Di tengah pandemi Covid-19 yang terus melanda telah menimbulkan berbagai euforia apalagi fobia. Berbagai kebijakan telah diterapkan untuk melawan pandemi yang kian memanas itu. Kondisi tersebut, menjadi berita duka mengingat wacana sekolah tatap muka akan tertunda lagi, para anak sekolah sudah lama merindukan agar sekolah dapat terlaksana seperti sebelumnya, namun itu hanya sebagai mimpi belaka. Akan tetapi, tentu tidak ada pilihan lain karena kondisi yang akan menjawabnya.
Sistem pembelajaran online (belajar dari rumah) diatur dari Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19) yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. Di mana guru dapat melakukan pembelajaran bersama dengan menggunakan berbagai media grup di media sosial seperti WhatsApp (WA), Telegram, Google Classroom, Zoom, dan aplikasi media pembelajaran lainnya. (BDK Jakarta Kementrian Agama RI, Sri Harnani, S.Pd).
Pembelajaran online mesti dapat memberikan solusi dan dapat berjalan dengan efektif guna meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. Menurut Handoko (1997:7), bahwa efektivitas adalah kemampuan untuk memilih tujuan tepat atau peralatan tepat untuk pencapaian tujuan yang ditetapkan.
Dalam penelitian yang dilakukan Nisaul Choiroh berjudul, “Efektivitas Pembelajaran Berbasis Daring/E-Learning Dalam Pandangan Siswa” tahun 2020, menjelaskan bahwa kendala dalam pembelajaran online gangguan sinyal pada saat pembelajaran berlangsung. Mayoritas siswa merasa pembelajaran daring dirasa tidak efektif, karena dalam praktiknya guru lebih dominan pemberian tugas bukan penjelasan materi.
Ironisnya, seakan anak dengan cepat dihadapkan pada sistem baru termasuk belajar dengan menggunakan handphone atau sejenisnya. Padahal, penggunaan handphone untuk belajar bagi anak masih sangat minim dan belum merata terutama di daerah pelosok. Bahkan kecanduan bermain game dan melihat konten fornografi lebih terbuka bagi anak. Bagi anak pembelajaran online adalah liburan bagi mereka.
Fenomena tersebut tentu butuh motivasi, arahan, dan pengawasan. Bukan hanya orangtua yang di rumah, tetapi guru sebagai tenaga pendidik untuk dapat membangun hubungan emosional dengan baik. Profesi guru tidak sekedar menjalankan tugasnya secara fungsional saja, melainkan guru harus mampu melihat problem anak secara objektif pada pembelajaran online. Kondisi anak tidak akan sanggup kalau hanya sekedar disuruh belajar di rumah dan mengerjakam tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Belajar secara tatap muka saja, seringkali anak belum menemukan semangat belajar, apalagi dengan cara pembelajaran online yang kurang pengawasan. Hal itu terjadi karena hubungan emosional antara murid dan guru masih belum terjalin.
Oleh karena itu, seorang guru mesti kreatif agar dapat mempererat hubungan emosional dengan muridnya. Guru perlu mengevaluasi lebih ketat pada pandemi ini, karena tantangan membangun hubungan emosional dengan murid tentu akan lebih berat ketimbang masih pembelajaran tatap muka. Guru mesti harus berjuang secara mati-matian menjalankan tugasnya sebagai pendidik, bukan sekedar guru saja.
Dengan demikian, hubungan emosional anak dengan guru mesti terjalin erat agar anak dapat lebih terarah untuk belajar. Di samping itu juga, anak mesti dapat mengoptimalkan smartphone sebagai media pembelajaran satu-satunya di tengah kondisi hari ini, dan dapat menggunakannya sebagai peluang agar anak dapat lebih cemerlang memanfaatkan sumber daya di era digitalisasi yang semakin cepat perkembangannya.
Referensi :
Choiroh, Nisaul. 2020. ”Efektivitas Pembelajaran Berbasis Daring/E-Learning Dalam Pandangan Siswa,” Institut Agama Islam, Surakarta.
Harnani, Sri. 2020. BDK Jakarta Kementrian Agama RI