Adanya pandemi Covid-19 ini tentunya menjadi kesan berbeda tersendiri bagi kaum milenial ataupun manusia abad ini . Namun, pandemi Covid-19 bukanlah wabah pertama di muka bumi yang mengguncang dunia. Sejarah telah mencatat adanya wabah-wabah terdahulu yang juga mematikan, hanya saja kita terlalu abai bahkan sangat mudah percaya dengan berita yang beredar serta menstigma terhadap diri sendiri untuk takut dengan pandemi ini.
Padahal, ketakutan, kekhawatiran hanyalah akan menjadi masalah manusia berikutnya, seperti imunitas kemungkinan besar akan menurun, otak penuh dengan stigma negatif yang mengakibatkan kepala pusing, penuh beban, yang tentunya berakibat pada kesehatan tubuh, tak hanya itu, kesehatan mental pun ikut terpengaruh. Hal ini tentunya memiliki pengaruh bagi semua lapisan masyarakat yang turut serta merasakan adanya pandemi ini.
Baik dia seorang buruh, petani, pedagang, guru hingga para pemimpin sekalipun, bahkan di semua kalangan usia menjadi incaran akan virus Covid-19 ini. Tidak salahnya kita untuk waspada menghadapi pandemi ini, namun tetap dengan kewaspadaan yang bijak dan bedakan dengan ketakutan atau kekhawatiran yang berlebih. Oleh karena itu sangat dibutuhkan kepahaman masyarakat terkait kondisi yang sekarang sedang dialami dan langkah bijak dan aktivitas efektif guna penangan dan pencegahan pandemi virus Covid-19.
Di masa transisi sebagai mahasiswa saya pun cukup shock dalam berbagai keadaan. aktivitas-aktivitas sebagai mahasiswa yang baru saya jalani sekitar 6 bulan harus menuntut saya beradaptasi kembali di masa pandemi ini dengan aktivitas perkuliahan seperti biasanya namun terbatas pada media virtual atau daring.
Di awal perkuliahan daring tentunya menjadi pengalaman dan penuh kesan tersendiri. Namun, berlanjut ke perkuliahan-perkuliahan selanjutnya menimbulkan beban tersendiri, tugas semakin banyak, daring tetap berlanjut, disisi lain kita harus menjaga kesehatan imunitas tubuh.
Selain itu, akhir-akhir ini banyak sekali keluhan mengenai kesehatan mental dari teman-teman. Bahkan berdasarkan survei yang dilakukan oleh kaiser family foundation, sebuah organsasi yang berfokus pada masalah kesehatan nasional, serta peran AS dalam kebijakan kesehatan global, menunjukkan bahwa hampir setengah dari orang-orang di AS merasakan krisis Covid-19 yang mana merusak kesehatan mental mereka.
Terkait dengan keluhan dan berbagai persoalan kesehatan, tentunya kita sudah familiar dengan berbagai upaya pencegahan penyebaran dan penanggulangan Covid-19, baik dari siaran media televisi, media sosial atau platfoam lainnya. Bahkan video-video beredar terkait cuci tangan yang baik, cara memakai atau membuat masker bahakan pembuatan hand sanitizer alami.
Namun, terlepas semua itu kita kurang memperhatikan sisi mental kita, dengan anjuran isolasi, self-quarantine, atau pun #dirumahaja tentunya membatasi aktivitas kita seperti biasanya. Pola aktivitas keseharian seolah terpaksa diubah oleh keadaan, yang mana perubahan ini membutuhkan adaptasi.
Meskipun anjuran tersebut sangat ditujukan bagi odp (orang dalam pemantauan), namun hal ini menjadi kekhawatiran bagi warga lain. Butuh pemahaman dan penyuluhan yang lebih lanjut lagi terkait hal ini. Tidak hanya itu saja, pemenuhan kebutuhan rumah tangga yang harus dipenuhi juga menjadi problematika tersendiri bagi kepala keluaraga atau pun individu pencari nafkah.
Maka dari itu saya memiliki berbagai alternatif optional memperhatikan segala aspek dalam masyarakat akan kegiatan yang sebaiknya kita lakukan, apalagi terkhusus guna menanggulangi masalah kesehatan mental kita. Di antaranya, mengikuti kegiatan daring lain selain kegiatan perkuliahan.
WHO menyebutkan, aanak muda alias generasi milenial saat ini lebih rentan terkena gangguan mental. Terlebih, masa muda merupakan waktu di mana banyak perubahan dan penyesuain terjadi baik secara psiklogis, emosional, maupun finansial. Misalnya upaya untuk lulus mencari pekerjaan, atau mulai menyicil rumah.
Dengan memanfaatkan teknologi gadget untuk menyalurkan bakat atau mengikuti berbagai hal positif selain perkuliahan setidaknya akan merefreshing otak, namun gunakan sarana ini sebagai penyesuaian saja jangan menimbulkan kecanduan yang negatif.
Diharapkan entah dengan sharing secara daring bersama teman-teman atau pun mengakses hal-hal positif dapat meningkatkan ketenangan dan rasa senang bahkan termotifasi aktif melakukan banyak hal.
Terjun sebagai relawan atau doing sesuai peran kalian dalam masyarakat. Teringat akan H. Rhoma Irama yang setelah usai meyanyikan lagu yang berjudul corona, menyampaikan maksudnya bahwa corona ini telah menjadi wabah global oleh karena itu lah beliau juga mengarang dengan versi inggrisnya pula.
Setelah itu beliau juga mengatakan bahwa beliau hanya menjalankan perannya, tentunya masing-masing memiliki peran tersendiri dalam menghadapi wabah ini.Dalam hal ini apa pun peran kalian sangat dibutuhkan bagi masyarakat lainnya.
