Tinta hitam yang tergores dalam gejolak hati berbaur permai suasana. Permai suasana yang terus memacu detak kehidupan semakin lama semakin berdegup sangat kencang. Berdegup tanpa henti walau terjeda pergantian waktu.
Pahatan tinta yang dituliskan di sebuah kertas putih sangat polos bernama puisi. Puisi yang berisikan rangkaian kata-kata pemandu rasa yang menghentakkan batin. Kala batin yang tercekik sebuah alunan berbagai sejuta rasa. Batin pun merasakan sebuah kesakitan dalam ketidaksempurnaan dunia.
Jauh panca inderawi yang bergerak dalam raga takkan kenal usai. Tak ada gentar saat terluluh dengan hentakkan alunan puisi. Alunan puisi meledakkan segala emosi dan rasa batin yang selalu dirundung berjuta suasana kerancuan alam duniawi. Mahakarya puisi sangat elok kekal selalu.
Keelokan susunan kata-kata puisi bersolek majas. Majas puisi seakan membuat puisi semakin hidup. Majas yang membangkitkan suasana puisi terdengar sangat membuat pendengaran pekak. Suara-suara bait demi bait yang memukul sanubari kian menghanyutkan perasaan.
Jalan puisi yang terus tanpa terhenti langkahnya. Walau milyaran kritik yang dihantarkan oleh puisi. Tetapi takkan menghapuskan semangat wibawa puisi yang kian berdendang di seantero dunia. Milyaran telinga dibuat tersentak dengan sajak-sajak puisi yang menggelegar.
Begitu menggelegar saat suara-suara hati yang tercekik dalam tirani dunia yang sangat bengis. Bengis tak ada kenal perikemanusiaan sama sekali. Begitulah kisah sebuah puisi.