Jangan Menikah Jika Belum Siap Lahir Batin, Ulasan Hadis 'Pernikahan'

Candra Kartiko | Untung Wahyudi
Jangan Menikah Jika Belum Siap Lahir Batin, Ulasan Hadis 'Pernikahan'
Ilustrasi pernikahan.[pexels.com/Pham Hoang Kha]

Menikah adalah sunnah Nabi dan sangat dianjurkan oleh agama. Menikah adalah ibadah yang bisa mengekang seseorang dari perbuatan maksiat.

Rasulullah Saw. bersabda, “Hai para pemuda! Barang siapa di antara kalian sudah mampu (lahir-batin) untuk menikah, segeralah menikah karena menikah lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Namun, barang siapa belum mampu, berpuasalah karena puasa bisa menjadi perisai (dari perbuatan keji).” (H.R Bukhari).

Hadis di atas begitu gamblang menjelaskan bahwa, yang dianjurkan menikah adalah mereka yang mampu secara lahir dan batin. Jika hanya siap lahir, tetapi batinnya belum siap menerima segala konsekuensi pernikahan, maka jangan sekali-kali menikah. Begitu pun sebaliknya. Jika hal itu terjadi, bukan kebahagiaan yang akan didapat, tetapi tekanan batin yang akan dialaminya.

Hal inilah yang membuat sebagian orang belum siap memutuskan menikah. Tak sedikit orang yang mampu secara ekonomi, hartanya melimpah, bisnisnya bertaburan, tetapi belum juga siap menikah dengan berbagai alasan. 

Tetapi memang, kita tidak bisa menilai seseorang dari satu sisi. Bisa jadi orang yang belum menikah, meskipun secara ekonomi mampu, masih memiliki tanggung jawab lain seperti masih dalam masa pendidikan, ingin membahagiakan orangtua, atau masih ingin membiayai pendidikan adik-adiknya.

Sebagaimana ibadah lainnya, pernikahan sudah seharusnya dilaksanakan dengan penuh khidmat dan tenang. Menikah bukan seperti lomba balap karung yang ditentukan oleh kecepatan siapa yang menjalaninya. Siapa pun bisa menyegerakan menikah, jika sudah mampu lahir batin. Bisa bertanggung jawab jika kelak sudah menjalani kehidupan rumah tangga. Yang belum siap menikah, hendaknya bisa menjaga diri dengan berpuasa, sebagai anjuran hadis Nabi. Karena dengan berpuasa seseorang bisa menahan diri untuk berbuat hal-hal yang dilarang agama.

Rasulullah Saw. pernah mendapati sebagian sahabat yang cenderung melawan naluri dan mengekangnya. Mereka menolak dunia, tidak mau menikah, dan melakukan kerahiban.

Rasulullah pun langsung menegur mereka dan bersabda, “Sungguh, orang-orang sebelum kalian binasa karena keras terhadap mereka sendiri, sehingga Allah pun keras terhadap mereka. Itulah sisa-sisa mereka, berada di wihara-wihara dan tempat pertapaan. Karena itu, beribadahlah kepada Allah dan jangan menyekutukan-Nya, berhaji dan berumrahlah, serta istikamahlah, niscara Allah akan tetap dan selalu bersama kalian.” (H.R. Abdur Rozzaq, Ibnu Jarir, dan Ibnu Mundzir).

Sebagaimana disampaikan Nawaf al-Jarrah (2013), para sahabat juga ada yang berlomba ingin menyaingi kehebatan ibadah Nabi, seperti ingin puasa sepanjang masa dan tidak melampaui batas, yakni menjauhi lawan jenis dan tidak ingin menikah.

Rasulullah pun menegur mereka dan bersabda, “…. demi Allah, aku orang yang paling takut kepada Allah dan paling bertakwa kepada-Nya. Tapi, aku berpuasa dan tetap berbuka, shalat dan juga tidur, dan aku menikahi perempuan. Barang siapa yang membenci sunnahku berarti dia bukan dari golonganku.” (Al-Bukhari, VII/2).

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak