Sinar matahari merangkak masuk ruang tamu, menghangatkan tubuh Pak Cipto yang tengah membaca koran. Kolom demi kolom berita mingguan dalam lembaran kertas kecoklatan itu dibacanya, sesekali hanya melihat judul besar dan fotonya saja.
"Loh, berita kayak gitu kok dibaca sih pak, kayak gak ada berita lain saja, bisa bikin stres," Ibu Yati menegur suaminya.
Masih asik dengan korannya, Pak Cipto sama sekali tidak mempedulikan hal tersebut, berita lonjakan kasus positif COVID-19 belakangan ini menjadi fokus perhatian utama Pak Cipto. Sesekali Pak Cipto mengusap keningnya yang sudah banyak berkerut memikirkan kondisi pandemi yang belum juga usai.
Merasa mulutnya terasa kecut, Pak Cipto segera beranjak ke dapur untuk menyiapkan minuman hangat. Koran yang tengah dibolak-balik lembarannya itu diletakkan begitu saja di pinggir meja.
"Loh, gimana sih pak, kok ditutup gitu kan Ibu belum selesai bacanya," Ucap Ibu Yati.
Sembari memanaskan air di kompor gas, Pak Cipto menyandarkan kepala di rak pojok. Berputar-putar seperti seorang ayam kebingungan sambil membuka setiap laci rak.
"Dimana ya Ibu biasanya naruh kopi sama gula," tanya Pak Cipto.
"Bapak gimana sih, ya di tempat biasa toh pak," Ibu Yati menjawab.
Dua gelas kopi Pak Cipto siapkan di tengah meja. Koran yang terdiam di pojokan kembali dibukanya untuk melanjutkan kolom menarik yang belum usai.
"Sesekali ngopi, enak juga ya, sambil baca koran," ucap Pak Cipto. Ibu Yati hanya tersenyum sinis.
"Eh, bapak ibu jangan cuma baca koran seharian, coba itu cuciannya di beresin dulu, baju bapak udah numpuk loh seminggu. Belajar nyuci sendiri, besok kan Ibu mau pergi" Ucap Ibu Yati.
Bapak masih tetap asik dengan kolom berita politik mingguan. Tidak sengaja, bapak melirik ke tumpukan cucian di pojok ruangan. Menghela napas panjang, dengan berat Pak Cipto melangkah mengangkat tumpukan tersebut ke mesin cuci.
Sembari mengisi air ke dalam bak penggiling, Pak Cipto menemukan salah satu celana kolor merahnya sedikit berlubang. Saat itu juga Pak Cipto mengambil langkah cepat untuk memperbaikinya. Seperti saat mencari kopi dan gula, Pak Cipto kali ini bagaikan kucing mencari Indukannya. Semua rak yang ada di rumah dibuka hanya untuk mencari benda mengkilat dengan lubang kecil di atasnya.
"Dimana ya biasanya Ibu naruh jarum sama benang," Tanya Pak Cipto.
Tidak kunjung ditemukan, Pak Cipto merasa kelelahan. Namun, tak disangka jarum dan benang yang tengah Ia cari justru ada di bawah meja tempatnya menaruh kopi.
"Oalah dicari-cari malah disini," Ucap Bapak.
"Makanya di inget-inget, tapi kok bisa bolong ya pak?," Tegur Ibu Yati sambil menemani Pak Cipto memasukkan benangnya.
Sulitnya memasukkan benang ke dalam jarum membuat Pak Cipto menghabiskan banyak waktu hanya untuk menjahit sedikit sobekan di celana kolornya.
"Kalau gak bisa gak usah dipaksa pak, nanti biar Syifa aja," Ucap Ibu Yati.
Belum juga usai, Pak Cipto tiba-tiba teringat akan air untuk mesin cuci yang belum Ia matikan. Dengan segera Pak Cipto bangkit dari tempat duduknya dan berlari mematikan kran tersebut.
"Waduh banjir, kalo sampe ketauan Ibu bisa marah besar ini," Ucap Pak Cipto.
Pak Cipto langsung bergegas mengeringkan lantai yang basah. Tidak ingin buang-buang waktu Ia lakukan hal tersebut sembari menyelesaikan cucian tadi.
Siang hari itu benar-benar melelahkan bagi Pak Cipto yang telah memasuki usia yang tak lagi muda. Merasa sangat lelah, Pak Cipto ketiduran di sofa yang Ia tempati saat membaca koran.
Panggilan telepon masuk, Pak Cipto pun langsung terbangun.
"Assalamualaikum," Pak Cipto memberi salam.
"Waalikumsalam salam, pak hari ini Syifa agak telat pulangnya, bapak di rumah jangan telat makan ya," ucap Syifa, anak perempuan Pak Cipto.
"Iya gampang itu," jawab Pak Cipto.
"Oh iya, nanti bentar lagi apa Pak Burhan datang ke rumah buat bantu-bantu angkatin kursi sama meja yang ada di ruang tamu," Ucap Syifa.
"Loh buat apa diangkatin, emang ada apa?," Sambung Pak Cipto.
"Pak nanti malam kan selamatan 40 hari meninggalnya Ibu," Jawab Syifa singkat.