Pada awal-awal pelaksanaan vaksinasi Covid-19 dengan prioritas masyarakat yang sudah lanjut usia (60 tahun keatas), Pak Dukuh sampai berkali-kali mengingatkan warga kampung kami untuk melakukan vaksin, di tempat dan waktu yang sudah ditentukan pemerintah desa.
Tetapi begitu terkejutnya Pak Dukuh, ketika melihat di tempat diadakannya vaksin, antusiasme warga kampung kami, kanan kiri kampung kami yang masih se-Padukuhan, sangatlah tendah. Target vaksin yang direncanakan Pak Dukuh jauh dari harapannya, dan harapan pemerintah desa.
***
Seiring begitu banyak kasus warga yang terkonfirmasi Covid-19 dan kampanye “ayo vaksin” dari pemerintah pusat, serta dijadikannya bukti telah vaksin sebagai persyaratan warga mengadakan perjalanan maupun belanja ke mal-mal, situasi dan kondisi berbalik arah. Cara berpikir warga malik grembyang bahwa vaksin Covid-19 menjadi keharusan. Gerakan kampanye “ayo vaksin” sepertinya begitu efektif sekali.
Tetapi sayangnya, manajemen vaksin Covid-19 masih cenderung semrawut. Mulai dari data vaksin, aplikasi vaksin, dan fasilitas pelayanan kesehatan. Juga permasalahan teknis sarana dan prasana serta SDM yang tersedia.
Bahkan waktu itu, pernah ada wacana vaksin berbayar yang ditanggung oleh perusahaan yang akhirnya dibatalkan lagi. Dan terakhir, yang baru-baru ini terjadi terkait adanya penyerobotan vaksin booster yang aturan diberikan kepada nakes di beberapa daerah, malah ada yang mengaku sudah mendapatkannya.
***
Pengadaan vaksin Covid-19 yang diatur dalam peraturan perundang-undangan sepatutnya bukan menjadi komoditi tanggung jawab masayarakat, melainkan perwujudan tanggung jawab pemerintah terhadap penjaminan masyarakat atas kesehatan.
Berbagai ketentuan sanksi yang diundangkan menjadi penanda, pemerintah lebih fokus pada penolak vaksin, daripada mengupayakan sosialisasi vaksin. Nyatanya hal ini menciptakan kebingungan bagi masyarakat dalam menempatkan vaksin di antara hak atau kewajiban.
Pada saatnya nanti, ketika Covid-19 kita pandang sebagai penyakit yang akrab di tengah-tengah kita. Maka masa kenormalan baru harus diimbangi dengan budaya-budaya baru, seperti perilaku hidup sehat dan hidup bersih, seperti selalu mencuci tangan dengan air mengalir, menggunakan sabun, serta selalu memakai masker, menjadi sesuatu yang tidak dapat ditawar-tawar lagi, apapun alasannya.
Kebutuhan akan obat-obatan Covid-19 dan vaksinasi Covid-19 menjadi kenormalan baru, yang mau tidak mau harus dilakukan oleh semua warga. Di saat semua orang menginginkan proses belajar mengajar harus tetap berjalan, semua pekerjaan tidak boleh berhenti di tengah jalan, agar kethel ora glimpang, dan semua program pemulihan pertumbuhan ekonomi harus mengalami peningkatan.
Perubahan pola pikir masyarakat dari yang cuek bebek terhadap vaksinasi Covid-19 menjadi antusias, kesadaran, dan kepercayaan yang tinggi, harus diimbangi dengan manajemen pengelolaan vaksinasi secara baik oleh pemerintah pusat sebagai pemegang otoritas kesehatan tertinggi, khususnya Kementrian Kesehatan RI.
Soal aplikasi vaksinasi, harus diperhatikan mulai dari data vaksin yang up to date, akurat dan terintegrasi. Aplikasi vaksin harus mudah dan tidak ribet untuk mengaksesnya.
Perlu diperhatikan juga fasilitas pelayanan kesehatan yang terpecaya dan dapat dipertanggungjawabkan. Serta persoalan teknis lain, seperti sarana dan prasarana yang memadai sesuai standar pelayanan kesahatan. Tidak kalah penting, SDM nakes harus yang profesional dan kapabel.
Pemerintah harus lebih pro aktif dan berusaha jemput bola agar pola berpikir masyarakat tidak berbalik menjadi luweh-luweh lagi, akibat pemerintah pusat slow respons dalam menanggapi program vaksinasi Covid-19 ini. Hanya ada satu kata penyemangat, yaitu lebih cepat lebih baik. Bagaimana upaya pemerintah pusat dalam mengatasi problematika pendaftaran vaksin online yang tidak semua warga juga dapat mengakses linknknya.
Menurut saya, perlu juga starategi pendaftaran langsung vaksin secara offline di Kantor Balai Desa atau Kantor Kecamatan setempat. Perlu diingat, walaupun kita sudah memasuki era platform digital, tetapi masih banyak warga desa yang belum familiar dengan gadget.
Pola pikir masyarakat masih banyak juga yang berpikir tak mau ribet. Kebanyakan warga desa generasi tua masih gaptek, inginnya yang serba praktis, gratis dan simpel. Datang ke titik vaksin langsung daftar, lanjut langsung vaksin, elesai. Demikian pola pikir sebagian besar warga desa. Sesederhana itu, intinya tidak mau ribet.
Sebagai pemegang otoritas kesehatan tertinggi, Kemenkes beserta jajarannya, perlu adanya pengetatan pengawasan. Pemerintah daerah juga harus memperbaiki mekanisme dan sasaran vaksin Covid-19, untuk menghindari hal-hal yang tidak kita inginkan, seperti terjadi di beberapa daerah, bahwa ada pejabat negara menyerobot menggunakan vaksin booster jenis Moderna.
Vaksinasi Covid-19 merupakan sebuah keniscayaan, untuk mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity. Sekaligus sebagai salah satu langkah penanganan Covid-19 terkait percepatan pertumbuhan ekonomi suatu komunitas berusaha.
***
Kini, usaha Pak Dukuh dalam meyakinkan warga Padukannya untuk melakukan vaksin Covid-19 tidak sia-sia. Semua warga di kampung saya, dan di kanan kiri kampung sebelah saya, begitu menyadari begitu pentingnya vaksinasi Covid-19.
JUNAEDI, SE, esais Mbantul, crew Sanggar Inovasi Desa.