AI atau kecerdasan buatan kini semakin gencar memasuki berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk industri hiburan dan perfilman.
Jika sebelumnya AI lebih banyak digunakan untuk efek visual atau sekadar penunjang produksi, kini teknologi tersebut melangkah lebih jauh dengan menghadirkan sosok aktris virtual yang benar-benar hidup di mata publik.
Baru-baru ini publik dihebohkan oleh kemunculan Tilly Norwood, aktris buatan AI yang diperkenalkan oleh Eline Van der Velden (seorang aktor, komedian, sekaligus teknolog yang mendirikan studio bakat AI bernama Xicoia).
Kehadirannya sontak menuai reaksi pro-kontra. Bahkan aktris papan atas Emily Blunt ikut angkat bicara dan menyebut fenomena ini sebagai sesuatu yang menakutkan saat diwawancarai oleh media Variety.
"Tidak, serius? Itu AI? Ya Tuhan, habislah kita. Itu benar-benar, benar-benar menakutkan. Ayolah, agensi, jangan lakukan itu. Tolong hentikan. Tolong berhenti merenggut koneksi manusiawi kita." kata Emily Blunt, dikutip pada Rabu (1/10/2025).
Sebelumnya agensi bakat Hollywood dikabarkan tengah berada di ambang menandatangani kontrak dengan Tilly Norwood. Eline Van der Velden mengungkap dirinya sedang dalam pembicaraan dengan sejumlah agensi bakat yang tertarik untuk mengontrak sang aktris AI.
Dalam sebuah diskusi mengenai perkembangan AI di industri hiburan, Eline Van der Velden menuturkan AI kini mulai menjadi sesuatu yang perlahan diterima oleh studio maupun perusahaan lainnya.dan tak menutup kemungkinan sebuah pengumuman besar akan segera disampaikan dalam waktu dekat.
"Kami berada di banyak ruang rapat sekitar bulan Februari, dan semua orang berkata, 'Tidak, ini bukan apa-apa. Ini tidak akan terjadi.' Lalu, pada bulan Mei, orang-orang mulai berkata, 'Kita harus melakukan sesuatu dengan kalian.' Saat pertama kali kami meluncurkan Tilly, orang-orang berkata, 'Itu apa?', dan sekarang kami akan segera mengumumkan agensi mana yang akan mewakilinya dalam beberapa bulan ke depan." beber Eline Van der Velden.
Particle6 telah membuat sebuah situs resmi untuk Tilly Norwood. Di dalamnya tertulis bahwa ia adalah seorang aktris yang berbasis di London, lengkap dengan tautan menuju akun Instagram, TikTok, LinkedIn, dan Facebook milik Norwood.
Mereka juga merilis sebuah video yang sepenuhnya dihasilkan oleh AI dengan menampilkan sosok Tilly Norwood.
Dalam sebuah unggahan di LinkedIn, Eline Van der Velden menjelaskan bahwa Tilly Norwood diciptakan menggunakan 10 alat berbeda dan dilatih agar mampu berakting dengan nuansa, emosi, dan konsistensi. Ia mengklaim AI dapat memangkas waktu produksi dan menekan biaya di tengah semakin ketatnya budget.
Isu penggunaan AI di Hollywood memang sudah memanas sejak terjadinya mogok kerja penulis dan aktor pada 2023 yang sempat melumpuhkan industri selama berbulan-bulan. Dan tampaknya, pertarungan itu masih jauh dari kata selesai.
Emily Blunt hanyalah salah satu dari sekian banyak aktor yang lantang menentang kehadiran Tilly Norwood sejak nama aktris AI tersebut mencuat ke publik. Nama lain yang juga bersuara antara lain Melissa Barrera dan Mara Wilson
Seperti yang dicatat saat Sean Astin terpilih menjadi presiden SAG-AFTRA, negosiasi kontrak baru antara para aktor dan Alliance of Motion Picture and Television Producers (AMPTP) diperkirakan akan dimulai pada 2026. Dan besar kemungkinan, AI kembali menjadi isu utama yang akan diperdebatkan.
Di satu sisi, teknologi ini dipandang sebagai ancaman yang bisa menggeser posisi manusia dalam industri kreatif, seperti yang dikhawatirkan oleh Emily Blunt.
Bayangan akan hadirnya aktris virtual yang sepenuhnya dikendalikan mesin tentu menimbulkan pertanyaan serius tentang masa depan para aktor, nilai keaslian seni peran, hingga hubungan emosional antara bintang film dan penontonnya.
Kekhawatiran itu wajar, mengingat akting selama ini identik dengan pengalaman manusia yang tak tergantikan.
Posisi yang paling realistis saat ini adalah melihat AI bukan semata-mata sebagai ancaman, tetapi juga bukan sebagai jawaban instan atas semua masalah.
Hollywood perlu membuat regulasi yang jelas, merumuskan batasan etis, sekaligus membuka ruang eksperimen terukur.
Karena pada akhirnya, yang paling penting adalah bagaimana teknologi ini digunakan; apakah untuk memperkaya pengalaman bercerita atau justru mengikis makna seni itu sendiri.
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS