Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Budi Prathama
Potret tradisi Parrawana. (Instagram/@timurnusantara)

Mungkin masih ada yang belum tahu suku Mandar. Namun, suku ini juga dikenal sebagai suku yang cukup berani, utamanya sebelum kemerdekaan Indonesia. Suku Mandar merupakan kelompok etnis yang menempati wilayah Sulawesi Barat (Sulbar). 

Suku ini dulunya tergabung dalam suku-suku utama di Sulawesi Selatan seperti Bugis, Makassar, dan Toraja. Setelah provinsi Sulawesi Barat terbentuk pada tahun 2004 silam, suku ini menjadi entitas tersendiri di Sulawesi Barat. Tetapi, orang-orang suku Mandar kini sudah banyak tersebar di berbagai daerah yang ada di Indonesia, termasuk di pulau Kalimantan. 

Suku Mandar memiliki beragam budaya yang selalu menjadi bagian dari kehidupannya. Suku ini memiliki pengetahuan yang diwariskan secara turun temurun karena tanah mereka sulit untuk bercocok tanah. 

Dari berbagai sumber disebutkan bahwa Suku Mandar lahir pada abad ke-16. Pada waktu itu ada istilah ‘persekutuan’ antara tujuh kerajaan pesisir dan tujuh kerajaan di daratan. Sehingga konferensi ke-14 kerajaan (Pitu Ba-bana Binanga Pitu Ulunna Salu) bisa melahirkan suku Mandar. 

Suka Mandar kerap dideskripsikan sebagai orang yang rendah hatinya tinggi, mudah tersinggung, sopan, mudah cemburu, memegang penuh tradisi, berkuasa, menghargai tamu, pemberani, dan sering memilih titik strategis dalam peperangan. 

Seiring perkembangan zaman, suku ini masih memegang teguh prinsip hidup dan berbagai budaya dari nenek moyang mereka. Walaupun, tak sedikit pula sudah ada beberapa tradisi yang mulai memudar. Terlepas dari itu, berikut ini setidaknya ada enam tradisi unik dari suku Mandar di Sulawesi Barat yang hingga kini masih dijunjung tinggi. 

Kalindaqdaq

Kalindaqdaq. (Instagram/@asharynaim)

Kalindaqdaq salah satu kesenian tradisional yang dilakukan oleh masyarakat Mandar di Sulawesi Barat. Kalindaqdaq merupakan sastra lisan (bisa dibilang semacam puisi namun memakai syair bahasa Mandar) yang kerap diimplementasikan pada acara pernikahan, acara akikah hingga khataman al-Qur’an. 

Umumnya, para Pakkalindaqdaq (sebutan untuk orang yang berpuisi kalindaqdaq) dilakukan di depan kuda pada acara/tradisi Totamma’. Mereka pun akan berpantun dengan syair Kalindaqdaq berbalas kata, dengan nada dan tempo suara yang mendayu-dayu. 

Biasanya Kalindaqdaq disampaikan berupa sindiran-sindiran yang bisa membuat lawan secara tertegun. Kalindaqdaq juga bernuansa sebagai puisi, rayuan kepada qanita, dan bahkan terkadang juga berisikan motivasi atau semangat kepada pejuang dalam perebutan wilayah kekuasaan para raja di tanah Mandar pada masanya. 

Sayyang Pattu’di (Kuda Menari)

Sayyang Pattu'du. (Instagram/@andhy_photoart)

Sayyang Pattu’du atau kuda menari adalah sebuah tradisi suku Mandar di Sulawesi Barat yang menyelaraskan antara agama dan budaya lokal. Dalam bahasa Mandar, ‘Sayyang’ berarti kuda, dan ‘Pattu’du’ berarti menari. 

Disebut kuda menari, karena ketika diiringi musik rebana, kuda yang sudah terlatih dan ditunggangi pun akan menghentak-hentakkan kaki dan mengangguk-anggukan kepalanya. Bahkan, sesekali kuda tersebut mengangkat setengah badannya ke udara. 

Tradisi Sayyang Pattu’du ini sering meramaikan untuk acara pernikahan, perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, penyambutan tamu-tamu pejabat, dan dilaksanakan sebagai bentuk penghargaan khususnya anak-anak yang sudah khatam al-Qur’an 30 Juz. 

Budaya ini masih terus dilestarikan pada berbagai daerah di Sulawesi Barat, dan dalam perayaannya pun selalu mengundang kemeriahan dan nuansa harmonis di antara masyarakat. Bahkan, ketika perayaan Sayyang Pattu’du, banyak orang-orang di luar Sulawesi Barat datang bertandang hanya untuk melihat pertunjukkan Sayyang Patt’du.  

