Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Ranti Riani Jhonnatan
Cover buku Catatan Harian Sang Pembunuh (Gramedia)

Pernahkah kamu bertanya-tanya bagaimana perasaan seorang pembunuh akan apa yang telah dilakukannya? Atau apa yang ada dalam pikirannya? Bagaimana pula jika pembunuh itu tengah mengidap penyakit Alzheimer?

Catatan Harian Sang Pembunuh berisi catatan-catatan yang ditulis oleh seorang pembunuh berantai yang telah didiagnosis Alzheimer. Mempertahankan ingatannya, mengingat siapa yang telah dibunuhnya dan merencanakan untuk membunuh seorang pria yang bernama Park Ju-tae. Park Ju-tae adalah pria yang akan menikahi anak perempuannya yang bernama Kim Eun-hee. Merasakan kehadiran Park Ju-tae dapat membawa ancaman bagi nyawa putrinya, dalam hari-harinya di tengah melawan diri yang terus kehilangan ingatannya, ia merencanakan pembunuhan kepada pria yang akan menjadi menantunya itu.

Menarik bagaimana pembunuh berantai ini ternyata memiliki pekerjaan yang bagus, namun karena pekerjaannya ini pula ia mempunyai celah lebih besar untuk membunuh. Dokter hewan. Pembunuh berantai ini merupakan seorang dokter hewan yang pengetahuannya akan obat-obatan menjadikannya lebih mudah menggunakannya dan lebih leluasa untuk melancarkan aksinya. Bukan hanya itu, ketertarikannya akan dunia sastra juga menarik perhatian saya. Beberapa kali ia mengutip tulisan Nietzsche. Namun, mengerikan juga membayangkan seorang pembunuh yang telah mengambil paksa nyawa banyak orang tengah membuat puisi terkait aksi pembunuhannya. Ia melakukannya dan puisinya mendapat pujian dari sang guru yang tentu saja tanpa disadari oleh gurunya bahwa puisi itu berbicara mengenai kenyataan.

Mengikuti dinamika kehidupan pembunuh berantai yang telah berusia 70 tahun ini membuat saya turut frustasi dan kebingungan. Catatan Harian Sang Pembunuh bukanlah sebuah novel yang mengajak pembacanya untuk mengulik kembali kejadian di masa lalu untuk menyelesaikan segalanya secara runtut. Novel yang tidak memiliki banyak dialog di dalamnya ini benar-benar hanyalah kumpulan catatan sang pembunuh. Pembaca tidak akan mengetahui bagaimana nasib akhir pembunuh secara jelas, pembaca hanya akan dibawa melihat sudut pandangnya, melihat kesalahan asumsi dan catatannya sendiri dikarenakan penyakit yang dideritanya.

Meskipun begitu, buku ini juga mengejutkan saya ketika fakta terungkap, ketika kesalahan pada pikiran sang pembunuh diucapkan dengan lantang. Plot twist yang disuguhkan berhasil membuat saya terperangah dan jangan berharap terlalu tinggi dengan akhir ceritanya karena akhir cerita yang ada seolah-olah hanya dibiarkan begitu saja.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Ranti Riani Jhonnatan