Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Sam Edy
Buku ‘Hidup Damai Tanpa Berpikir Berlebihan’ (Dokumen pribadi/Sam Edy)

Menjalani kehidupan dengan damai dan tenang merupakan dambaan banyak orang. Hidup damai dan tenang itu bukan berarti tanpa persoalan. Melainkan lebih kepada bagaimana menyikapi beragam situasi yang kita alami dengan tenang dan pikiran positif, sehingga jalan keluar terbaik pun akan mudah ditemukan.

“Serius tapi santai”. Sebagian dari kita tentu pernah mendengar ungkapan bijak ini. Ya, menjalani hidup ini memang baiknya serius tapi santai. Artinya, kita berusaha melakukan apa yang menjadi tugas kita, seperti bekerja dengan serius, fokus, dan tetap tenang.

Namun jangan sampai kita melupakan waktu untuk bersantai, beristirahat, atau menikmati hal-hal yang memang layak untuk kita nikmati seperti menekuni hobi yang positif.

Tidak mudah tersinggung dan sakit hati dengan ucapan atau perilaku orang lain pada kita, juga termasuk hal yang akan membuat hidup jauh terasa lebih tenang dan damai. Omongan yang tak baik tentang kita, anggap saja angin lalu.

Namun bila ada kritik membangun datang untuk kebaikan kita, terima saja dengan lapang dada. Tak perlu merasa tersindir, sakit hati, atau berpikir buruk. Karena sikap semacam ini akan mendatangkan rasa kesal atau amarah dalam jiwa kita.

Ketika sedang bekerja, bekerjalah dengan baik dan tak usah pedulikan omongan orang yang hanya akan melemahkan mental kita.

Dalam bukuHidup Damai Tanpa Berpikir Berlebihan’ (Cara Mengompromikan Perasaan dengan Kenyataan) dijelaskan, rasa lelah akan timbul jika kita bekerja dengan mencemaskan pandangan orang lain dan membiarkan diri terikat pada hal-hal seperti: penampilan, kedudukan, atau kehormatan.

Mungkin kita akan roboh jika terus memaksakan diri seperti itu dan tak akan mampu bekerja untuk waktu yang panjang. Kita tak perlu bekerja secara menggila. Terimalah apa yang diberi tanpa menunjukkan sikap defensif.

Mengerutkan dahi dan berpikir rumit mempertanyakan “apa arti dari pekerjaan ini?” akan membuat siapa pun merasa enggan untuk mempercayakan pekerjaan kepada kita, bukan? Hal ini berlaku baik untuk anak-anak muda maupun mereka yang sudah lama bekerja (hlm. 5).

Rasa damai dan tenang juga akan kita rasakan bila kita tidak terlalu berat dalam memikirkan sesuatu. Misalnya, terlalu mencemaskan masa depan atau terlalu mengkhawatirkan hal-hal buruk yang belum terjadi.

Kecemasan seperti ini, apalagi bila sampai berlebihan, akan membuat mental kita sakit, sehingga kita akan sulit menikmati hidup dan sulit merasa bahagia.

Akan lebih bahagia jika tidak berpikir “harus bahagia”. Letakkanlah beban yang berlebihan. Kebanyakan orang memutuskan apakah dirinya bahagia atau tidak dari membandingkan dirinya dengan orang lain.

Tidak akan ada habisnya jika kebahagiaan ditentukan dari penghasilan, lokasi dan luas rumah, sekolah dan pencapaian anak, makanan yang disantap, seberapa perlentenya dandanan, dan lain-lain.

Apa pun yang dilakukan hal yang terpenting adalah diri kita suka melakukannya, sebaliknya jika yang dijadikan standar adalah “orang lain melakukan ini, maka saya juga harus melakukannya,” maka pasti akan timbul rasa lelah (hlm. 19-20).

Semoga buku karya psikiater Jepang, Tsuneko Nakamura dan dan Hiromi Okuda, yang diterbitkan oleh penerbit Gramedia Pustaka Utama (Jakarta) ini dapat dijadikan sebagai salah satu bacaan positif yang akan membantu memotivasi para pembaca agar berusaha menjalani kehidupan dengan tenang, damai, dan bahagia.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Sam Edy