Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Akramunnisa Amir
Life Crisis: How to Deal With Meaninglessness (Gramedia)

Setiap orang akan menghadapi fase krisis dalam hidupnya. Sebuah tahapan ketika kita merasa berada dalam jalan buntu dan tidak punya solusi untuk mengatasi kesulitan.

Dalam menghadapi krisis kehidupan tersebut, hal paling penting sebenarnya yang harus dimiliki agar kita tidak berlarut-larut dalam masalah adalah membekali diri dengan pengetahuan. Sebab, pengetahuan tersebut akan membawa kita pada solusi yang terbaik.

Salah satu referensi yang membahas tentang hal tersebut adalah buku berjudul 'Life Crisis: How to Deal With Meaninglessness' karya Rene Suhardono dan Tutus Widayanti. Buku ini adalah seri kedua dari buku berjudul Your Job is Not Your Career karya dari penulis yang sama.

Bisa dibilang, buku ini sebenarnya underrated jika dibandingkan dengan buku pendahulunya. Padahal, di dalamnya ada banyak pemikiran-pemikiran penulis yang sangat out of the box dan begitu menginspirasi.

Misalnya saat membahas tentang quarter life crisis yang kerap dialami oleh anak muda di usia pertengahan dua puluhan. Kita amat sering melihat fenomena anak muda yang galau karena life crisis.

Di media sosial, fenomena ini bisa kita jumpai lewat cuitan Twitter, IG story, hingga postingan fyp yang seolah-olah begitu mendramatisir keresahan sejumlah kaum gen Z yang notabene adalah pengguna terbanyak dari media sosial seperti yang dikutip dari GlobalWebIndex di buku ini.

Artinya apa? Fenomena quarter life crisis yang seolah-olah cuma dialami oleh anak muda sebenarnya hanyalah jargon yang digembor-gemborkan oleh kita sendiri sebagai pengguna aktif media sosial.

Sementara itu, nyatanya life crisis itu dialami oleh semua kalangan baik oleh remaja hingga lansia. Selama kita masih bernapas, kita akan selalu menemui krisis dari setiap periode kehidupan.

Jadi, kita sebenarnya tidak perlu takut untuk menghadapinya. Kalau menurut penulis, there are always a problems, and that's not the problem. Itu sama sekali bukan masalah yang patut dikhawatirkan karena telah menjadi bagian dari hidup itu sendiri.

Dalam buku ini, penulis memaparkan banyak sekali tips agar kita bisa berdamai dengan krisis dalam kehidupan. Di antara beberapa yang berkesan bagi saya pribadi adalah menjaga diri agar tidak over-stimulasi dengan melimpahnya informasi yang bisa bikin kita overthinking.

Memikirkan banyak hal, bahkan untuk sesuatu yang remeh seperti postingan medsos yang viral dan dibuat seolah-olah penting itu ternyata hanya menambah beban pikiran.

Fokuslah dengan nilai hidup yang kita yakini, dimulai dengan mengambil jeda untuk mengenali diri sendiri. Kemudian, kita bisa menyiapkan diri kita untuk menghadapi setiap peluang, alih-alih berambisi yang berlebihan.

Saat krisis itu tiba suatu hari nanti, anggaplah sebagai batu loncatan dan tantangan agar kita bisa berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.

Demikianlah ulasan buku Life Crisis: How to Deal With Meaninglessness. Bagi yang saat ini sedang menghadapi krisis dalam kehidupan, buku ini layak untuk dibaca oleh semua kalangan!

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Akramunnisa Amir