Akulturasi Budaya Islam, Jawa, dan Hindu dalam Misteri Hilangnya Luwur Sunan
-
Pelajaran Cinta dan Iman di Negeri Tirai Bambu dalam "Lost in Ningxia"
Artikel Terkait
-
Kisah Perempuan di antara Dunia Modern dan Tradisional dalam Novel Pengakuan Pariyem
-
4 Cara Membuat Tokoh Lain Lebih Hidup dalam Novel, Jangan Hanya Tokoh Utama
-
Berbagai Upaya Bersama Jaga Kelestarian Ekologi di Kepulauan Seribu
-
Apa Itu Henipavirus? Virus Baru Mulai Merebak di China
-
Billa BungSulung: Sensasi Rasa Liburan Tak Biasa
Ulasan
-
Kala Film The Conjuring: Last Rites, Mengemas Lebih Dalam Arti Kehilangan
-
Review Film The Conjuring: Last Rites, Penutup Seri Horor yang Menyeramkan!
-
Ulasan Novel Three Sisters: Perempuan di Pasca-Revolusi Kebudayaan Tiongkok
-
Ulasan Novel The Friend Zone: Pilihan Sulit Antara Cinta dan Mimpi
-
Ulasan Novel Bedebah di Ujung Tanduk: Titik Balik Dunia Shadow Economy!
Terkini
-
Animasi Lokal Makin Gahar: Selain Panji Tengkorak, Film-film Ini Juga Bikin Bangga
-
Influencer vs DPR: Aksi Nyata 17+8 Tuntutan Rakyat di Era Digital
-
Rekap Wakil ASEAN di Matchday Pertama Kualifikasi AFC U-23, Hanya 3 Tim yang Berjaya!
-
CEO MotoGP Enggan Hentikan Marc Marquez yang Dianggap 'Terlalu Mendominasi'
-
Nasdem Minta Gaji-Tunjangan Sahroni dan Nafa Dibekukan, Warganet Anggap Belum Cukup