"Frankenweenie" adalah film anamasi yang diadaptasi dari film pendek "live action" yang dibuat oleh Burton pada tahun 1984. Film "Frankenweenie" kurang lebih ceritanya tetap sama dengan film pendek karya Mary Shelley.
Film ini mengisahkan tentang Victor Frankenstein, seorang bocah penyendiri dan juga seorang peneliti cilik. Victor kehilangan seekor anjing kesayangannya yang bernama Sparky dalam sebuah kecelakaan tragis. Tidak menerima kenyataan itu, Victor kemudian mencoba melakukan eksperimen untuk menghidupkan Sparky kembali.
Bagi mereka yang telah menyaksikan versi pendeknya, tampaknya kehilangan daya kejut yang signifikan saat menonton film ini. Versi film yang lebih panjang ini terasa seperti perpanjangan dari film pendek dengan penambahan beberapa karakter baru, seperti teman-teman sekelas Victor.
BACA JUGA: 3 Alasan Pencinta Thriller Sekolah Wajib Nonton Drama Korea 'Night Has Come'
Sayangnya, karakter-karakter selain tokoh utama sepertinya tidak tergarap dengan baik, sehingga kurangnya rasa empati terhadap mereka. Kisah film ini juga tidak seintens dan sehangat jika dibandingkan dengan versi pendeknya.
Dalam film pendek, kita dapat merasakan kekhawatiran jika Sparky terlihat oleh orang lain. Dalam adegan klimaksnya, kita juga akan merasakan simpati para tetangga yang berubah sikap terhadap Sparky setelah menyelamatkan Victor di menara kincir angin.
Namun, semua nuansa ini tampaknya hilang dalam versi film yang lebih panjang. Monster-monster yang dihidupkan oleh teman-teman sekelas Victor juga terkesan memiliki motif yang terlalu mudah dipahami dan terlalu berlebihan. Sehingga, tidak ada penyelesaian yang memadai atau konsekuensi yang sesuai dari perbuatan mereka.
Frankenweenie dianggap sebagai film pribadi lain dari karya Burton. Konsistensi gaya terutama dalam pencapaian visual yang sangat artistik tetap menjadi ciri khas utama sineas ini. Ilustrasi musik dari komposer setia Danny Elfman juga memberikan nuansa khas bagi film-filmnya.
BACA JUGA: 5 Rekomendasi Film Animasi Superhero Terbaik, Ada Big Hero 6 dan The Incredibles
Kita masih menantikan karya masterpiece dari Burton, seperti yang ia hasilkan pada dua dekade silam dengan film-film seperti Ed Wood, Edward Scissorhands, dan Sleepy Hollow. Beberapa kelemahan terlihat pada beberapa film terakhir Burton, seperti Alice in Wonderland dan Dark Shadows, terutama dalam pengembangan plotnya.
Sang sineas terlihat seperti menikmati dirinya sendiri dalam film-film ini tanpa memperhatikan kebutuhan penonton. Jika Burton ingin menghindari kejenuhan di antara para penggemarnya, langkah terobosan baru harus diambil tanpa harus kehilangan ciri khas yang melekat padanya.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS