Haruskah Kecanduan Teknologi?

Hernawan | Christof
Haruskah Kecanduan Teknologi?
Ilustrasi teknologi (Cottonbro/Pexels).

Perubahan dunia yang serba cepat di satu sisi melahirkan terobosan teknologi yang pesat berkembang. Dapat dirasakan produksi dan temuan mesin elektronika kini dengan cepat bergeser ke mesin pintar yang terprogam dan bisa berfikir.

Setiap hari, ada saja perkembangan dan peluncuran teknologi baru, baik kamera, laptop, komputer, gawai, hingga aplikasi berbasis informatika. Ada yang mampu melacak keberadaan restoran, hotel, penginapan, objek wisata, toko elektronik, hingga suvenir terdekat.

Ada pula alat dan sarana  yang mampu membantu manusia dalam menulis, mencatat, mengedit foto, video, gambar, hingga kreasi indah lainnya. Seolah di zaman ini, dari segala penjuru, manusia serba dimudahkan dan dibantu aktivitasnya dengan beragam fitur baru teknologi. Dari pagi hingga malam, semua orang seperti tak bisa terhindar dari penggunaan teknologi apapun bentuknya.

Semakin lama, semakin dengan terbantunya dan dipermudahkannya segala urusan baik pekerjaan, sosial, dan bagian kehidupan lainnya, teknologi menjadi sebuah kebutuhan yang semakin meningkat tingkat urgensinya. Teknologi menjadi kebutuhan penting.

Selain itu, tidak sedikit pula orang yang justru susah dilepaskan, bahkan kecanduan dengan beragam fasilitas ini. Ada pula yang bahkan merasa kurang dan gelisah jika dalam sehari tidak memencet atau membuka media sosial, aplikasi kegemaran atau perangkat teknologi lainnya. Jika dibiarkan, kecanduan terhadap teknologi menjadi suatu hal yang mungkin akan membawa efek buruk nantinya.

Mengapa manusia masa kini seakan sudah terobsesi dan kecanduan pemakaian teknologi?

Jika dikaji lebih jauh, pada dasarnya pikiran yang sudah terbiasa terbantu dan termudahkan berkat suatu fasilitas atau sarana apapun, kelamaan akan melahirkan rasa nyaman dan muncul sebuah keterikatan tertentu.

Bahkan begitu kerapnya semua disokong dan didukung oleh sarana itu, akan lahir ikatan batin dan emosi kuat di dalam pikiran dan jiwa seseorang. Ini dapat dibuktikan, rasa cinta pengguna sepeda motor yang kemudian menyayangi dan melindungi kuda besinya dari goresan, jatuh, atau kerusakan lainnya. Semakin seorang terhubung dengan sebuah sarana penunjang yang menyenangkan, semakin pula ia merasa butuh dan terikat dengannya.

Namun demikian, rasa keterikatan dan emosi ini ada baiknya tidak sedikitpun memudarkan rasa percaya terhadap kemampuan dan ketrampilan dasar yang kita miliki sebagai manusia.  Tak seharusnya, kehandalan dan kecanggihan teknologi menumpulkan ketajaman pikiran kita, ketrampilan berkreasi hingga mencari solusi.

Jangan sampai itu semua justru memabukkan, membuat malas dan terlena yang akhirnya  semakin mengejar kemudahan demi kemudahan lainnya. Jangan sampai pula kesemarakkan teknologi ini merampas kedaulatan manusia untuk berfikir dan berkreasi sepenuhnya.

Tak sepantasnya pula, sebagai manusia kita merasa lumpuh dan tak berdaya jika dalam beberapa waktu tertentu tidak ditunjang dengan teknologi tersebut. Atau justru merasa cacat terhadap hasil karya atau pekerjaan kita jika tidak didukung fasilitas teknologi .

Sesekali waktu, memang perlu mencoba untuk melakukan apapun baik berkarya , berkreasi, atau bekerja dengan meminimalkan sebanyak mungkin kehadiran teknologi. Selain mengurangi ketergantungan dan keterikatan mendalam terhadap teknologi, pikiran dan jiwa kita memang membutuhkan suatu kegiatan atau aktivitas alami yang bertopang dan bersandar penuh pada bakat dan ketrampilan diri sebagai manusia.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak