Jika mendengar kalimat “media massa”, pasti sudah familiar sekali di telinga masyarakat. Apa sih fungsi media massa sebenarnya? Media massa berfungsi sebagai tempat di mana kita dapat menyampaikan dan menerima berbagai pesan dari sumber berita kepada khalayak ramai melalui forum yang tersedia. Itu artinya, media massa memiliki keterkaitan yang erat dalam kehidupan manusia.
Namun, dalam media masih terdapat nilai-nilai ketidaksetaraan gender, di mana lebih mengarah kepada perempuan. Mirisnya lagi, hal tersebut sering terulang lagi dan bahkan dianggap hal yang lazim di lingkup media. Hal yang menjadi problem di sini adalah penerapan status dan kedudukan pekerja perempuan di media massa masih belum sejahtera dan berada pada tingkatan di bawah laki-laki.
Tidak dapat dipungkiri, gender dan media memang dua hal yang berkaitan meski dalam implikasinya masih terdapat ketimpangan. Ketimpangan yang dimaksud di sini merupakan ketimpangan dalam hal kedudukan pekerja perempuan dan pekerja laki-laki dalam media massa. Bercermin pada program-program yang ditayangkan di televisi, kebanyakan perempuan diposisikan sebagai nomor dua dan lebih dominan berperan di lingkup domestik.
Mengapa bisa dikatakan demikian? Karena masih melekatnya persepsi masyarakat Indonesia mengenai pandangan mereka yang mengidentifikasi peran perempuan sebagai ibu rumah tangga. Serta masih banyaknya perspektif dari masyarakat yang beranggapan bahwa kapasitas dan kedudukan laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Problematika tersebut menggambarkan bahwa persepsi masyarakat mengenai perbedaan gender dapat membentuk adanya diskriminasi, ketidakadilan, serta subordinasi bagi perempuan. Lantas bagaimana agar perempuan diperlakukan setara dengan laki-laki? Masihkah ada peluang bagi perempuan untuk mendapat kesetaraan gender dalam lingkup media?
Hal Apa yang Menggambarkan Ketimpangan Gender di Media?
Berbicara mengenai contoh nyata ketimpangan gender yang terjadi di media sebenarnya sudah banyak dan bahkan sering kita lihat, tetapi tidak menyadarinya. Kita dapat mengambil contoh dari sinema yang tayang di stasiun televisi di Indonesia terlebih pada sinema Indosiar. Dalam sinema-sinema Indosiar, mereka sering mengambil tema yang merujuk pada perempuan tertindas dan perempuan lemah. Namun, apabila mereka mengambil tema sebaliknya seperti perempuan tegas dan tidak tertindas, mereka akan menempatkan perempuan sebagai penindas perempuan lain.
Sedangkan laki-laki seringkali diberikan peran sebagai laki-laki tegas dan berwibawa. Padahal, mereka bisa mengambil tema lain yang memiliki kesan laki-laki dan perempuan sama rata yang di mana mereka bisa tegas serta tidak dirugikan oleh salah satu pihak. Berdasarkan sinema yang ditayangkan di televisi Indosiar dengan judul “Suamiku Seperti Tak Punya Istri” dan “Pengabdian Sepenuh Hati Dibalas dengan Penderitaan Tanpa Henti”, keduanya menggambarkan perempuan sebagai sosok yang terzalimi oleh peran laki-laki karena sama-sama mendapat perlakuan yang tidak layak dari seorang figur suami. Hal tersebut merupakan gambaran efek dari adanya budaya patriarki yang masih erat dalam benak masyarakat yang secara tidak sadar bisa memicu adanya kesenjangan gender dalam dunia pertelevisian.
