Dari sekian banyak jurusan di kampus, tentu semua memiliki ciri khasnya masing-masing. Maka lumrah terjadi bagi fakultas atau jurusan untuk menampakkan identitasnya kepada khalayak umum dengan dalih bahwa fakultas tersebut perlu dibanggakan dan diminati bagi para calon mahasiswa baru. Sehingga berbagai upaya propaganda pun dilakukan untuk mensosialisasikan fakultas ataupun jurusan mengenai keunggulan dan outputnya nanti.
Hal itu kadang kala terjadi persaingan antar-fakultas meskipun dalam satu kampus. Bukan hanya persaingan sosialisasi mengenai keunggulan masing-masing, tetapi persaingan fisik pun biasa juga terjadi. Makanya tidaklah heran jika ada mahasiswa yang menjagokan fakultasnya dan menganggap di atas level dari fakultas lain, walaupun kondisinya masih berada dalam arena kampus yang sama.
Iya sih, sebenarnya wajar saja kalau setiap mahasiswa menampakkan ciri dan karakter fakultasnya. Sebab melalui cara itu, ia memiliki kualitas yang berbeda dengan fakultas lain. Namun, yang salah jika ada fakultas tidak menghargai fakultas lain, apalagi sampai terjadi permusuhan yang ujungnya tawuran. Nah, jelas itu sangatlah tidak wajar sebagai penyandang seorang mahasiswa kaum terdidik.
Sama dengan jurusan yang lain, jurusan Matematika pun memiliki karakternya sendiri, tetapi bukan karakter untuk tawuran ya, oke. Melainkan karakter yang mengarah pada segi berpakaian, penampilan, sikap, dan tutur kata yang telah diatur ketat pada aturan fakultas.
Untuk jurusan Matematika fakultas MIPA di kampus saya, pada tiap hari senin dan kamis diwajibkan untuk memakai seragam putih hitam yang tidak ubahnya sama waktu semasa di sekolah dulu. Selain itu, bagi mahasiswa laki-laki, sangatlah dilarang berambut gondrong. Apabila aturan itu dilanggar, maka resikonya pun dapat berimbas pada nilai. Adapun alasannya agar berbeda dengan fakultas lain, tidak seperti fakultas Fisip dan Teknik yang memang diidentikan dengan mahasiswanya rambut gondrong.
Bagi mahasiswa matematika, sering saja dilabeli sebagai lulusan yang nantinya dapat bekerja di perusahaan ataupun di kantoran. Makanya tuntutan kepada mahasiswa matematika pun agar membiasakan sejak di kampus untuk berpenampilan rapi, taat aturan dan bekerja secara profesional yang tepat waktu.
Sehingga tidak heran jika aturan berpakaian dan berpenampilan sangat ditekankan termasuk di kampus saya. Hal itu juga yang menjadi tuntutan kepada mahasiswa jurusan matematika agar dapat cepat selesai dan bisa bekerja di kantor ataupun di perusahaan.
Sebagai mahasiswa jurusan matematika, tentu dalam proses belajar mengajar tidak lepas dari usaha berpikir keras dan sistematis. Dengan mengerjakan soal yang begitu rumit, sehingga terkadang membutuhkan banyak rentan waktu untuk menyelesaikan soal meskipun hanya satu saja. Ironinya soal tersebut, ujung-ujungnya hanya ingin mendapatkan nol saja. Begitulah karena pekerjaan anak matematika tidak lepas dari kerja-kerja abstraksi dan biasanya hanya dalam angan-angan.
Parahnya saat sementara belajar, justru timbul suatu gugatan kenapa mesti mengerjakan soal matematika yang begitu rumit secara manual? padahal kenyataannya sudah ada aplikasi teknologi yang disediakan. Namun, saat ini masih saja mengandalkan kerja secara manual untuk jurusan matematika.
Bagi yang tidak memahami dasar-dasar dalam mengerjakan soal matematika, maka tentu sangat kewalahan dan membutuhkan waktu lama ketika berhadapan dengan soal matematika yang banyak angka-angka dan simbol-simbol itu. Apalagi kalau tidak ada motivasi untuk belajar matematika, maka tentulah sangat sulit untuk melaluinya.
Hal inilah yang terkadang membuat para anak matematika lebih membatasi diri untuk tidak ikut pada organisasi jika tidak ada hubungannya dengan jurusan matematika. Pasalnya, karena belajar matematika saja itu sudah pusing dan membutuhkan waktu lama untuk bergelut dengannya. Apalagi kalau ditambah dengan aktivitas organisasi pergerakan, kemudian tidak mampu menemukan pencerahan mengenai hubungan ilmu di organisasi pergerakan dengan ilmu matematika. Maka semakin apatislah minat anak Matematika ikut organisasi pergerakan.
Kalau ditelisik dari jauh mengenai organisasi pergerakan seperti GMNI, HMI, PMII, FPPI, LMND, dan Ormek lainnya, justru lebih banyak didominasi oleh mahasiswa jurusan ilmu sosial, ekonomi, pertanian dan juga teknik. Dan lagi-lagi mahasiswa jurusan matematika selalu minoritas yang ada dalam organisasi tersebut jika dibandingkan dengan jurusan lain.
Entah kenapa bisa? Apakah karena memang jurusan matematika sedikit mahasiswanya atau karena jurusan matematika tidak ada hubungannya dari beberapa Ormek tersebut? Atau bisa juga karena saking sibuknya berhadapan dengan soal matematika sehingga tidak ada waktu untuk ikut dalam organisasi pergerakan. Tidak sama dengan kebebasan mahasiswa jurusan ilmu hukum, politik, ekonomi dan lain sebagainya yang memang sangat dekat dengan bidang keilmuannya, makanya tidaklah heran.
Diakui atau tidak hubungan antara jurusan matematika dengan organisasi pergerakan sangatlah minim. Bagi anak matematika, kalau sementara di kampus, tentu tidak asing istilah “sin, cos, kali, bagi dan lain sebagainya". Akan tetapi, beda halnya kalau di organisasi, pasti akan lebih banyak berjumpa dengan problem sosial, politik, dan negara.
Nah, makanya tidak heran jika jurusan yang ada di fakultas Fisip selalu didominasi mahasiswanya untuk ikut pada organisasi pergerakan. Sedangkan anak jurusan matematika akan selalu menjadi minoritas di organisasi pergerakan.
Padahal sejatinya, mahasiswa dari jurusan mana pun sebaiknya mempunyai tanggungjawab sosial. Dan salah satu wadahnya adalah organisasi pergerakan yang lebih banyak berbicara mengenai kebangsaan. Bukan hanya menjadi mahasiswa yang diproduksi menjadi pekerja saja yang bekerja seperti robot. Melainkan dapat menjadi pemimpin dan memberikan perubahan kepada diri sendiri, masyarakat dan bangsa.