Barangkali kamu pernah menemukan orang-orang yang keranjingan membandingkan soal privilege orang-orang yang lahir langsung kaya vs orang-orang yang lahir dari keluarga susah, di media sosial.
Mungkin kamu juga pernah mendengar kalimat bernada sumbang seperti, anak orang miskin cenderung miskin dan anak orang kaya cenderung kaya ketika dewasa?
Atau malah, kamu pernah melihat kalau anak orang kaya bisa sukses jalur harta orang tua. Sedangkan, anak orang susah bisa sukses lewat banting tulang dan gebebuk air mata? Lantas apakah iya perbedaan kesejahteraan orang tua akan berpengaruh pada kondisi ekonomi anak-anak mereka?
Melansir laman theconversation, penelitian lembaga riset SMERU Institute menunjukkan bahwa anak yang berasal dari keluarga miskin alias susah cenderung berpenghasilan lebih rendah ketika mereka dewasa.
Sebuah penelitian yang telah dipublikasikan di makalah internasional Asian Development Bank (ADB) turut menunjukkan hasil serupa, dimana anak-anak yang terlahir dengan kemiskinan setelah dewasa 87% lebih rendah pendapatannya dibanding mereka yang berasal dari keluarga kaya.
Nah lho! Kok bisa? Ada banyak gap antara anak orang kaya dengan anak orang susah, yang menurut penelitian tersebut ada pengaruhnya dengan kondisi ekonomi mereka ketika dewasa.
Menurut keterangan, anak orang kaya dengan anak orang susah memiliki "garis awal" yang tak sejajar! Yang mana "garis awal" tersebut turut menyumbang pengaruh terhadap akses mereka terhadap berbagai kesempatan (misal: pendidikan dan pelayanan kesehatan) yang sebenarnya penting untuk memperbaiki kondisi ekonomi mereka.
Terangnya lagi, orang tua yang memiliki aset atau sumber daya dapat memberikan peluang untuk anaknya meningkatkan kesejahteraan atau kesuksesan di masa depan.
Sebab dengan demikian, orang tua kaya lebih mampu memberikan peluang lebih besar pada anaknya untuk memperoleh pendidikan non formal guna mendukung capaian pendidikan formal, mengasah keterampilan, meningkatkan kemampuan olah emosional, serta penguatan spiritual, bahkan sejak anaknya masih menginjak usia dini.
Lebih lagi, orang tua kaya cenderung lebih mampu memberikan fasilitas seperti alat elektronik dan kendaraan pada anak-anaknya. Dengan fasilitas yang dicontohkan itu saja, seorang anak jadi memiliki peluang yang lebih besar untuk melakukan mobilitas, mendapat pengalaman baru, termasuk berjejaring dengan orang-orang baru yang berpotensi memberikan peluang ekonomi yang lebih besar. Tambahan lagi, anak orang kaya cenderung memiliki koneksi memperoleh pekerjaan melalui kerabat maupun kenalan.
Nah, dengan demikian, hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa perbedaan kondisi kesejahteraan orang tua turut menentukan nasib anak-anaknya. Anak-anak miskin dan anak-anak tidak miskin memiliki modal yang tidak seimbang dari keluarganya yang mengakibatkan mereka tidak berada pada garis awal yang sejajar dalam memperoleh kesempatan ekonomi.
Terlepas dari hasil penelitian tersebut, Memperbaiki kualitas hidup tetap menjadi hak yang melekat dalam tiap diri manusia, ya!