Untuk contoh yang kedua, kita bisa melihat dari iklan susu formula SGM yang sering muncul di berbagai stasiun televisi. Dalam iklan susu tersebut terlihat jelas bahwa posisi perempuan cenderung di lingkup domestik. Posisi perempuan dalam iklan tersebut adalah sebagai ibu rumah tangga yang diam di rumah, mengurus anak, dan melayani segala keperluan rumah mulai dari menyiapkan makanan hingga mengantarkan anaknya ke sekolah. Sementara laki-laki diberikan peran di ranah publik yang berperan sebagai pekerja kantoran yang mencari nafkah untuk keluarganya.
Maka dapat disimpulkan, peran perempuan dalam iklan tersebut menunjukkan bahwa perempuan diberikan peran sebagai pengasuh yang selalu melindungi dan melayani anaknya dengan baik. Dalam hal itu, tampak jelas bagaimana media merepresentasikan peran dan posisi perempuan dalam rumah tangga. Iklan susu formula SGM ini memang bisa dibilang sebagai iklan kasih sayang dari seorang ibu untuk anaknya. Namun, jika kita melihat dari sudut pandang yang berbeda, iklan tersebut justru lebih cenderung menggambarkan bahwa perempuan hanya bisa bergerak di ruang yang kecil seperti di dalam rumah tangga saja. Problematika tersebut menunjukkan bahwa media khusunya dunia periklanan hanya menempatkan posisi perempuan hanya di ranah domestik.
Penyebab Terjadinya Ketimpangan Gender
Fenomena ketimpangan gender dalam lingkup media massa bisa terjadi karena apa saja. Pertama, masih melekatnya persepsi masyarakat mengenai budaya patriarki yang di mana budaya tersebut menempatkan posisi laki-laki sebagai komponen yang paling penting. Kedua, adanya penilaian yang menyimpang terhadap sifat-sifat kelompok tertentu atau biasa disebut dengan stereotipe.
Ketiga, masih terdapat subordinasi antara laki-laki dan perempuan yang artinya perilaku tersebut merupakan perilaku menomorduakan perempuan dan menempatkannya di bawah kedudukan laki-laki. Lalu yang terakhir, adanya nilai-nilai ketidaksetaraan gender yang terdapat dalam lingkup media tersebut. Jika kita melihat dari berbagai penyebab ketimpangan gender menunjukkan bahwa tidak semua manusia bisa memperlakukan dengan seimbang dan setara terhadap gender di berbagai lingkup kehidupan.
Gimana Sih Cara Menyikapi Problematika Tersebut?
Problematika ketimpangan gender ini seringkali dianggap lazim oleh masyarakat dan beberapa pihak media. Memang tidak semua media, ada juga media yang menjunjung tinggi harkat dan martabat perempuan seperti menjadi wanita karir yang sukses di bidangnya. Namun, dalam menyikapi hal ini tidak bisa dilakukan oleh salah satu pihak saja.
Cara yang paling tepat dalam menyikapinya adalah membantah persepsi masyarakat yang mengatakan bahwa kedudukan laki-laki harus lebih tinggi dibandingkan perempuan. Caranya bisa dengan meningkatkan kualitas diri pada setiap perempuan di bidang media massa. Hal itu dilakukan dengan tujuan agar dapat membuka persepsi masyarakat bahwa kesetaraan gender di lingkungan manapun sangatlah diperlukan agar tidak menimbulkan konflik dan dapat berproses lebih maju lagi untuk ke depannya.
Selain itu, produser dalam stasiun televisi juga memiliki peran penting dalam menyamaratakan pekerja perempuan dan pekerja laki-laki dengan lebih memperhatikan cara menempatkan posisi perempuan dalam iklan maupun sinema. Karena pada dasarnya, perempuan tidak hanya menampilkan fisik saja melainkan banyak sekali potensi yang harus digali dalam dirinya sehingga mereka bisa memainkan berbagai peran dalam lingkar media massa.
Peran media massa dalam hal ini terbilang sangat penting. Media massa dapat menjadi contoh mengenai tindakan apa saja yang dapat menimbulkan kesetaraan gender dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara karena media massa merupakan sumber informasi yang paling banyak diminati di masyarakat.