Sejak diluncurkan pada 2016, gim Pokémon Go menjadi fenomena global yang mengubah cara orang bermain gim.
Tidak hanya duduk di depan layar, pemain diajak keluar rumah, berjalan kaki, dan berinteraksi langsung dengan sesama.
Di Yogyakarta, semangat ini menemukan wujudnya dalam Jogja Raid Hunter, komunitas para trainer yang rutin berburu Pokémon bersama.
Ketua Jogja Raid Hunter, yang akrab disapa Kak Andro, mengenang awal terbentuknya komunitas ini pada Juli 2017. Saat itu, Pokémon Go baru saja menghadirkan fitur Raid, pertempuran melawan Pokémon yang sangat kuat dan mengharuskan pemain bekerja sama.
“Dulu kita cuma nangkep Pokémon sendiri-sendiri. Sejak ada Raid, main sendirian nggak bisa lagi. Harus bareng-bareng,” ujarnya.
Kesadaran itulah yang melahirkan komunitas pemburu Raid di Yogyakarta. Awalnya, Kak Andro masih tinggal di Jakarta dan bergabung dengan komunitas setempat. Setelah pindah ke Jogja pada 2018, ia resmi bergabung dengan Raid Hunter. Waktu berjalan, pandemi COVID-19 melanda, dan ketua lama berhenti bermain. Posisi itu kemudian dipegang Kak Mi, salah satu anggota aktif yang dipercaya memimpin dan mengoordinasikan kegiatan.
Bagi Kak Anto, salah satu momen paling berkesan terjadi pada Juni 2022. Selama pandemi, kegiatan berburu Pokémon tatap muka praktis terhenti, komunikasi hanya lewat grup WhatsApp. Namun ketika pembatasan sosial dilonggarkan, Niantic—pengembang Pokémon Go—menunjuk beberapa kota, termasuk Yogyakarta, untuk menggelar Community Day resmi.
“Sempat khawatir, takutnya orang masih enggan kumpul. Tapi ternyata rame banget, ada sekitar 60 orang datang. Itu bukti kalau Pokémon Go di Jogja masih kuat,” kenangnya.
Meski menyenangkan, mengelola komunitas besar tidak selalu mudah. Salah satu tantangan adalah menentukan lokasi bermain.
Di mal, koordinasi lebih sederhana berkat fasilitas parkir dan titik kumpul yang jelas. Namun di area terbuka seperti kampus, penentuan titik kumpul bisa menjadi tantangan tersendiri. Hubungan antar komunitas Pokémon Go di Jogja juga kadang kurang harmonis.
“Komunitas di Jogja ini banyak. Ada yang merasa kita eksklusif atau nggak mau main di daerah mereka. Belum lagi perbedaan cara main—ada yang fair, ada yang cheating dengan memalsukan lokasi,” jelasnya.
Jogja Raid Hunter rutin menggelar kegiatan hampir setiap minggu, berpindah-pindah lokasi dari pusat perbelanjaan hingga area publik seperti UGM. Event bulanan seperti Community Day menjadi daya tarik besar, karena dalam tiga jam, Pokémon tertentu muncul lebih banyak dan ada peluang mendapatkan versi shiny.
Beberapa kegiatan bahkan menggandeng sponsor atau media, misalnya kerja sama dengan Tribun News untuk publikasi poster acara.
“Kerja sama seperti ini membantu memperluas jangkauan informasi dan menarik anggota baru,” kata Kak Andro.
Kecintaan Kak Andro pada Pokémon bermula sejak kecil. Ia pertama kali mengenal waralaba ini pada 1998 melalui Game Boy dan gim Pokémon berbahasa Inggris. Sejak itu, setiap kali Nintendo merilis konsol baru, ia selalu memainkan seri utamanya.
“Buat saya, Pokémon itu bagian dari hidup. Sampai sekarang saya masih nonton animenya dan selalu cari kesempatan ikut event. Pokémon Go jadi alasan untuk keluar rumah, ketemu teman, dan jalan-jalan,” ungkapnya.
Harapannya sederhana: komunitas ini tetap ramai, solid, dan mampu beregenerasi. Ia ingin ada koordinasi antar komunitas Pokémon di Indonesia yang lebih terstruktur, sehingga dukungan tidak hanya terpusat di kota besar. Pesannya untuk para pemain pun jelas: nikmati permainan sesuai gaya masing-masing.
“Nggak ada kewajiban beli item atau in-game purchase. Mainlah jujur, jangan curang, dan jangan merugikan orang lain. Percaya saja, pengembang pasti sudah menyiapkan banyak hal seru untuk kita.”
Bagi Jogja Raid Hunter, menangkap Pokémon tidak sekadar hiburan. Ini adalah sarana membangun kebersamaan, menjalin persahabatan, dan tetap aktif bergerak.
Seperti kata Kak Andro, “Yang penting kita senang, dapat teman, dan terus bergerak. Karena di Pokémon Go, petualangan selalu menunggu di luar sana.”