Sebagai penulis yang selalu dan tetap belajar menulis, saya suka membaca buku yang pernah memenangkan suatu lomba literasi. Karena katanya, tulisan kita akan seperti buku pernah dibaca sehingga saya berharap dari membaca karya pemenang, tulisan saya bisa semakin baik.
“Rencana Besar untuk Mati dengan Tenang” karangan Wisnu Suryaning Adji adalah salah satunya. Buku 268 halaman terbitan Bentang Pustaka ini terpilih menjadi pemenang unggulan Sayembara Novel DKJ 2019.
“Rencana Besar untuk Mati dengan Tenang” mengusung genre sejarah dan latar tragedi 1965. Ada kejadian kelam yang terjadi pada suatu keluarga dan menyisakan luka yang mendalam.
Terkadang, di balik tangguhnya seseorang akibat ujian kehidupan yang dijalaninya, ada trauma yang tersisa dan tak bisa sembuh.
Buku ini mengingatkan saya bahwa jangan ragu untuk meminta bantuan psikolog/psikiater. Karena selayaknya tubuh yang sakit dan membutuhkan obat, jiwa dan mental yang sakit juga membutuhkan obatnya.
Dalam novel ini dikisahkan jiwa sang istri sang tokoh meninggal dalam tragedi tersebut, meski raganya masih hidup.
Hal ini membuatnya tertekan karena memendam perasaan yang begitu membebani jiwanya. Karakter khas orang Tionghoa ini mengingatkan saya pada diri sendiri karena terkadang saya juga sulit untuk mengekspresikan perasaan. Meskipun dalam beberapa bagian tentunya tidak sama persis.
Sifat tertutup, diamnya, dan tidak pernah menunjukkan emosi, selama bertahun-tahun akhirnya membuatnya kewalahan. Ia pun sudah merasa tidak tahan dan ingin sekali cepat mati. Cepat menyusul istrinya.
Kutipan favorit saya dalam buku ini adalah "Kita butuh alasan-alasan, bahkan kadang dikarang-karang, utk menjelaskan, bukan semata kebenaran," hal 197.
Dimana dalam banyak kesempatan alasan itu selalu dibuat-buat demi menghibur diri saat fakta terlalu menyakitkan.
Kondisi mental yang dialaminya membuat sang tokoh sadar ia tidak akan bisa hadir sepenuhnya untuk anak-anaknya. Ada banyak rahasia yang tersimpan sehingga mereka tidak pernah bisa mengenal siapa ayahnya.
Emosi negatif yang dirasakan tokoh ini membuat saya muak. Karena saya tidak suka dengan karakter yang seperti ini. Mental yang butuh ‘diobati’ juga akan menyakiti mental yang lain, baik sadar maupun tidak sadar. Jadi keadaan ini tentu tidak baik bagi anggota keluarganya yang lain yang mungkin terdampak dari rasa tertekan ini.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Isu Diskriminatif di Balik Film Jepang 'Sweet Bean'
-
Bukan Sekadar Berpesta, Ini Kekonyolan Masa Muda di BIGBANG We Like 2 Party
-
Kontras dengan Judulnya, Ini Kisah Patah Hati di Lagu Key SHINee 'Easy'
-
Hampers Tidak Wajib, Tapi Jangan Ajak Orang Lain Stop Kirim Hadiah Lebaran
-
Lebaran Penuh Kepalsuan, saat Momen Suci Berubah Menjadi Tekanan Tahunan
Artikel Terkait
-
Novel Homicide and Halo-Halo: Misteri Pembunuhan Juri Kontes Kecantikan
-
Ulasan Novel Dunia Sophie: Memahami Filsafat dengan Sederhana
-
Review Novel A Scandal in Scarlet: Acara Lelang yang Berujung Tragedi Mengerikan
-
Ulasan Novel Drupadi: Rekonstruksi Mahabharata dan Citra Istri Lima Pandawa
-
Ulasan Novel Animal Farm karya George Orwell: Revolusi Menjadi Tirani
Ulasan
-
Novel Homicide and Halo-Halo: Misteri Pembunuhan Juri Kontes Kecantikan
-
Ulasan Novel Dunia Sophie: Memahami Filsafat dengan Sederhana
-
Review Film Kuyang: Sekutu Iblis yang Selalu Mengintai, dari Ritual Mistis sampai Jumpscare Kejam
-
Review Novel A Scandal in Scarlet: Acara Lelang yang Berujung Tragedi Mengerikan
-
Review Jumbo: Cara Menghadapi Kehilangan dan Belajar Mendengarkan Orang Lain
Terkini
-
Generasi Unggul: Warisan Ki Hajar Dewantara, Mimpi Indonesia Emas 2045?
-
Resmi! Spider-Man: Brand New Day Rilis 2026, Siapa Saja yang akan Muncul?
-
4 Facial Wash dengan Kandungan Probiotik, Jaga Keseimbangan Skin Barrier!
-
Kai EXO Siap Sambut Musim Panas di Teaser Video Musik Lagu 'Adult Swim'
-
Real Madrid Babak Belur Demi Final Copa del Rey, Carlo Ancelotti Buka Suara