Nasib kian memaksaku untuk selalu tunduk kepadanya; menjilati kaki-kaki kehidupan dan kuku-kuku penderitaan. Sementara itu, banyak doa-doa yang masih bergelantungan di depan mata; dan mereka semua hanya tertawa melihatku yang enggan melakukan apa-apa.
Aku sangat geram melihat mereka dan sangat ingin sekali ku cabik-cabik bibir mereka; agar mereka mau terdiam dan berhenti tertawa. Namun ketika kusadari kembali bahwa doa-doa tersebut merupakan pengharapanku sendiri, ku langkahkan kakiku dan mulai ku beranjak pergi: melawan nasib dengan segala nyeri dan menghadapinya dengan segenap hati.
Kali ini aku menyadari dan aku harus segera bangkit melawan nasibku sendiri; sebelum mentari terbit dan hanya akan menyisakan penyesalan bagi hidupku yang singkat ini.
Sebab aku bukan budak bagi nasib, maka tak seharusnya bila aku tunduk kepadanya!
Aku pun harus berani melawan; untuk menentang kerasnya kehidupan!
Sebab bila tidak, aku akan kalah dan hanya akan menjadi kotoran; dan mereka akan mencemoohku bersama dosa-dosa yang amat besar penyesalannya.
Aku pun dituntut agar tidak takut dan tidak mengeluh; dan aku harus tetap berjalan dengan keyakinanku yang teguh. Sebab ketakutan hanya akan mempermalukanku dan membuat diriku merasa berkecil hati; sedangkan keluhan tidak akan mampu mengubah menjadi lebih baik dan berarti.
Meskipun adakalanya nasib sanggup memaksaku untuk berhenti, namun aku selalu menemukan cara untuk berjuang kembali: Sebab aku masih belum mau menyerah dan sampai kapanpun aku tidak akan pernah mau untuk menyerah!
Selama peluh dan aliran darah ini masih mengalir dengan deras; selama doa masih terdengar dengan keras; selama keteguhan dan ketabahan hati ini masih bersikeras; maka selama itulah akan ku serahkan seluruh raga dan nyawa, melawan nasibku sendiri!
Aku memang tak pernah peduli; dengan dunia yang selalu menawarkan basa-basi, juga dengan rayuannya yang mampu melelapkan harga diri.
Aku bersyukur dengan hidupku yang saat ini, meskipun hidupku sederhana dan biasa-biasa saja.
Walaupun demikian, tetap ingin ku ubah hidupku ini; dengan cara melawan nasibku sendiri.
Melawan nasib bukanlah suatu usaha tak bersyukur, melainkan suatu usaha untuk melepaskan kekerdilan yang merantai dan membelenggu jiwa.
Dan aku akan terus melawan nasibku sendiri, hingga mereka jemu menggodaku dengan segala tipu daya yang mereka punya.
Bogor, 28 Agustus 2021.