Surat Kopi adalah buku kumpulan puisi yang ditulis oleh Joko Pinurbo. Puisi-puisi yang dituliskan oleh penyair yang akrab disapa Pak Jokpin ini terangkum dalam dalam buku yang lumayan ringkas, tidak seperti buku kumpulan puisi beliau lainnya.
Ada lebih dari 100 puisi yang ada dalam 180 halaman Surat Kopi ini. Semuanya adalah kumpulan cuitan di media sosial X atau Twitter selama kurun waktu 2012-2014.
Ada banyak tema yang diusung dalam buku ini. Seperti kehidupan seorang penyair yang sarat akan pergolakan rasa hingga mereka yang rela hidup demi menyuarakan kebenaran tanpa adanya pamrih berupa status maupun materi.
Salah satunya adalah yang berjudul 'Obat Gila' berikut.
Di musim yang rusuh ini
kota dan kita rentan bencana.
kau dan aku rentan gila
Minumlah puisi serindu sekali.
Dalam puisi ini, Pak Jokpin sepertinya memberitahukan kepada pembaca bahwa puisi terkadang adalah salah satu obat yang bisa memperbaiki suasana hati yang semrawut. Puisi-puisi yang dituliskan oleh beliau begitu sederhana tapi ngena.
Tidak perlu menggunakan kata-kata yang sulit maupun gaya bahasa yang rumit. Dengan kalimat sehari-hari pun, Pak Jokpin membuktikan bahwa keindahan puisi tetap bisa dinikmati dengan cara yang sederhana.
Sebagaimana puisi dalam Surat Kopi ini. Puisinya kebanyakan hanya terdiri dari satu bait. Bahkan ada pula yang hanya terdiri atas dua baris. Seperti puisi berjudul 'Kesedihan dan Kebahagiaan' berikut.
Kesedihan dapat digunakan
untuk menggarisbawahi kebahagiaan.
Selain itu , ada pula puisi-puisi tentang para pekerja yang mau tidak mau harus membanting tulang demi mencari nafkah. Tapi cara mengemas puisi ala Pak Jokpin memang kadang bikin nyengir dan senyum-senyum sendiri. Seperti puisi berikut.
Tuhan menciptakan pegal
di punggungmu di hari Sabtu,
menjadikannya linu di hari Minggu,
dan menyembuhkannya di hari Rindu.
Lantas, mengapa judulnya Surat Kopi? Selain karena banyaknya puisi yang bertemakan kopi, puisi-puisi ini juga selayaknya kopi yang hangat dan nikmat dicecap sedikit demi sedikit. Kombinasi antara suasana manis dan pahitnya hidup. Persis dari rasa secangkir kopi.
Baca Juga
-
Ulasan Buku Timeboxing: Atur Waktu di Era Digital Biar Hidup Nggak Chaos
-
Ironi Kasus Keracunan Massal: Ketika Petinggi Badan Gizi Nasional Bukan Ahlinya
-
Harga Buku Mahal, Literasi Kian Tertinggal: Alasan Pajak Buku Perlu Subsidi
-
Public Speaking yang Gagal, Blunder yang Fatal: Menyoal Lidah Para Pejabat
-
Headline, Hoaks, dan Pengalihan Isu: Potret Demokrasi tanpa Literasi
Artikel Terkait
-
Ulasan Buku Jangan Mati Sebelum Berguna, Perempuan dan Suara Perlawanannya
-
Ulasan Kumpulan Puisi Ada Nama yang Abadi di Hati tapi Tak Bisa Dinikahi
-
Ulasan Kumpulan Puisi 'Buku Latihan Tidur', Karya Joko Pinurbo
-
Ulasan Buku Perjamuan Khong Guan, Sindiran Satir dari Toples Biskuit Kaleng
-
Pameran Budaya Tiongkok Bertema Puisi di Jakarta, Pakai Bahasa Mandarin Juga Gak Ya?
Ulasan
-
Mengurai Masalah Islam Kontemporer Lewat Buku Karya Tohir Bawazir
-
Ulasan Novel Beside You: Takdir sebagai Pemeran Pengganti
-
Mercusuar Cafe & Resto: Pesona Kastil Iblis Cocok untuk Pencinta Gotik!
-
Reality Show Paling Gila, Adu Nyawa Demi Rating dalam Film The Running Man
-
Lafayette Coffee & Eatery: Nongkrong Cantik ala Princess Dubai di Malang!
Terkini
-
Menghidupkan Makna Pendidik Melalui Pengalaman Guru Gen Z Salah Berlabuh
-
Bintang Kebaikan di Hari Senin: Menyemai Karakter dengan Apresiasi
-
Lebih dari Sekadar Mengajar: Menjadi Teladan Hidup
-
Jangan Lewatkan! The Conjuring: Last Rites Tayang di HBO Max 21 November
-
Ada Tom Holland dan Anne Hathaway, Intip Preview Terbaru Film The Odyssey