Parrawana (Rebana)

Parrawana. (Instagram/@timurnusantara)

Parrawana (rebana) adalah jenis pertunjukan musik tradisional yang ada di Mandar sejak masuknya Islam di tanah Mandar. Permainan rebana ini biasa ditampilkan pada acara keagamaan seperti mengiringi peserta khataman baca al-Qur’an pada tradisi Sayyang Pattu’du dan juga digunakan untuk mengiringi pengantin. 

Dalam tradisi Sayyang Pattu’du, Parrawana menjadi hal melekat pada acara tersebut. Dengan musik rebana yang dimainkan, maka kuda pun menari mengiringi musik rebana tersebut. 

Parrawana tidak hanya dimainkan oleh kelompok laki-laki, tetapi juga ada kelompok perempuan yang memainkan rebana, hingga disebut dalam bahasa Mandar ‘Parrawana Towaine’ dengan memakai kostum pakaian adat Mandar. 

Perahu Sandeq

Perahu Sandeq. (Instagram/@irfan_mrpunk)

Perahu Sandeq memang cukup terkenal sebagai tradisi yang ada di suku Mandar Sulawesi Barat, bahkan tradisi ini kerap kali dijadikan sebagai ajang festival setiap tahunnya. Perahu Sandeq merupakan perahu layar tradisional khas Mandar yang sejak dulu digunakan untuk melaut. 

Perahu ini salah satu jenis perahu tanpa mesin yang bisa berlayar dengan kecepatan tinggi. Bentuknya memiliki ciri khas yang runcing dan ramping. Bentuknya yang ramping itulah sehingga membuat perahu tradisional ini bisa berlayar dengan cepat dengan menggunakan tenaga angin. 

Orang Mandar dikenal sebagai pelaut ulung yang bisa melintasi berbagai Samudra menggunakan Perahu Sandeq. Hal inilah yang menjadikan Sandeq merupakan entitas dari suku Mandar yang patut terus untuk dilestarikan. 

Passayang-Sayang

Passayang-Sayang. (Instagram/@sekarchamdi)

Passayang-sayang juga merupakan seni pertunjukan musik dan nyanyian tradisional Mandar. Alat musik yang digunakan biasanya gitar tiga buah, jumlah pemain biasanya 3 orang dan penyanyi sekurang-kurangnya 1 untuk laki-laki dan 1 untuk perempuan. 

Hal yang bikin unik dari tradisi ini yakni irama gitar yang dimainkan. Irama petikan melodi terdiri dari irama los king, irama padang pasir, irama kemayoran, irama tallu-tallu, dan irama kerambangan. 

Biasanya irama-irama itu dilakukan untuk mengiringi lagu-lagu Mandar dari syair-syair Kalindaqdaq. Hal itulah mengapa pertunjukan ini dinamakan ‘Passayang-sayang’ karena penyanyi laki-laki bernyanyi dengan syair-syair Kalindaqdaq. 

Ada pula yang mengatakan, kalau pertunjukan tersebut sebagai bentuk mengungkapkan rasa kasih sayang seorang laki-laki kepada perempuan, ataupun dengan sebaliknya. Tradisi ini juga kerap dipertunjukkan untuk festival-festival budaya, acara hajatan masyarakat, atau pun kegiatan pemerintah yang lain. 

Jepa

Jepa makanan khas suku Mandar. (Instagram/@irawatisutanto)

Jepa juga menjadi bagian tradisi unik yang ada di suku Mandar. Jepa ini menjadi ciri khas dan makanan tradisional suku Mandar. Jepa adalah roti pipih bulat yang terbuat dari bahan singkong dan parutan kelapa. Makanan khas ini dimasak di atas wajan khusus yang terbuat dari tanah liat biasa disebut ‘Panjepangan’. 

Dulu, Jepa menjadi makanan sehari-hari masyarakat utamanya di kabupaten Majene. Bahkan, makanan ini kerap dijadikan sebagai bekal para nelayan untuk mencari ikan dilaut. Makanan ini juga selalu jadi rebutan para wisatawan yang bertandang ke suku Mandar, selain karena rasanya yang menggugah selera, memang makanan ini sangat nikmat jadi hidangan apalagi kalau bersama ‘Bau Peapi’. 

Itulah setidaknya ada enam tradisi unik suku Mandar di Sulawesi Barat. Tradisi-tradisi tersebut tak lahir secara seketika, melainkan tradisi itu mengandung filosofi dan bahkan menjadi bagian hidup masyarakat Mandar sejak dari dulu. 

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Budi Prathama