Di balik dinding rapuh penuh celah
Meringkuk bocah yang tak kenal sekolah
Gelap perlahan turun selimuti bumi
Samarkan batang- batang pohon yang tak bersemi
Bocah lemah tanpa daya tiada tenaga
Kaburkan hidup antara jiwa atau raga
Tak seteguk air melewati keringnya tekak
Tak sebutir nasi menjamah lidah yang terasa cekak
Dalam diam tanpa keluh tanpa kesah
Hanya pantulan bening mata yang mulai basah
Menahan perih menahan dahaga
Hanya bersama adik yang lara juga
Dua anak manusia tak berdosa
Terpaksa mengais apapun yang tersisa
Sembari tetap berharap sang ibu pulang
Cemas ibu akan seperti ayah yang menghilang
Berderit pintu kayu tak berkunci
Menampar almari lapuk tanpa laci
Menyuarakan segala bunyi kepapaan
Menyanyikan lagu balada kemelaratan
Walau bahana itu memilukan perasaan
Memancing kegundahan dan kegobaran
Namun bagi kedua bocah yang kelaparan
Suara itu adalah pembuka harapan
Langkah kaki ibu yang sarat dengan beban
Adalah suara terindah sepanjang penantian
Sedari terbitnya mentari di ufuk sana
Hingga janji petang berubah malam pun terlaksana
Wajah pucat berhias debu dan jelaga
Membingkai mata sayu usai semalam terjaga
Tergopoh menilik dua buah hati yang terbaring
Di hamparan dipan beralas tikar pandan kering
Gemetar jemari mengurai buntalan kecil
Disambut dua bocah yang semakin terlhat mungil
Bibir kecil mereka mengulaskan senyum
Menikmati suapan yang tertahan dikulum
Sang ibu terduduk lelah di ujung dipan
Ada bahagia walau masih cemas akan masa depan
Kalimat petuah berhiaskan penghiburan
Ibu tak akan biarkan kalian kelaparan
Borneo, September 2021