Siapa sih yang tidak sering menerima pertanyaan-pertanyaan nyelekit khas orang Indonesia? Contohnya seperti ‘kapan kuliah?’, ‘kapan lulus?’, ‘kapan kerja?’, ‘kapan nikah?’ atau ‘kapan punya anak?’. Pasti telinga kalian sudah kebal ya. Saya sendiri heran, kok gak ada yang tanya ’kapan cerai?’atau ‘kapan meninggal’ agar lebih greget gitu. Bisa juga kita tidak sadar kalau diri-sendiri sering melontarkan pertanyaan seperti itu (kita sungguh biadab).
Eh, saya pikir, hidup di Indonesia itu ibarat lomba. Kalau temennya jadi PNS, kita kayak cacing kepanasan ingin jadi ASN juga. Atau saat teman-teman sebaya sudah menapaki jenjang kursi pelaminan. Kita juga gatel ingin segera melepas status jomblo dan berharap berganti menjadi seorang suami/istri.
Apabila tidak menikah seringkali malah di cap gak laku atau perawan tua. Jadi, banyak yang akhirnya ‘terpaksa’ menikah karena gak kuat sama tekanan mulut orang lain. Nah, katanya kalau sudah nikah itu ibarat kita sudah berada di tingkatan tertinggi kehidupan. Katanya setelah menikah bakalan lebih lega dan ‘berjaya’ karena sudah dianggap dewasa.
Tapi setelah nikah, banyak pasangan yang masih sering dibombardir dengan pertanyaan, ‘kapan punya momongan?’. Kayaknya udah biasa banget liat orang menikah terus langsung hamil. Jadi, tujuan nikah itu sebenarnya gak jauh-jauh dari beranak-pinak dan menambah sesak bumi.
Keinginan untuk berbulan madu, menikmati manisnya kehidupan awal rumah tangga dan bermesra-mesraan bersama pasangan harus sirna seketika. Karena omongan tetangga, mertua bahkan tuntutan orang tua sendiri yang ingin segera menimang cucu. Bukannya bisa pacaran setelah nikah, malah harus bangun tengah malam ganti popok dan bikin susu anak.
Lalu gimana kalau ada orang yang menganut ‘Childfree’?. Mungkin akhir-akhir ini banyak orang yang membicarakan hal ini. Ada banyak istilah terkait Childfree, ada yang juga menyebutnya Childless. Kalau bahasa gampangnya adalah gak mau punya anak. Apakah kamu menjadi golongan Childfree atau kamu siap kalau pasanganmu gak mau punya anak?
Tapi bakalan mustahil kalau mau menganut Childfree jika hidup di Indonesia. Tau sendiri kan kalau nikah lebih dari sebulan gak hamil aja sudah disuruh minum ramuan ini itu. Diminta konsultasi ke dokter karena dikira mandul. Belum lagi akan dianggap egois kalau nikah gak mau punya anak. Katanya ‘ngapain nikah kalau gak mau punya anak?’.
Pasti akan banyak ceramah yang akan diterima, mulai dari membawa-bawa nama agama. Bahkan akan sering mendapatkan celotehan semacam ini, ‘banyak orang yang pingin punya anak loh, kamu dikasih kesempatan bisa punya anak tetapi malah disia-siakan’. Hadeuh, memang repot hidup di Indonesia.
Padahal sebenarnya pilihan untuk memiliki atau tidak berkeinginan punya anak itu adalah hak setiap orang. Iya, hak seperti mau menikah atau tidak. Membuat anak memang gampang gaes. Tapi inget, ngerawat anak itu susah. Jangan berdalih atas nama agama, ‘banyak anak banyak rezeki’. Maaf nih, saya heran saja sama orang yang bisa punya banyak anak tapi keadaan ekonominya jauh dari kata cukup.
Anak itu memang gak bisa memilih lahir dari keluarga kaya atau ningrat. Tapi setidaknya, jadi orang tua itu harus sadar diri kalau jangan sampai anak itu merasakan penderitaan orang tuanya. Masak orang tuanya susah, anaknya yang nanggung? Seharusnya memang kalau punya anak ya harus sudah siap mental apalagi finansial. Ingat kalau anak itu punya cita-cita yang harus digapai. Jangan hanya pasrah melihat anak tidak bisa sekolah!
Sebenarnya paham Childfree ini bagus untuk keselamatan bumi loh. Karena menurut para ahli, manusia mengeluarkan karbon dioksida lebih banyak ketimbang yang dihasilkan gunung berapi. Sudah tau kan kalau populasi manusia itu sudah miliaran. Bisa bayangkan sudah berapa banyak pohon yang ditebang, emas dikeruk dan hewan dibunuh untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia.
Jadi pilihan untuk gak mau punya anak (Childfree) itu sah-sah saja. Tapi kalau gak kuat nahan diri lihat foto anak kecil terus jadi ingin punya anak juga gapapa. Namun perlu sadar diri, sekali lagi sadar diri, jangan bikin banyak anak, bumi tambah penuh.