Saya sedang mencuci celana yang pernah
saya pakai untuk mencekik leher saya sendiri.
Saya sedang mencuci kata-kata
dengan keringat yang saya tabung setiap hari.
Dari kamar mandi yang jauh dan sunyi
saya ucapkan Selamat Menunaikan Ibadah Puisi.
'Selamat Menunaikan Ibadah Puisi' adalah salah satu buku kumpulan puisi yang ditulis oleh Joko Pinurbo dalam rentang tahun 1989 hingga 2012. Penyair yang juga akrab disapa Jokpin ini memuat 121 puisi dengan tema yang berbeda-beda dalam buku ini.
Pada umumnya, tema yang diangkat adalah kisah keseharian seperti judul puisi tentang Celana, Kisah Semalam, Toilet, hingga Penjual Bakso.
Tapi di balik cerita seputar fenomena keseharian tersebut, Jokpin mampu meramu kesederhanaan menjadi pesan-pesan yang layak direnungkan.
Kelihaian Jokpin sebagai seorang penyair terlihat betul dari bagaimana ia yang tidak perlu repot menggunakan diksi yang rumit, tapi berhasil membuat puisi yang begitu indah. Terkadang kelam, sesekali getir, dan dalam beberapa bagian terasa sedikit jenaka.
Sebagaimana judul puisi yang berjudul Lupa berikut.
Pekerjaan yang paling mudah dilakukan adalah lupa.
Tidak perlu kecerdasan. Tidak perlu pendidikan.
Hanya perlu sedikit berpikir. Itulah sebabnya, banyak orang yang tidak suka kalender, jam, dan tulisan.
Menghambat lupa. Padahal lupa itu enak.
Membebaskan. Sementara.
Musuh utama lupa ialah kapan. Teman terbaik lupa ialah kapan-kapan. Kapan dan kapan-kapan ternyata sering kompak juga.
Puisi di atas tampaknya menggunakan kata-kata yang sederhana, tapi saya merasakan nuansa yang sarat akan pesan-pesan satire. Berisi kritikan yang amat sopan terdengar, tapi pada dasarnya menyindir dengan amat nyelekit.
Sebenarnya ada banyak puisi yang ingin saya catat karena amat menarik. Tapi untuk puisi yang panjang, rasanya tidak bisa sekadar mengambil salah satu bagian karena keseluruhannya saling terkait. Berkelindan membentuk sebuah jalinan cerita yang akan kehilangan konteks jika asal kutip.
Jokpin tidak hanya berpuisi, tapi ia terkadang seolah mendongeng tentang apa yang sedang ia rasakan kala itu. Sesekali mengajak pembacanya berpikir tentang masa depan, atau bernostalgia di masa lalu. Tentang banyak hal yang boleh jadi sulit diungkapkan, seperti ketidakadilan, fenomena kemiskinan, kesakitan, kematian, kasih sayang ibu, hingga puisi tentang puisi.
Jadi, bagi kamu yang juga menyukai puisi-puisi karya Joko Pinurbo, saya turut mengucapkan Selamat Menunaikan Ibadah Puisi.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Ulasan Buku Timeboxing: Atur Waktu di Era Digital Biar Hidup Nggak Chaos
-
Ironi Kasus Keracunan Massal: Ketika Petinggi Badan Gizi Nasional Bukan Ahlinya
-
Harga Buku Mahal, Literasi Kian Tertinggal: Alasan Pajak Buku Perlu Subsidi
-
Public Speaking yang Gagal, Blunder yang Fatal: Menyoal Lidah Para Pejabat
-
Headline, Hoaks, dan Pengalihan Isu: Potret Demokrasi tanpa Literasi
Artikel Terkait
-
Ulasan Buku Kepingan Supernova, Kutipan Pilihan di Novel Karya Dee Lestari
-
Ulasan Buku Daya Pikat Guru, Menjadi Guru yang Dicinta Sepanjang Masa
-
Parenting Minim Tantrum dengan Neurosains dari Buku 'The Whole Brain Child'
-
Mengelola Cinta dan Nafsu dalam Buku Wasiat Rasul untuk Para Pecinta
-
Pelanggaran HAM Berat Era Orde Baru dalam Antologi Puisi Doa untuk Anak Cucu Karya W.S. Rendra
Ulasan
-
Review Novel Kami (Bukan) Sarjana Kertas: Potret Realistis Kehidupan Mahasiswa Indonesia
-
Ulasan The Price of Confession: Duet Gelap Kim Go Eun dan Jeon Do Yeon
-
4 Tempat Padel di Bandung yang Instagramable, Nyaman, dan Cocok Buat Pemula
-
Di Balik Tahta Sulaiman: Menyusuri Batin Bilqis di Novel Waheeda El Humayra
-
Review Film The Stringer - The Man Who Took the Photo: Menelusuri Jejak Fakta
Terkini
-
Maaf PSSI, Timnas Indonesia Memang Layak Pulang Cepat dari SEA Games Kali Ini
-
CERPEN: Catatan Krisis Demokrasi Negeri Konoha di Meja Kantin
-
Terbukti! 5 Sebab Home Fatigue Akibat WFH Tanpa Batas di Era Digital
-
Ini 3 Top Skill yang Dicari HR Kalau Kamu Mau Mulai Karir Kerja Remote
-
Janji Kesetaraan Tinggal Janji, Pesisir Masih Tak Aman bagi Perempuan