Sebut saja namanya Lala, pagi ini seperti biasa Ia sarapan dengan porsi yang cukup banyak. Dua telur dengan sayur hijau hangat masakan ibunya selalu membuatnya tak tahan akan godaan pagi itu. Tak ketinggalan Lala juga telah menyiapkan bekal sedini mungkin di dalam tas merahnya agar tidak tertinggal. Bahkan Ia lebih hati-hati terhadap bekalnya daripada peralatan sekolah lainnya.
Gadis berkulit sawo matang dengan pipi gempal itu tersenyum dengan lebar di depan cermin.
"Kapan ya aku kurus," ucap Lala.
Tak lama, setelah merasa semua siap, Ia kemudian berangkat ke sekolah barunya di Jalan Pegangsaan. Lala adalah murid pindahan, mengikuti ayahnya yang pindah tugas, Lala sudah terbiasa mencari kawan-kawan baru. Ya, walaupun tidak banyak yang mau berteman dengannya.
"Eh, Rin kok lu gak bilang kalau berangkat pagi," sapa Lala kepada teman satu-satunya di sekolah barunya.
"Gua lupa ngerjain PR, bantuin ya," ucap Karin.
Lala, memang terkenal gendut dan jarang tidak memiliki banyak teman. Tapi urusan otak, Ia bisa diandalkan. Karin sahabat karibnya itu, adalah orang yang pelupa. Hampir setiap hari Ia selalu diingatkan Lala akan segala tugas yang diberikan.
Jam istirahat berbunyi, mata pelajaran pertama usai, Lala yang sudah tidak kuasa menahan rasa laparnya segera membuka bekal spesial buatan ibunya.
"Eh, gendut, kalo Lo makan terus kapan kurusnya, jaga tu perut biar keliatan cantik," cemooh seorang kakak kelas yang kebetulan sedang menarik uang kas mingguan.
"Eh, kak jaga ya omongannya," bantah Karin.
"Dasar kelas rendahan," ucap Kakak kelas tadi.
Tangan Karin sudah hampir memukul wajah si kakak kelas. Namun, dengan cepat Lala menahannya. Kelas Lala memang terkenal kelas level bawah, meskipun pikirannya cerdas, namun sebagai seorang pindahan tetap saja Ia harus berada di kelas tersebut.
Siang itu, kondisi di luar benar-benar ramai. Lala yang selalu bodo amat dengan segala situasi pun ikut keluar karena kepo.
Seorang anak laki-laki tampan, masuk ke kelasnya, ya benar ada anak pindahan baru lagi di kelasnya. Seketika anak laki-laki tersebut dikerubuti banyak siswi-siswi meminta nomor ponselnya. Lala yang tak mau ketinggalan juga ikut nimbrung.
"Awas Lo gendut, gak cocok lu minta nomor Dimas, liat ngurusin diri sendiri aja belum bener," ucap pedas seorang siswi kelas sebelah.
Namanya Dimas, pindahan dari kota sebelah, sama seperti Lala Ia pindah karena orang tuanya pindah tugas.
Waktu pulang sekolah tiba, hujan tiba-tiba turun dengan sangat deras. Lala yang tadi pagi terlalu sibuk dengan bekalnya sampai lupa untuk membawa jas hujan.
Di halte, Ia melihat sosok nenek-nenek yang tengah kedinginan. Tak kuat melihatnya, Ia segera menawarkan jaket tebalnya yang sedang Ia kenakan.
"Nenek pakai jaket saya ya, biar gak kedinginan, bis masih sekitar lima menitan lagi nek," ucap Lala.
Nenek itu pun hanya mengangguk, kemudian dengan segera Lala mengenakan jaket besarnya ke badan nenek yang sudah mulai menggigil.
Tak lama kemudian bis pun datang, mereka segera naik ke dalam. Selang beberapa menit, nenek itu turun di halte selanjutnya.
"Nak, makasih ya, nenek bawa pulang dulu jaket kamu, sebagai gantinya nenek titip kotak ini ke kamu, kalau sudah besok kita saling mengembalikan, anggap ini jaminan" kata nenek tadi.
"Ah, tidak perlu nek, saya masih banyak jaket di rumah," Lala menolak.
Namun, nenek itu memaksanya untuk mau menerima. Kotak biru kecil itu terlihat sangat indah. Lala sangat penasaran untuk membukanya. Si nenek pun segera keluar dari bis. Saat hendak melambaikan tangan, nenek tersebut justru sudah menghilang entah kemana.
Keesokan paginya, Lala masih penasaran dengan isi dari kotak biru kecil tersebut. Sembari menatap kaca, Ia buka perlahan-lahan kotak tersebut dan ternyata di dalamnya ada sebuah kalung. Karena penasaran Ia pun langsung mengenakan kalung tersebut.
Setelah dipakai, ternyata tubuhnya yang gempal seketika berubah menjadi tirus dan lebih menawan. Berkali-kali Ia menepuk pipinya untuk memastikan bahwa itu bukanlah mimpi. Dan benar, terasa sakit, ini bukan mimpi.
Masih belum percaya, Ia segera berangkat ke sekolah dan reaksi teman-temannya tampak kagum dengan dirinya, bahkan beberapa tidak mengenali. Sejak hari itu Lala benar-benar cantik dan menjadi primadona sekolah. Orang-orang yang sebelumnya mengejek kini justru sangat akrab dengannya. Karin sahabat karibnya yang telah lama bersamanya justru sering di acuhkan begitu saja.
Siang itu Lala di antar pulang oleh Dimas, Ia tak lagi bisa berkata-kata. Sebelum diantar pulang mereka sempatkan mengunjungi toko es krim kesukaan Dimas. Lala benar-benar gembira.
"Lala maukah kamu menjadi pacarku," ucap Dimas mengagetkannya.
"Iya," Lala hanya bisa menjawab pendek.
Entah apa yang membuatnya menyetujuinya, tapi saat itu Lala benar-benar merasa bahagia.
Hari demi hari terlewati, karena kecantikannya Lala semakin disegani dan semakin populer di sekolahnya.
Hari itu Karin, mencoba menawarkan bekal yang dibawanya kepada Lala. Namun, teman-teman barunya justru membentaknya dan mengucapkan kata-kata yang tidak sepantasnya.
"Heh, kamu mau bikin Lala gendut lagi, kesepian ya, makanya jadi cantik, dasar pelupa," ucap seorang kakak kelas yang tengah asik mengobrol dengan Lala.
Berkat ucapan tersebut Lala justru sadar, bahwa Karin adalah orang yang berbeda dari teman dekatnya yang sekarang. Ia mau menerimanya apa adanya. Ternyata selama ini mereka hanya dekat untuk memanfaatkannya meminta nomor ponsel dari para anak laki-laki tampan di sekolahnya, dan Karin berbeda.
Sepulang sekolah, Ia melihat kembali nenek pemberi kalung Ajaib itu. Namun Ia tidak mau kecantikannya hilang begitu saja. Ia berusaha sembunyi sebelum nenek itu melihatnya. Lala bingung bagaimana nanti nasib hubungannya dengan Dimas.
Belum saja sempat bersembunyi Ia malah melihat Dimas, sedang berboncengan mesra dengan siswi lain di sekolahnya. Setelah di lihat lebih jelas, ternyata itu adalah kakak kelas yang selama ini selalu bersamanya saat Ia telah berubah menjadi lebih cantik. Lala merasa dibohongi, Dimas yang izin akan pergi menjemput ibunya justru diam-diam bersama cewe lain.
Merasa sakit hati, tanpa pikir panjang Lala langsung mengembalikan kalung ajaib itu kepada si nenek. Jaket merahnya yang kemarin agak basah sekarang sudah wangi.
"Kecantikan seorang wanita, muncul dari dalam hatinya, jadilah baik kepada semua orang, maka itulah kecantikan sesungguhnya," pesan nenek itu.
Belum sempat menjawab, dari kejauhan Karin memanggilnya, dan secara misterius nenek tadi kembali menghilang.