Paradoks Penyerapan Anggaran Akhir Tahun

Hernawan | Hendri Sitanggang
Paradoks Penyerapan Anggaran Akhir Tahun
Ilustrasi uang (Unsplash)

Bulan November dan Desember akan menjadi waktu dimana sebagian masyarakat Indonesia sibuk dengan kegiatan di luar rumah atau kantor. Hotel-hotel akan menjadi lebih ramai dibandingkan bulan-bulan lainnya.  

Selain pengaruh hari libur, terdapat faktor lain yaitu batas akhir penyerapan anggaran yang menyebabkan kegiatan di hotel menjadi lebih banyak. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah (K/L/D) berusaha memaksimalkan penggunaan anggaran yang dimiliki demi mencapai target realisasi belanja 100 persen. Kegiatan ini bisa menjadi suatu paradoks jika dilihat dari penganggaran berbasis kinerja yang sudah ditetapkan pemerintah.

Realisasi belanja merupakan salah satu indikator kualitas pelaksanaan anggaran (IKPA) bagi K/L/D. Nilai IKPA tersebut berdampak pada kinerja dan usulan anggaran yang akan diajukan pada tahun berikutnya.

Berbagai macam upaya akan dilakukan K/L/D agar anggarannya cepat habis baik melalui kegiatan penting maupun tidak penting. Hal tersebut menjadi paradoks ketika dibandingkan dengan kegiatan pemerintah lain yang kekurangan dana. Selain itu hal tersebut menimbulkan masalah lain.

Menteri Keungan RI, Sri Mulyani menyampaikan realisasi belanja negara triwulan III mencapai Rp1.913,9 trilliun atau 61,6% . Nilai tersebut masih kecil jika dibandingkan target yang ditetapkan Direktur Jenderal Perbendaharaan yang mencapai di atas 70%  pada triwulan III (Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan No. 5/PB/2022).

Laporan Kementerian Keuangan 2016-2021 menyebutkan bahwa realisasi anggaran hanya bergerak sekitar 5 sampai 10 persen secara rata-rata per bulan (Januari-Agustus). Realisasi tersebut meningkat tajam di triwulan IV, khususnya Oktober dan November. Hal ini sepertinya sudah menjadi tradisi yang sulit untuk diubah.

Proporsi realisasi anggaran yang lebih besar di triwulan IV menjadi indikator bahwa masih banyaknya permasalahaan dalam perencanaan dan pengelolaan anggaran belanja K/L/D. Hasil pemeriksaan BPK tahun 2019-2020 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan permasalahan dalam laporan belanja K/L/D dan nilai temuan memiliki trend meningkat. Terjadi ketidakhematan, ketidakefesienan dan ketidakefektifan (3M) yang meningkat dari periode tersebut.

Tampaknya lembaga pemerintah tidak dapat berbuat banyak untuk mengurangi penyerapan anggaran yang besar di akhir tahun. Padahal dengan adanya UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, K/L/D diwajibkan melaksanakan penganggaran berbasis kinerja. Ini berarti, output dan outcome menjadi kunci penggunaan anggaran. Ketika output dan outcome sudah tercapai, sisa anggaran yang ada seharusnya bisa dikembalikan dan digunakan kembali untuk kegiatan lain yang penting.

Menjadi paradoks jika di satu sisi pemerintah kekurangan dana untuk mengatasi kemiskinan atau penyediaan vaksin covid sementara sebagian instansi sibuk melaksanakan kegiatan di luar kantor.  Jika dilihat dari rincian anggaran, perjalanan dinas dengan pesawat dan acara di hotel adalah kegiatan-kegiatan paling efektif dalam menyerap anggaran secara cepat.  

Tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan di luar kantor memberi multiplier effect ekonomi bagi pihak lain seperti pengusaha, pegawai dan masyarakat sekitar tempat tujuan. Namun menjadi pertanyaan apakah kegiatan tersebut lebih penting daripada kegiatan lain?

Pemerintah pusat perlu lebih memberikan perhatian dalam kegiatan-kegiatan akhir tahun agar keuangan negara bisa digunakan secara efektif dan efisien. Hal ini sesuai dengan UU No 17 Tahun 2003. Namun jika pemerintah menggunakan realisasi anggaran sebagai salah satu indikator evaluasi kinerja, maka hal tersebut menjadi paradoks dimana satu sisi pemerintah menginginkan anggaran yang efektif dan efisien, namun di sisi lain pemerintah membuat K/L/D menjadi tidak efisien demi mencapai realisasi penyerapan anggaran. Bukankah masih banyak program atau kegiatan pemerintah yang masih kekurangan anggaran? 

Koordinasi antar K/L/D/ menjadi penting dalam menetapkan prioritas kegiatan pemerintah yang harus diselesaikan setiap periode tertentu dalam satu tahun anggaran. Selain itu, publik diberikan ruang atau sarana dalam memberikan masukan terkait kegiatan pemerintah yang perlu menjadi prioritas, khususnya pada akhir tahun. Collaborative governance merupakan kunci dalam menjalakan keuangan negara yang efektif dan efisien.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak