Pernah enggak sih kamu mikir, apa yang melatarbelakangi kita tertawa sampai ngakak melihat orang lain jatuh terpeleset?Atau barangkali penyebab kita menyeringai puas ketika melihat remaja yang ugal-ugalan di jalan lalu tiba-tiba kena tilang?
Dalam kondisi tertentu, ada kalanya kita merasa senang ketika melihat orang lain kesusahan. Sebagaimana contoh kasus di atas.
Kadang kita merasa hal tersebut adalah sesuatu yang lumrah. Bukankah tidak ada salahnya kita tertawa melihat adegan konyol dan lucu dari seseorang?
Tapi, dalam konteks orang tersebut mengalami musibah, tertawa di atas penderitaan orang lain sepertinya adalah sesuatu yang tidak etis.
Hal inilah yang kemudian dibahas oleh Tiffany Watt Smith dalam buku berjudul Schadenfreude: Mengapa Kita Senang Melihat Orang Lain Susah.
Dalam buku ini, penulis memaparkan berbagai alasan ilmiah tentang mengapa kita menikmati dark jokes hingga punya sukacita yang suram dalam keseharian.
Perasaan semacam ini dalam bahasa Jerman dikenal sebagai Schadenfreude, atau kesenangan saat melihat orang lain berada dalam kesulitan.
Adapun dalam bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia, belum ada padanan kata yang tepat untuk menggambarkan jenis perasaan ini.
Lalu, apa sih yang melatarbelakangi mengapa seseorang mengalami Schadenfreude?
Nah, di antaranya adalah wujud dari pembenaran diri, adanya rasa iri, balas dendam dan kebencian, hingga kesalahan kognitif.
Meskipun terlihat sebagai emosi yang negatif, namun Schadenfreude sebenarnya bisa membuat kita merasa lebih baik akan diri sendiri.
Buku ini menjelaskan mengapa perasaan seperti ini layak untuk kita rangkul, alih-alih menolaknya sama sekali.
Ada banyak contoh-contoh Schadenfreude yang dibahas dalam buku ini.
Namun umumnya, kita merasakannya dalam lingkup peristiwa yang terlihat sepele.
Jadi, menurut penulis, sepanjang kita masih bisa belajar untuk berempati, Schadenfreude adalah sebuah perasaan yang tidak berbahaya.
Sayangnya, penulis hanya membahas kiat-kiat umum yang bisa kita lakukan untuk sedikit mengatasi perasaan ini.
Belum ada penjelasan yang gamblang mengenai cara untuk menghilangkannya sama sekali.
Nah, bagi kamu yang ingin belajar menerima dan merangkul Schadenfreude dalam hidupmu, buku ini bisa menjadi referensi!
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Ulasan Buku Berpikir Non-Linier, Mekanisme Pengambilan Keputusan dalam Otak
-
Ulasan Buku The Little Furball, Kisah Manis tentang Menghadapi Perpisahan
-
Ulasan Buku I'm (not) Perfect, Menyorot Ragam Stigma tentang Perempuan
-
Ulasan Buku Dolpha: Empat Anak Sahabat Laut, Petualangan Seru Anak Pesisir
-
Ulasan Buku 365 Ideas of Happiness, Ide Kreatif untuk Memantik Kebahagiaan
Artikel Terkait
-
Ulasan Novel The One and Only Bob, Kisah Berani Bob sang Anjing Kecil
-
Ulasan Novel White is for Witching: Kisah Rumah Warisan yang Penuh Rahasia
-
Buku Perjalanan ke Langit: Nasihat tentang Pentingnya Mengingat Kematian
-
Ulasan Novel The One and Only Ivan, Kisah Emosional Gorilla di Dalam Jeruji
-
Menemukan Bintang di Langit Jiwa: Sebuah Renungan atas Novel Lucida Sidera
Ulasan
-
Lucunya Hantu Pemula Berjuang Takuti Manusia di Film Dead Talents Society
-
Review Film Without Arrows: Dokumenter yang Diam-Diam Menancap di Hati
-
Ulasan Novel The One and Only Bob, Kisah Berani Bob sang Anjing Kecil
-
Review Serena: Story Berat, Art Cakep, dengan Tension yang Menembus Layar
-
Ulasan Film No More Bets: Jerat Penipuan Online dan Perdagangan Manusia
Terkini
-
Jin BTS Siap Temui ARMY Lewat Tur Solo Perdana RUNSEOKJIN_EP.TOUR
-
Couple Favorit Hospital Playlist Ini Dikabarkan Tampil di Resident Playbook
-
Pilih Tekuni Musik Trot, Sungmin Super Junior Tinggalkan SM Entertainment
-
Manusia Is Value Ekonomi, Bukan Sekadar Objek Suruhan Kapitalisme
-
Sindrom Marie Antoniette: Karakter Anime Berambut Putih Ini Punya Trauma!