Dalam seri cerita kenangan Sekayu, Nh. Dini mengungkapkan betapa tidak enak menjadi anak-anak, karena tidak bisa berbuat sekehendak hati. Semuanya dilarang, apa-apa serba diatur, oleh orang dewasa.
Sementara orang dewasa, terutama laki-laki, merasa berhak berlaku apa saja. Dalihnya: karena mereka sudah besar. Sudah bisa berpikir panjang dan bertanggung jawab atas hidup mereka sendiri.
Benarkah? Kumpulan cerita anak Taman Tanpa Aturan justru menunjukkan sebaliknya: orang dewasa—yang pernah menjadi anak-anak—telah berubah menjadi sosok egois, kaku, dan menjemukan. Mereka suka mengatur orang lain, tapi juga getol melanggar aturan buatan sendiri. Kontradiktif bukan?
Celakanya, perbuatan orang dewasa tidak jarang malah merusak tatanan hidup dan merugikan banyak orang.
Buku berisi dua lusin cerita ini merekam sebagian sikap tersebut. Dalam cerita Di Kota Itu Tak Ada Lagi yang Gratis, tergambar kesewenang-wenangan pemimpin yang memandang dan memperlakukan segala sesuatu dari perspektif komersial. Berbuat apa pun, selalu dikenai tarif, sebab, “... segala hal yang gratis itu tidak terlalu baik.” (halaman 3).
Maka, “Segala hal telah memiliki harga yang harus dibayar. Menyapa tetangga harganya 10 sen, membalas sapaan tetangga harganya 5 sen, jalan-jalan sore harganya 15 sen, tidak melakukan apa-apa harganya 100 sen, dan lain-lain.” (halaman 1).
Kritik mengenai komersialisasi segala sesuatu, termasuk menjual kesedihan orang lain, juga tergambar dalam cerita Cendera Mata Air Mata (halaman 24-25).
Dalam Perang Hebat Dua Negara, digambarkan betapa nafsu syahwat untuk berkuasa, mengangkangi sebanyak mungkin jengkal tanah di Bumi, membuat pemimpin (baca: laki-laki) gelap mata. Dalihnya, perdamaian di muka Bumi tidak akan pernah tercapai, jika masih ada negara selain negaranya sendiri (halaman 56).
Dengan dalih itu, pemimpin justru menitahkan menyerang negara lain dengan tank, pesawat jet tempur, dan para tentara yang selalu menenteng senjata.
Kendati merugikan dan melanggar hak hidup orang banyak, sering kali, orang dewasa dihinggapi kejumawaan. Mereka mendaku paling besar, paling benar, sehingga emoh mendengarkan pendapat orang lain (baca Sepasang Telinga yang Mencoba Kabur, halaman 10-11).
Pun merasa sok moralis, sehingga melarang penggunaan kata-kata kasar dalam segala bentuk percakapan, entah lisan maupun tulisan (Kota yang Melarang Kata-Kata Kasar, halaman 44-46).
Walaupun banyak memuat kritik untuk orang dewasa, jangan dikira isi buku ini disajikan dengan pilihan kata dan teknik cerita yang berat.
Sebaliknya, pengarang menghadirkan cerita anggitannya secara jenaka, imajinatif, tampak main-main, dan jauh dari kesan menggurui (karena tidak ada simpul nasihat secara verbal).
Pun cerita-cerita dalam buku ini memuat perlawanan terhadap dominasi orang dewasa lewat cara yang simpel sekaligus mengena.
Sebut sebagai contoh, perlawanan gadis kecil terhadap aturan komersialisasi segala sesuatu (Di Kota Itu Tak Ada Lagi yang Gratis) dengan cara mengizinkan orang-orang mengelus-elus kucing peliharaannya, gratis!
Atau anak-anak yang dipaksa menjadi ‘martir’ untuk melawan negara tetangga, justru saling berkenalan dan bermain bersama dengan lawan di medang perang (Perang Hebat Dua Negara).
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Pelajaran Tekad dari Buku Cerita Anak 'Pippi Gadis Kecil dari Tepi Rel Kereta Api'
-
Cerita-Cerita yang Menghangatkan Hati dalam 'Kado untuk Ayah'
-
Suka Duka Hidup di Masa Pandemi Covid-19, Ulasan Novel 'Khofidah Bukan Covid'
-
Akulturasi Budaya Islam, Jawa, dan Hindu dalam Misteri Hilangnya Luwur Sunan
-
Pelajaran Cinta dan Iman di Negeri Tirai Bambu dalam "Lost in Ningxia"
Artikel Terkait
-
Tagar 'Kabur Aja Dulu' Trending, Anak Muda Mau Pindah ke Mana?
-
Tips Kasih Nama ala Dukcapil, Panjangnya Nama Anak Mahalini dan Rizky Febian Jadi Omongan
-
Beda Cara Syahrini vs Nagita Slavina Pakai Tas Branded saat Momong Anak, Ada yang Sengaja Taruh di Stroller?
-
Ulasan Buku Bad Habits, Kebiasaan Buruk Gen Z yang sering Dinormalisasi
-
Profil Fahmi Bachmid: Pengacara yang Jaga Anak Nikita Mirzani, Telaten Temani Nyalon
Ulasan
-
Ulasan Novel Aroma Karsa, Menjelajahi Isi Dunia Melalui Aroma
-
Ulasan Novel Sagaras: Petualangan Ali dalam Melawan Ksatria Sagaras
-
Review I'm Not a Robot: Saat Captcha Bikin Kita Ragu, Aku Manusia atau Bot?
-
Review Anime Baki, Pertempuran Tak Berujung Demi Menjadi yang Terkuat
-
Ulasan Buku Bad Habits, Kebiasaan Buruk Gen Z yang sering Dinormalisasi
Terkini
-
Hendery Balik Kampung, WayV Sukses Gelar Konser 'On The Way' di Macau
-
Tagar 'Kabur Aja Dulu' Trending, Anak Muda Mau Pindah ke Mana?
-
Piala Asia U-20: Laga Lawan Uzbekistan dan Capaian Shin Tae-yong yang Terus Membayangi
-
Lagu SEVENTEEN BSS CBZ (Prime Time): Anthem 2025 untuk Merayakan Masa Muda
-
Pecco Bagnaia: Marc Marquez Kompetitif dan Paling Siap Jalani MotoGP 2025