Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Athar Farha
Foto Film Her (Rotten Tomatoes)

"Her," sebuah karya sinematik yang menggoda indera, yang mana ia pun seakan-akan sebagai manifestasi keindahan dan kompleksitas dalam menghadapi era teknologi. Disutradarai oleh Spike Jonze dan rilis 12 Maret 2024 di bioskop Indonesia. “Her” menjadi kisah yang begitu relevan di masa sekarang. 

Filmnya menggambarkan kisah cinta yang nggak konvensional. Tentang Theodore Twombly, seorang penulis surat cinta yang kesepian, dan hidup di masa depan di sebuah kota kecil, yang pada kala itu, setiap sekat kehidupan telah terhubung digital. Saat mengenal sistem kecerdasan buatan bernama Samantha, Theodore menemukan cinta yang unik dan mendalam. Samantha berkembang menjadi entitas sadar, yang suka menggugah pertanyaan mendalam tentang hubungan manusia dan teknologi. Dalam perjalanan penuh emosi, Theodore mengeksplorasi makna cinta, kesepian, dan identitas dalam era yang semakin terkoneksi.

Ulasan:

Prestasi film ini terpancar dari kilauan penghargaan. Dalam ajang Academy Awards, "Her" meraih tiga nominasi, dengan kemenangan gemilang dalam kategori Best Original Screenplay untuk Spike Jonze. Golden Globe dan BAFTA juga menghampiri, dan mengakui kehebatan naskah asli film ini. Keberhasilan teknis seperti produksi desain dan musik asli menjadi poin tambahan dalam daftar prestasi film ini.

"Her" nggak hanya sekadar naratif linier. Lebih dari itu, film ini merangkum poin-poin sentral yang mendalami hubungan manusia dengan teknologi, menciptakan suatu bentangan kultural yang mendalam. Dengan kecerdikan, Spike Jonze mengajak penontonnya merenung tentang dampak perubahan teknologi pada dinamika sosial dan personal.

Arcade Fire, dengan scoring musiknya yang menawan, memberikan "Her" momen yang nggak terlupakan. Melalui melodi dan harmoni, musik ini nggak hanya menghiasi setiap adegan, tetapi juga menyampaikan latar emosional dan filosofis yang mendalam. Atmosfer futuristik film ini juga terasa lebih dalam dan lebih puitis, berkat kehadiran musiknya yang sempurna.

Dalam ranah akting, Joaquin Phoenix membuktikan dirinya sebagai aktor yang mampu membawa karakter ke dimensi yang lebih tinggi. Dalam perannya sebagai Theodore Twombly, Phoenix memainkan peran dengan begitu tulus, membawa kompleksitas dan emosi karakternya ke permukaan. Suara Scarlett Johansson yang mengisi karakter Samantha—sistem kecerdasan buatan—berhasil memberikan dimensi emosional yang menyentuh. Keterlibatan keduanya menciptakan keharmonisan yang menggugah perasaan.

Belum lagi terkait warna merah, yang mendominasi palet visual "Her”. Ini menjadi elemen simbolik yang nggak terelakkan. Dalam set yang sebagian besar futuristik dan steril, warna merah menciptakan kontras yang menonjol. Lebih dari sekadar estetika, warna ini memainkan peran penting dalam menyampaikan makna, melambangkan keintiman, hubungan, dan juga mencerminkan keterhubungan manusia dengan teknologi. Dengan penuh keahlian, Spike Jonze memanfaatkan warna ini untuk menangkap perasaan dan nuansa di setiap adegan, sehingga memberikan kehidupan pada cerita yang dipenuhi emosi.

"Her" bukanlah sekadar film; ia adalah perjalanan emosional dan intelektual. Menggali makna kehidupan manusia dan hubungannya dengan teknologi, Spike Jonze menciptakan karya seni yang memotret kemanusiaan dengan jelas dan rinci. Film ini menantang ‘diriku’ untuk merenung tentang kompleksitas cinta, kesepian, dan identitas di dalam dunia yang semakin terhubung secara digital. Dengan perpaduan cerdas antara narasi, musik, akting, dan desain visual, "Her" tetap berdiri sebagai sebuah karya yang abadi dalam ‘panteon’ film modern. Skor dariku: 9,8/10. Cobalah kalian tonton, setidaknya sekali seumur hidup. 

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Athar Farha