Entah mahasiswa, buruh, pedagang bahkan apa pun itu, yang dibutuhkan sekarang ialah yang sigap dan siap melakukan hal apa pun kedepannya. Saling mengasingkan diri bukan berarti pyshical distancing.
Pyshical distancing bukan berarti saling tak mengacuhkan, bahkan kepekaan terhadap lingkungan dan orang banyak sangat perlu ditingkatkan dalam hal ini guna saling mengetahui satu sama lain dan saling menjaga bukan malah menjatuhkan atau menjerumuskan bahkan memperolok seenaknya.
Traumatisasi bahkan stiga-stigma masyarak akan menimbulkan depresi ringan namun dapat membahayakan. Oleh karena itu, kita perlu tahu kondisi di lapangan sebenarnya seperti apa, hal ini juga meningkatkan rasa solidaritas dan kepedulian terhadap orang lain yang terjangkit atau pun orang-orang yang terdampak di aspek ekonomi atas wabah ini.
Alternatif yang terakhir mungkin ini sangat mudah dilakukan bahkan menjadi rekomendasi bagi kita semua, namun ini biasanya dilakukan oleh remaja, orang tua pun bisa sebenernya bahkan menjadi tambahan penghasilan.
Menghentikan sejenak aktivitas yang membebankan atau menjengkelkan bahkan membuatmu pusing, dengan itu kita dapat beralih melakukan kegiatan-kegiatan yang kita sukai, misalkan, akhir-akhir ini karena beredar #dirumahaja atau WFH work from home, ibu saya memiliki aktivitas yang sangat produktif untuk mengisi kegiatan di rumah yakni merajut.
Bahkan satu bulan yang lalu ibu saya sudah menghasilkan sebuah karya rajut berupa tas dan topi. Jangan terfokus pada merajut ya kawan, dalam hal ini kita berkegiatan sesuai apa yang kita sukai tidak tertekan akan hal apa pun, contoh lain apabila ada diantara kita suka menggambar mungkin bisa jadikan menggambar sebagai media perenungan dan membebaskan pikiran agar tidak bunek.
Dalam hal ini,kenapa kita tetap harus beraktivitas, karena dengan tetap beraktivitas ringan dan tentunya yang kita sukai dapat mengurangi risiko serangan gangguan mental.3 aktivitas bercengkrama dengan sanak saudara pun jangan terlalu dihindari, bahkan perlu adanya waktu bersama orang tua guna berbagi masalah atau pun suka duka bersama. Disamping itu berolahraga bahkan memanjakan badan dan pikiran juga menjadi sarana yang secara tidak langsung mengurangi tingkat depresi.
Pada intinya, kita perlu adaaptasi akan adanya wabah ini, pola aktivitas baru atau pun sarana media digitalisasi yang kian merabak harus kita pahami dan sesuaikan. Namun, kita jangan sampai abai dengan kodrat kita sebagai manusia yang memiliki kecerdasan dan akal budi sehingga membedakan dari makhluk lain.
Waspada perlu tapi jangan takut yang berlebihan, hidup akan terus berlanjut sampai entah kapan wabah Covid-19 ini tidak rentan terhadap manusia. Jadi beraktivitaslah sewajarnya, namun dengan mempertimbangkan kesehatan fisik dan mental kita.
Culture shock memang wajar, namun jangan jadikan sebagai kecanduan kewajaran jadikan sebagai pembelajaran dan perbaikan di masa depan. Lakukanlah aktivitas yang membuatmu bahagia dan tularkan dengan lainnya, medianya sekaran sangat lah memadai berbagai media sosial bisa turut andil menciptakan rasa aman dan tentram bagi masyarakat lainnya, yang dibutukan saat ini bukanlah pengasingan atau pun pengisolasian namun bergotong royong, bekerja sama membangung ketentraman dan ketenangan hati, jiwa dan pikiran lewat saling peduli terrhadap yang lain dan saling berbagi.
Aktivitas guna menjaga kesehatan mental perlu dilanggengkan bahkan perlu digencarkan secra masif serta perlunya penyuluhan di berbagai media terkait pembahasan yang menenangkan masyarakatnya bukan malah memperparah dengan penambahan pasien positif yang menakuti warganya.
Perlu adanya konsumsi publik yang seimbang dan kreatif pula dari berbagai media, bahkan ini juga bisa dimulai dari hal sepele dari diri sendiri terlebih dahulu baik melalui aktivitas sosial secra langsung atau pun via sosial media serta kemaslahatan bersama yang perlu dijujung tinggi dengan menekan ego masing-masing serta memupuk kepedulian yang tanpa mengurangi rasa kewaspadaan dengan tetap menjaga kesehatan baik diri, lingkungan, sanak saudara maupun keluarga.
Referensi
- Hartini, N., Fardana, N., & Wardana, N. (2018). Stigma toward People with Mental Health.
- Problems in Indonesia. Psychology Research and Behavior Management, 11, pp. 535-41.
- Larassaty, Levi. Dampak Wabah Covid-19 Pada Kesehatan Mental Penduduk Amerika
- Serikat.Jumat, 3 April 2020 | 14:37WIB. GridHealth.ID
- WebMD (2017). Can You Prevent Depression?
- Psychological Well-Being Caregiver Skizofrenia. Soul, 6(1), pp. 21-42.
- American Psychiatric Association (2018). Warning Signs of Mental Ilness.
- Mind (2017). Mental Health Problems – An Introduction.
- https://health.grid.id/amp/352088726/dampak-wabah-covid-19-pada-kesehatan-mental-penduduk-amerika-serikat
- https://www.cigna.co.id/health-wellness/anak-muda-dan-kesehatan-mental
- https://www.alodokter.com/kesehatan-mental