Lelaki tua berjalan tertatih
Langkah berat yang dipaksa gigih
Memanggul karung berat terisi
Terasa nyeri di sana sini
Kerut kening berkilat oleh peluh
Ditopang tulang renta menyanggah tubuh
Gemetar dalam langkah yang terbungkuk
Sesekali limbung bagai orang yang mabuk
Walau hati ingin terus maju
Namun terkhianati oleh sendi yang ngilu
Otot yang mendadak tak berkompromi
Memaksa seluruh energi terhenti
Lelaki tua terduduk lesu
Ditemani seonggok karung yang membisu
Matanya memandang hampa
Pada jarak yang tak terkira
Entah kapan dirinya akan tiba
Di mana isi karungnya menjadi berharga
Diamati, dipisah lalu ditera
Ditukar Rupiah sesuai nilainya
Matahari semakin tinggi
Memanaskan segala yang ada di bumi
Kecuali semangat lelaki tua ini
Yang memudar pelan lalu berhenti
Lelaki tua masih diam sendiri
Bersusah payah mencoba berdiri
Namun perut mulai bernyanyi
Belum terisi sedari pagi
Lelaki tua melihat ke sana ke mari
Mencari harapan pencerah hari
Yang terlihat hanya sederet ironi
Menorehkan rasa perih dalam hati
Segerombol anak muda penuh canda
Menari dan tertawa tak kenal duka
Saling menggoda saling mengejek
Tak peduli keluar juga kata-kata jelek
Semestinya mereka tidak di situ
Semestinya mereka bersama buku-buku
Belajar bersama guru-guru
Dan semua pejuang ilmu
Lelaki tua memandang marah
Lupa bahwa ia hampir menyerah
Lelaki tua berdiri dan berteriak
Tak peduli dengan suaranya yang serak
Hei kalian anak muda!
Jangan sia-siakan waktu yang ada!
Lihatlah aku disini menyesali diri
Menangisi waktu yang tak mungkin kembali
Hai kalian anak muda!
Berjuanglah sekarang jangan tunda!
Atau kalian memilih tetap di sini
Melihatku sebagai dirimu di masa nanti?
***
Borneo, Juli 2021.