Perjuangan Koperasi, Akankah Berhenti Sampai Disini?

Candra Kartiko | tiara agustina
Perjuangan Koperasi, Akankah Berhenti Sampai Disini?
Ilustrasi prinsip koperasi (Pixabay.com)

Bagi saya sebagai penyuluh koperasi, koperasi tidak hanya sekedar badan usaha non profit yang berasaskan kekeluargaan dan memiliki payung hukum yaitu UU No. 25 Tahun 1992. Dengung koperasi sebagai saka guru perekonomian akan menjadi nyata jika pengelolaannya dilakukan secara professional. Untuk sebagian orang, koperasi hanya dimaknai sebagai alat penyedia dana dan pemberi SHU, namun tidak bagi orang–orang ingin menjadikannya sebagai prioritas utama, tak hanya sekedar sampingan.

Koperkasa, koperasi karyawan PT Sarihusada Generasi Mahardhika yang berpusat di Kota Yogyakarta adalah salah satu contoh koperasi yang menepis anggapan bahwa koperasi itu kuno. Dinahkodai personil terampil, Koperkasa muncul sebagai koperasi modern yang tidak kalah dengan lembaga keuangan lain. Usaha yang dijalankan tidak hanya sebatas simpan pinjam saja, namun ada beberapa usaha seperti minimarket dan penyewaan mobil. Semua dilakukan secara digitalisasi dan dioperatori oleh kaum muda yang didukung sepenuhnya oleh manajemen PT SGM membuat Koperkasa semangat dalam menjalankan usahanya. Ada banyak koperasi yang sukses, selain Koperkasa, kita saja yang tidak tahu kalau itu bentuk badan usahanya adalah koperasi. 

Namun, nama koperasi semakin keruh karena oknum pengeruk keuntungan. Praktik–praktik lintah darah berkedok koperasi banyak yang berseliweran di masyarakat. Padahal sudah jelas tertera di anggaran dasar, bahwa yang dapat menikmati segala usaha yang dilakukan koperasi adalah anggotanya. Kasus mal manajemen yang dilakukan oknum pengurus koperasi, dana milik anggota yang diselewengkan oleh pengurus koperasi semakin membuat masyarakat kehilangan kepercayaannya. 

Koperasi memang memiliki dua sisi yang dapat dimanfaatkan bergantung pada tujuannya, baik atau buruk, semua dapat dilakukan. Pergerakan koperasi memang tidak diawasi oleh OJK, sehingga mudah dimanfaatkan untuk berlaku curang. Terlepas dari itu semua, Bung Hatta tidak pernah salah, koperasi ada dari, untuk dan oleh anggotanya. Keberadaan koperasi sejatinya memberikan kemanfaatan bukan kemudharatan. Gerakan koperasi di tiap lini, sampai saat ini masih menyumbangkan langkah-langkahnya untuk terus membersamai perjuangan ini sampai nanti anak-anak negeri tidak malu lagi untuk berkoperasi.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak