Semangat yang Tak Pernah Padam

Tri Apriyani | Rico Andreano
Semangat yang Tak Pernah Padam
ilustrasi semangat hidup (pixabay.com)

Pak Komar kini memulai hidup baru sebagai pedagang gorengan di depan toko pakaian setelah setahun beliau terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dari pabrik tekstil, tempat beliau bekerja.

Pak Komar berjualan gorengan berkat dari ide sang istri, Bu Suryati yang kebetulan orang tua Bu Suryati dahulu pernah berjualan gorengan. Mereka berjualan gorengan ditemani kedua putri mereka, Santi dan Yati.

Keduanya yang masih duduk di bangku kelas 1 SMA dan kelas 1 SMP membantu Pak Komar dan Bu Suryati berjualan gorengan saat hari libur. Santi membantu Bu Suryati membuat adonan gorengan dan menggoreng, sedangkan Yati ikut membantu Pak Komar melayani pelanggan.

Berkat dengan kegigihan dan ketekunan dalam berjualan gorengan, serta dukungan dari sang istri tercinta, Bu Suryati, Pak Komar menjalani hidup dengan penuh syukur dan ikhlas.

****

”Alhamdulillah Bu, dagangan kita akhirnya kita laris juga ya” berkat dukungan Ibu, , ujar Pak Komar.

”Syukur Alhamdulillah Pak, asal kalau kita mau tekun, mau berusaha keras, mau gigih, semuanya tidak ada yang sia-sia”, ujar Bu Suryati.

”Iya Bu, benar, dari pagi sampai sore kita berjualan gorengan, sampai rela berpanas-panasan, bahkan sampai kehujanan demi mendapatkan hasil yang maksimal, syukurlah berkat dukungan Ibu kepada Bapak untuk bangkit dari keterpurukan dan tidak menyerah pada kesulitan hidup setelah Bapak kena PHK ”, ujar Santi.

”San, kamu jadi anak yang rajin sekolahnya, kamu juga harus patuh sama nasehat orang tua, kamu juga harus sabar membantu orang tua, begitu juga kamu Yati, kamu juga harus belajar yang rajin, harus patuh sama nasehat orang tuamu”, nasehat Pak Komar.

Santi dan Yati kompak berkata kepada Pak Komar, “Baik Pak, kita akan patuh sama nasehat Bapak dan Ibu”.

Saat mereka sedang berbincang-bincang, kemudian ada pembeli yang membeli gorengan, ”Pak, gorengan berapa harganya?”

”Harga gorengan semuanya seribuan Pak”, ujar Pak Komar.

Saya beli tahu sama tempe Rp 10.000,00 saja, yang tahu beli 5 sama yang tempe beli 5 juga, sekalian habiskan dagangan bapak”, ujar pembeli.

”Siap Pak”, ujar Pak Komar.

Setelah Pak Komar menyerahkan pesanan gorengan pembeli, pembeli memberi uang Rp 10.000,00 kepada Yati, ”Ini Dek uangnya, Rp 10.000,00”.

”Ya Pak, terima kasih banyak”, ujar Pak Komar dan Yati.

***

Sore itu, Pak Komar pulang dari pabrik tekstil. Sepulang dari pabrik, wajah beliau tampak muram dan badannya tampak lemas, serta sedikit kesal setelah mendapat informasi, bahwa beliau terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) akibat pabrik sedang mengalami efisiensi besar-besaran, mengingat permintaan tekstil yang mengalami penurunan.

”Assalamu’alaikum Bu”, ujar Pak Komar.

”Wa’alaikumussalam, eh Bapak, udah pulang ya, kok wajahnya agak muram begitu dan badannya agak lemas gitu, Bapak ganti baju dulu, Ibu sudah siapkan kopi panas untuk Bapak”, ujar Bu Suryati.

”Bapak mau berbicara dengan Ibu, Santi, dan Yati, di ruang tamu, ada yang perlu Bapak sampaikan ke kalian semua”, ujar Pak Komar.

”Sebentar ya Pak, Ibu panggilkan Santi dan Yati dulu, mereka sedang mengerjakan PR di kamar, Santi, Yati, kalian ke ruang tamu sekarang , ada yang Bapak mau bicarakan sama Ibu dan kalian berdua !”, perintah Bu Suryati.

Santi dan Yati menjawab perintah Bu Suryati ”Iya Bu”.”Eh Santi, Yati, ayo kalian kumpul ke sini, bareng Bapak sama Ibu, ada yang mau Bapak bicarakan sama Ibu, dan kalian berdua”, ujar Pak Komar.

Dengan rasa penasaran, Santi bertanya kepada Pak Komar, “Ada yang mau dibicarakan apa sih Pak”.

”Jadi begini Bu, Santi, sama Yati, Bapak hari ini mendapatkan kabar yang kurang gembira, Bapak mendapatkan informasi, kalau Bapak terkena PHK dari pabrik”.

Bu Suryati terkejut mendengar Pak Komar terkena PHK, “Hah, yang benar Pak, Bapak terkena PHK dari pabrik, Ya Allah kok bisa sih Pak ?”

Sembari menangis sesenggukan, Pak Komar berkata kepada Bu Suryati, ”Iya Bu, benar, tadi sebelum Bapak pulang, Bapak mendapat surat dari Bagian Personalia, bahwa Bapak terkena PHK akibat efisiensi dari pabrik untuk mengurangi jumlah tenaga kerja, mengingat permintaan tekstil yang semakin menurun”.

Santi dan Yati pun terkejut serta menangis mendengar Pak Komar terkena PHK, sebab Pak Komar menjadi tumpuan untuk membiayai pendidikan mereka, mengingat mereka masih bersekolah.

”Hik.... hik..... hik...., Ya Allah Pak, Santi juga ikut sedih Bapak terkena PHK”, ujar Santi.

”Sama dengan Mbak Santi Pak, Yati juga ikut sedih, hik..... hik...... hik....”, ujar Yati.

Dengan tangis dan bercampur emosi, Pak Komar menggebrak meja di ruang tamu, ”Gubrak, Bapak masih nggak bisa terima kenyataan ini, Bapak sudah bekerja di pabrik tekstil selama 20 tahun lamanya, Bapak sudah mendapat penghargaan sebagai karyawan teladan, Bapak sudah bekerja dengan giat dan gigih, tapi kenapa Bapak yang harus terkena PHK ?

ini nggak adil, ini nggak adil”.”Astaghfirullah, Ya Allah Pak, Bapak nggak boleh ngomong begitu, kita harus bisa menerima kenyataan semua ini Pak, kehidupan itu bagai roda yang berputar, kadang di atas kadang di bawah”, ujar Bu Suryati.

“Tapi Bapak sudah bingung Bu, Bapak nggak tahu mau gimana lagi, Bapak sudah putus asa dan sudahlah pasrah aja”, ujar Bapak.

“Pak jangan putus asa, Santi, Ibu, Yati akan membantu Bapak mencari solusi untuk permasalahan yang Bapak hadapi”, ujar Santi.

”Iya Pak, benar apa yang dikatakan Mbak Santi, Bapak jangan putus asa, jangan patah semangat, ayo Bapak tetap semangat, Bapak pasti bisa kok”, ujar Yati.

”Bapak nggak usah khawatir dan bingung, biar Ibu, Santi, dan Yati yang ikut membantu mengatasi masalah yang Bapak hadapi”, ujar Bu Suryati.

Pak Komar tampak bingung dan berdiam sejenak merenungi perkataan yang disampaikan oleh Bu Suryati, Santi, dan Yati.

”Bapak tidak boleh menyerah, Bapak harus kuat dalam keterpurukan, Bapak juga harus mencari solusi bersama Ibu, Santi, dan Yati atas masalah yang Bapak hadapi, Bapak ucapkan terima kasih kepada kalian semua atas segaladukungan kalian kepada Bapak agar bangkit dari keterpurukan”, ujar Pak Komar.

”Alhamdulillah kalau Bapak sudah mulai bangkit kembali, kami bertiga juga senantiasa mendukung dan memberi dorongan di saat Bapak sedang mengalami keterpurukan, apalagi saat Bapak terkena PHK sekarang”, ujar Bu Suryati.

”Dengan perasaan gembira, Santi dan Yati berkata,”Alhamdulillah kalau Bapak sudah bangkit kembali”.

Pak Komar bekerja di pabrik tekstil selama 20 tahun lamanya. Pak Komar bekerja dengan posisi sebagai pengawas lapangan.

Berkat kegigihan dan ketekunan serta kerja kerasnya selama 20 tahun lamanya, Pak Komar mendapatkan penghargaan dari tempat beliau bekerja sebagai karyawan teladan.

Penghargaan tersebut tidak membuat Pak Komar cepat puas, beliau tetap bekerja dengan giat dan tekun. Pak Komar tinggal di sebuah rumah yang sederhana dengan halaman yang sangat luas dan banyak pepohonan.

Syukurlah berkat hasil dari kerja keras beliau Pak Komar memiliki rumah sendiri, walau sederhana. Pak Komar tinggal bersama istri, Bu Suryati beserta kedua putri beliau, Santi dan Yati.

Bu Suryati adalah seorang ibu rumah tangga, dahulu Bu Suryati pernah bekerja ikut membantu orang tuanya berjualan gorengan sebelum menikah dengan Pak Komar.

Namun setelah menikah dengan Pak Komar, akhirnya Bu Suryati memutuskan untuk tidak membantu orang tuanya berjualan gorengan, beliau fokus mengurus keluarga.

Santi duduk di bangku kelas 1 SMA.Santi merupakan anak yang selalu menuruti perintah dan nasehat orang tua, sedangkan Yati, adik Santi duduk di bangku kelas 1 SMP. Begitu pula Santi, Yati pun juga selalu menuruti perintah orang tua.

Seusai sarapan sebelum memulai aktivitas, Sejenak Pak Komar berbincang bersama Bu Suryati, Santi, dan Yati di meja makan.

”Alhamdulillah Bapak akhirya menjadi karyawan teladan, walau begitu Bapak tidak cepat puas atas pencapaian yang Bapak miliki, Bapak selalu bekerja dengan giat, tekun, dan pantang menyerah”, ujar Pak Komar.

Ibu jadi bangga sama Bapak atas kerja keras dan kegigihan Bapak”, ujar Bu Suryati.

”Iya Pak, Bu, Santi dan Yati juga turut bangga atas kerja keras Bapak, semoga Bapak diberi kelancaran rezeki”, ujar Santi.

”Aamiin San, kamu juga selalu belajar yang rajin ya, dan selalu patuh pada nasehat orang tua, begitu juga dengan kamu Ti, kamu juga harus rajin belajar dan selalu patuh pada nasehat orang tua”, ujar Pak Komar.

“Baik pak, Yati dan Mbak Santi juga selalu patuh nasehat Bapak dan Ibu, kami berdua berjanji agar lebih rajin belajarnya”, ujar Yati.

”Sip, anak pintar, oh iya ini sudah menunjukkan jam 06.15, ayo semuanya pada siap-siap berangkat ke pabrik dan ke sekolah”, ujar Bu Suryati.

”Eh iya Bu, karena keasyikan ngobrol nggak terasa sudah jam 06.15, Bapak mau berangkat dulu ya Bu”, ujar Pak Komar.

Pak Komar bangkit dari kursi berpamitan dengan Bu Suryati dan Bu Suryati mencium tangan Pak Komar.

Pak Komar berangkat ke pabrik dengan motor, sedangkan Santi dan Yati pergi ke sekolah naik angkot bareng.

”Pergi berangkat Bu, Assalamu’alaikum”, ujar Pak Komar.

“Wa’alaikumussalam, hati-hati di jalan ya Pak”, ujar Bu Suryati.Tak lama kemudian, setelah Pak Komar berangkat ke pabrik, Santi dan Yati pamit berangkat ke sekolah mencium tangan Bu Suryati.

”Bu, Santi sama Yati berangkat ke sekolah dulu, kami sekalian menunggu angkot di depan rumah, Assalamu’alaikum”, ujar Santi.

”Wa’alaikumussalam, Hati-hati di jalan ya San, ingat jaga adikmu baik-baik di jalan ya, belajar yang rajin ya”, ujar Ibu.

“Iya Bu”, ujar Santi.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak