Studi: Mengenal Tren Quiet Quitting dan Dampak Buruk Bagi Kesehatan

Candra Kartiko | Winka Orlando Saputra, S.Tr.Gz
Studi: Mengenal Tren Quiet Quitting dan Dampak Buruk Bagi Kesehatan
ilustrasi bekerja. (pexels.com)

Belakangan ini tren Quiet Quitting sedang menjadi perbincangan hangat terutama di tempat kerja. Istilah quiet quitting ini memiliki arti untuk bekerja secukupnya, dan tidak melakukan berbagai tugas tambahan lain diluar jam kerja ataupun diluar tupoksi yang dia miliki. 

Meskipun terlihat seperti karyawan yang malas bekerja, akan tetapi dari sisi kesehatan quiet quitting sangat bermanfaat dalam menjaga kesehatan mental seseorang. Seperti dikutip dari laman Healthline.com, bahwa quiet quitting merupakan mekanisme koping yang digunakan untuk mencegah overwork. Dimana overwork ini sendiri dinilai akan menimbulkan kelelahan baik secara fisik maupun mental. Terlebih bagi para pekerja yang belum mencapai kesuksesan ditempat kerja, sehingga membuatnya terus berkutat ditempat kerja bahkan tanpa memikirkan kesehatan dirinya sendiri. 

Jika kita bandingkan antara kesuksesan ditempat kerja dengan kelelahan fisik dan mental seseorang akibat overwork, rasanya sangat tidak sebanding. Karena pada dasarnya kesehatan merupakan hal utama yang membuat hidup terasa sempurna.

Selain itu tren quiet quitting ini juga mampu mencegah terjadinya persaingan yang tidak sehat ditempat kerja, seperti saling singgung ataupun saling menjatuhkan sesama rekan kerja demi mendapatkan penilaian yang baik dari pimpinan. Ketika hal semacam itu sudah hilang, maka ketenangan dan kedamaian hati dalam bekerja akan tercipta serta emosi seseorang akan lebih stabil yang tentunya berkaitan dengan kesehatan mental yang baik.

Sebuah penelitian dari Journal of Applied Psychology pada tahun 2021 yang mengeksplorasi bagaimana petugas kesehatan dapat mengelola kelelahan selama pandemi COVID-19 dengan menerapkan batasan kerja-non kerja mendapatkan hasil bahwa quiet quitting ini dapat memberdayakan mereka untuk mengambil kendali atas waktu istirahat dan menciptakan ruang untuk refleksi diri tentang bagaimana cara untuk menanamkan kesejahteraan ke dalam hidup mereka.

Lebih lanjut, berdasarkan keterangan dari Tania Taylor yang merupakan seorang psikoterapis dan penulis, mengungkapkan rasa setuju dengan sinopsis ini. Dia mengatakan bahwa quiet quitting ini dapat memastikan adanya tembok pemisah antara kehidupan di rumah dan kehidupan ditempat kerja, sehingga suasana kehidupan akan terasa seimbang.

Selain itu, quiet quitting dapat memberikan lebih banyak waktu untuk kegiatan yang mengisi kembali semangat dan motivasi diri dengan bersosialisasi. "Waktu berkualitas yang dihabiskan secara positif dengan teman dan keluarga adalah unsur utama untuk meningkatkan kesejahteraan mental kita," kata Taylor. "Memastikan Anda memiliki waktu istirahat yang diberikan kepada Anda dapat meningkatkan produktivitas dan motivasi saat Anda bekerja," katanya.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak