Kutulis sepucuk surat untukmu yang aku tahu takkan pernah sampai karena hanya berakhir di laci mejaku
Entah sudah berapa banyak surat yang aku tulis sembari berderai air mata dan semuanya hanya tentangmu
Tentang senyummu, tawamu juga sedihmu
Semua emosi menjadi satu bersama paras yang ayu
Dalam ingatanku hanya ada dirimu
Air mataku menetes
Penyesalanku tiada arti
Kini aku bagai pecundang di tengah keheningan malam meratapi nasib yang malang
Ditinggal pergi olehmu sungguh ujian yang teramat berat bagiku
Sudah cukup derita akan cinta yang tak sampai
Kini kepergianmu menyisakan duka yang mendalam
Tanpa sempat aku ucapkan isi hati betapa aku mencintaimu
Betapa aku ingin memilikimu
Sungguh, egoku telah mengalahkanku
Aku terlalu takut semua tidak akan baik-baik saja jika berterus terang tentang rasa yang telah lama aku pendam
Rasaku takkan berhenti sampai di sini meski ragamu tak mampu lagi kujaga namun namamu masih terjaga dalam benakku
Wanita yang sangat kucinta namun tak mampu kumiliki
Maafkan aku yang terlalu bodoh membiarkanmu terus menerka akan rasa yang aku miliki
Bukan maksudku mempermainkan rasamu namun aku takut kau justru akan menjauh dan membuat jarak
Mestinya kukatakan saja waktu itu sejujurnya kala kau bertanya dari hati ke hati tentang perasaan yang ada untukmu
Selepas kebohongan itu
Masih kuingat jelas matamu yang berkaca-kaca menahan tangis namun senyummu tetap merekah
Seolah mencoba bersikap baik-baik saja namun aku tahu aku telah membuat kesalahan