Perubahan iklim merupakan salah satu dampak akibat adanya pemanasan global yang dapat menyebabkan berbagai bencana bagi manusia antara lain adanya banjir, cuaca ekstrem, gelombang pasang, kebakaran hutan dan lahan dan lain sebagainya. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Geoportal Data Bencana Indonesia, telah terjadi 40 (empat puluh) kejadian bencana alam pada periode Januari sampai dengan April 2022 diantaranya 23 (dua puluh tiga) kejadian banjir, 1 (satu) kejadian gempa bumi, 1 (satu) kejadian kebakaran hutan dan lahan, 13 (tiga belas) kejadian puting beliung, dan 3 (tiga) kejadian tanah longsor di beberapa wilayah di Provinsi Sumatera Utara.
Salah satu faktor penyebab terjadinya bencana alam di beberapa wilayah Provinsi Sumatera Utara adalah akibat hujan. Intensitas curah hujan yang turun dengan disertai meluapnya air sungai serta drainase yang tidak baik telah menyebabkan banjir dibeberapa wilayah di Kota Medan dan beberapa kabupaten lainnya di Provinsi Sumatera Utara. Selain itu, dengan tidak kokohnya tanah (labil) turut menyebabkan bencana tanah lonsor di sebagian wilayah.
Sebagai komponen utama dalam siklus air, hujan merupakan penyedia air di bumi, sehingga tanpa adanya hujan, maka kebutuhan air di bumi tidak dapat tersedia dan mencukupi, yang akan menyebabkan kekeringan. Manusia membutuhkan hujan sebagai penyedia air yang digunakan untuk berbagai kebutuhan antara lain untuk kebutuhan rumah tangga (air bersih), industri, pertanian (irigasi) dan perkebunan, objek wisata, maupun sumber listrik (Pembangkit Listrik tenaga Air/PLTA).
Dengan intensitas curah hujan yang tinggi, hujan akan menjadi bencana bagi manusia, apalagi dengan kurangnya mitigasi akan bencana yang ditimbulkan, maka hujan ringan yang turun pun dapat menyebabkan banjir, tergantung pada kadar air tanah pada suatu wilayah. Apabila banjir terjadi pada daratan yang memiliki kelerengan yang curam, maka biasanya daerah tersebut akan mengalami tanah longsor, sedangkan bila air hujan yang turun di daratan berlangsung cepat dengan jumlah air dimana sungai tidak dapat lagi menampung air hujan tersebut maka akan mengakibatkan banjir bandang.
Hal ini disebabkan karena adanya penjenuhan air terhadap tanah, hilangnya vegetasi di hutan dan lahan sebagai penahan laju air pada daerah curam, banyaknya material padat pada aliran sungai, berkurangnya daerah tangkapan air, rusaknya daerah aliran sungai, berkurangnya tutupan lahan pada daerah berhutan serta alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian.
Hutan sangat berperan dalam mengendalikan bencana tersebut. Dengan semakin berkurangnya lahan hutan, maka bencana alam akan lebih sulit untuk dihindari. Karena itu, diberbagai daerah telah digalakkan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dengan menanami lahan kosong dengan tanaman berkayu (reboisasi). Akar pohon di dalam tanah hutan menggenggam kuat tanah untuk menjadi penyerap derasnya air hujan yang turun ke daratan.
Hutan yang berada di sekitar hulu akan menjadi penyerap air hujan dan akarnya menahan agar tanah tidak labil dan menjadi bencana longsor. Karena itulah, jika hutan di daerah hulu hancur dan penebangan liar di hutan tidak terkendali maka dampak buruknya sudah pasti akan terlihat, yaitu adanya bencana banjir, banjir bandang, tanah longsor, bahkan likuifaksi akan terjadi di beberapa wilayah yang terdampak.
Selain sebagai pengendali banjir, hutan juga berperan dalam pengendali bencana tsunami. Tsunami merupakan serangkaian gelombang besar yang ditimbulkan oleh perpindahan air laut secara tiba-tiba yang disebabkan oleh gempa bumi atau letusan gunung berapi, dimana gelombang laut mampu merambat secara besar-besaran dan menyebabkan gelombang destruktif saat mencapai daratan sehingga mengakibatkan kehancuran di daratan.
Dengan adanya hutan vegetasi mangrove, kehancuran di daratan dapat diminimalisir. Berdasarkan penelitian dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mangrove memiliki perakaran yang khas dimana akar tanaman mangrove mampu meredam energi gelombang tsunami dan memecah gelombang laut untuk melindungi kawasan pesisir dari bahaya erosi maupun tsunami.
Begitu besarnya peran hutan dalam mengendalikan bencana, tetapi banyak orang yang tidak peduli dengan tetap mengeksploitasi hutan tanpa adanya rehabilitasi/penanaman kembali, yang akan mengakibatkan bencana di kemudian hari. Karena itu marilah kita dapat menjaga hutan kita dengan tidak mengeksploitasi hutan dan tetap menjaga hutan tetap lestari untuk kehidupan yang baik di masa mendatang.
BIODATA SINGKAT
Eva Maria Natalina Ginting, merupakan mahasiswa Magister Kehutanan Universitas Sumatera Utara (USU). Lahir di Bandar Lampung, 8 Desember 1982. Pada tahun 2006 menyelesaikan pendidikan Program Sarjana pada Program Studi Manajemen Hutan, Universitas Lampung (2001 – 2006). Saat ini aktif bekerja di Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara pada Bidang Penatagunaan Hutan.
---***---